Jakarta (WarkopPublik)--Tersandera dalam opini yang kurang membahagiakan seperti hantu yang menakutkan bagi pribadi yang takut akan kegagalan. Segala upaya dilakukan untuk menghindar dari ketakutan itu. Bahkan harga diri diperdagangkan untuk menjadi perisai anti kegagalan.
Bukankah kegagalan adalah dinamisasi hidup yang niscaya akan menghampiri setiap personal, dan menjadikannya lebih tangguh, cepat dan tepat dalam bertindak.
"Siap kalah dan siap menang", hanya jargon yang dipampang sebagai lipstik menutupi kegalauan yang menari di benak seseorang. Jargon ini justru membuka peluang untuk melakukan kritisi dan gugatan. Berbeda jika jargon ini diganti dengan "Siap gagal dan siap berhasil", ada makna filsuf hidup yang berani jujur atas kekurangan dan membutuhkan dukungan orang lain sebagai pelengkap kekurangan itu untuk mencapai keluhuran tujuan.
Mempertontonkan penaburan simpatik yang disengaja untuk memperoleh dukungan dipicu dengan sumber dana seolah menjadi lazim dan lebih luhur daripada dukungan itu timbul dikarenakan kelebihan seseorang yang memang keluhurannya diatas rata-rata. Sehingga lahirlah manipulasi dan malihrupa.
Manipulasi kelahiran dan malih rupa inilah yang menjadikan kondisi sekarang ini sering disebut sebagai opera sabun, dagang sapi, jualan kecap nomor satu dan entah apalagi yang akan muncul istilah lainnya.
Ironi, ketika manusia kesempurnaannya telah diakui pihak langit dan akal adalah dasar penganugrahan tersebut sebagai pembeda dengan mahkluk lain, sekarang ini lebih mirip dan bahkan bersedia dipersamakan dengan barang dagangan.
Ini, hanya sebuah refleksi dan semoga berguna bagi orang yang membacanya. (ar/ar)