Jakarta (WarkopPublik)-- Berikut pertanyaan publik kepada pengasuh hukumonline.com, Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.
Halo mbak, karena lagi marak-maraknya pemberitaan mengenai penipuan terkait travel haji/umrah. saya ingin menanyakan tindakan apa yang bisa dilakukan apabila calon jamaah haji/umrah tertipu (tidak berangkat)? Ada tidak pengaturannya dan apa sudah pernah ada kasus yang serupa dan dilaporkan ke pihak berwenang? Terima kasih.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, perlu diketahui, pada dasarnya penyedia jasa travel (perjalanan) haji/umrah diatur dalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (“UU 13/2008”)sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 (“Perpu 2/2009”) yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang (“UU 34/2009”).
Penyedia jasa travel (perjalanan) haji/biro perjalanan haji dikenal sebagai penyelenggara ibadah haji khusus sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 15 UU 13/2008, yakni pihak yang menyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus. Adapun ketentuan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara ibadah haji khusus yaitu (Pasal 40 UU Perpu 2/2009):
a. menerima pendaftaran dan melayani jemaah haji khusus yang telah terdaftar sebagai jemaah haji;
b. memberikan bimbingan ibadah haji;
c. memberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan secara khusus; dan
d. memberangkatkan, memulangkan, melayani jemaah haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah haji."
Berdasarkan Pasal 64 ayat (1) UU 13/3008, sanksi bagi penyelenggara ibadah haji khusus yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sedangkan penyedia jasa travel (perjalanan) umrah/biro perjalanan umrah dikenal sebagaipenyelenggara perjalanan ibadah umrahsebagaimana disebut dalam Pasal 43 ayat (2) UU 13/2008, yakni dilakukan oleh pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh menteri. Adapun ketentuan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah yaitu (Pasal 45 ayat (1) UU 13/2008):
a. menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan;
b. memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan
d. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU 13/2008,penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Menjawab pertanyaan Anda, mengacu pada hal-hal di atas, apabila penyelenggara perjalanan ibadah haji/umroh tersebut tidak memberikan pelayanan kepada jemaah haji/umroh terkait keberangkatan padahal telah terdapat perjanjian tertulis yang disepakati, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh calon jemaah haji/umrah yang dirugikan adalah dengan melaporkannya kepada pihak berwenang atas dasar pelanggaran pasal-pasal dalam UU 13/2008.
Selanjutnya kami akan membahas pertanyaan Anda lainnya mengenai penipuan. Untuk mengetahui apakah penyedia jasa travel (perjalanan) haji/umrah yang Anda maksud itu melakukan penipuan atau tidak, maka kita perlu mengetahui unsur-unsur suatu tindak pidana penipuan.
Untuk itu, kita mengacu pada Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penipuan yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya:
a. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
b. maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
c. membujuknya itu dengan memakai:
1) nama palsu atau keadaan palsu atau
2) akal cerdik (tipu muslihat) atau
3) karangan perkataan bohong
Mengacu pada pasal ini, apabila pihak yang menyelenggarakan perjalanan ibadah haji/umrah tersebut memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, yakni secara melawan hukum dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, dan menggerakkan calon jemaah haji/umrah untuk menyerahkan sesuatu kepadanya (misalnya mentransfer sejumlah uang) dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan adalah menuntut secara pidana penyelenggara perjalanan ibadah haji/umrah atas dasar tindak pidana penipuan.
Menjawab pertanyaan Anda berikutnya tentangapakah sudah pernah ada kasus yang serupa dan dilaporkan ke pihak berwenang, dalam praktiknya, calon jemaah haji/umrah yang dirugikan dapat pula melaporkan penyelenggara perjalanan haji/umrah berdasarkan tindak pidana penipuan seperti yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP. Sebagai contoh, kita mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor : 224 / Pid.B / 2012 / PN.Brb.
Dalam putusan tersebut diketahui bahwa Terdakwa mewakili biro perjalanan haji/umrah PT. Lintas Ziarah Sahara, menawarkan promo ibadah umroh kepada Saksi Korban hanya sebesar Rp.11.250.000,- (sebelas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan tidak ada akan penambahan biaya apapun, sampai pada saat pemberangkatan. Akan tetapi pada kenyataanya Terdakwa meminta tambahan biaya sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada Saksi Korban, dan Saksi Korban sampai sekarang tidak jadi berangkat umrah, sehingga Terdakwa telah membohongi Saksi Korban dengan maksud dan tujuan untuk menguntungan diri sendiri. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, majelis hakim menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana disebut dalam Pasal 378 KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 10 (sepuluh) hari.
Dengan demikian, pada dasarnya calon jemaah haji/umrah yang dirugikan oleh pihak penyelenggara perjalanan ibadah haji/umrah terkait keberangkatan dapat melakukan penuntutan pidana berdasarkan UU 13/2008 karena sudah ada pengaturannya dalam UU tersebut. Akan tetapi, dalam praktiknya, calon jemaah haji/umrah yang dirugikan dapat pula menuntut berdasarkan KUHP tentang tindak pidana penipuan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915;
2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor : 224 / Pid.B / 2012 / PN.Brb
(hukumonline/ar)
Halo mbak, karena lagi marak-maraknya pemberitaan mengenai penipuan terkait travel haji/umrah. saya ingin menanyakan tindakan apa yang bisa dilakukan apabila calon jamaah haji/umrah tertipu (tidak berangkat)? Ada tidak pengaturannya dan apa sudah pernah ada kasus yang serupa dan dilaporkan ke pihak berwenang? Terima kasih.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, perlu diketahui, pada dasarnya penyedia jasa travel (perjalanan) haji/umrah diatur dalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (“UU 13/2008”)sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 (“Perpu 2/2009”) yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang (“UU 34/2009”).
Penyedia jasa travel (perjalanan) haji/biro perjalanan haji dikenal sebagai penyelenggara ibadah haji khusus sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 15 UU 13/2008, yakni pihak yang menyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus. Adapun ketentuan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara ibadah haji khusus yaitu (Pasal 40 UU Perpu 2/2009):
a. menerima pendaftaran dan melayani jemaah haji khusus yang telah terdaftar sebagai jemaah haji;
b. memberikan bimbingan ibadah haji;
c. memberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan secara khusus; dan
d. memberangkatkan, memulangkan, melayani jemaah haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah haji."
Berdasarkan Pasal 64 ayat (1) UU 13/3008, sanksi bagi penyelenggara ibadah haji khusus yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sedangkan penyedia jasa travel (perjalanan) umrah/biro perjalanan umrah dikenal sebagaipenyelenggara perjalanan ibadah umrahsebagaimana disebut dalam Pasal 43 ayat (2) UU 13/2008, yakni dilakukan oleh pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh menteri. Adapun ketentuan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah yaitu (Pasal 45 ayat (1) UU 13/2008):
a. menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan;
b. memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan
d. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU 13/2008,penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Menjawab pertanyaan Anda, mengacu pada hal-hal di atas, apabila penyelenggara perjalanan ibadah haji/umroh tersebut tidak memberikan pelayanan kepada jemaah haji/umroh terkait keberangkatan padahal telah terdapat perjanjian tertulis yang disepakati, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh calon jemaah haji/umrah yang dirugikan adalah dengan melaporkannya kepada pihak berwenang atas dasar pelanggaran pasal-pasal dalam UU 13/2008.
Selanjutnya kami akan membahas pertanyaan Anda lainnya mengenai penipuan. Untuk mengetahui apakah penyedia jasa travel (perjalanan) haji/umrah yang Anda maksud itu melakukan penipuan atau tidak, maka kita perlu mengetahui unsur-unsur suatu tindak pidana penipuan.
Untuk itu, kita mengacu pada Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penipuan yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya:
a. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
b. maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
c. membujuknya itu dengan memakai:
1) nama palsu atau keadaan palsu atau
2) akal cerdik (tipu muslihat) atau
3) karangan perkataan bohong
Mengacu pada pasal ini, apabila pihak yang menyelenggarakan perjalanan ibadah haji/umrah tersebut memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, yakni secara melawan hukum dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, dan menggerakkan calon jemaah haji/umrah untuk menyerahkan sesuatu kepadanya (misalnya mentransfer sejumlah uang) dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan adalah menuntut secara pidana penyelenggara perjalanan ibadah haji/umrah atas dasar tindak pidana penipuan.
Menjawab pertanyaan Anda berikutnya tentangapakah sudah pernah ada kasus yang serupa dan dilaporkan ke pihak berwenang, dalam praktiknya, calon jemaah haji/umrah yang dirugikan dapat pula melaporkan penyelenggara perjalanan haji/umrah berdasarkan tindak pidana penipuan seperti yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP. Sebagai contoh, kita mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor : 224 / Pid.B / 2012 / PN.Brb.
Dalam putusan tersebut diketahui bahwa Terdakwa mewakili biro perjalanan haji/umrah PT. Lintas Ziarah Sahara, menawarkan promo ibadah umroh kepada Saksi Korban hanya sebesar Rp.11.250.000,- (sebelas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan tidak ada akan penambahan biaya apapun, sampai pada saat pemberangkatan. Akan tetapi pada kenyataanya Terdakwa meminta tambahan biaya sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada Saksi Korban, dan Saksi Korban sampai sekarang tidak jadi berangkat umrah, sehingga Terdakwa telah membohongi Saksi Korban dengan maksud dan tujuan untuk menguntungan diri sendiri. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, majelis hakim menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana disebut dalam Pasal 378 KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 10 (sepuluh) hari.
Dengan demikian, pada dasarnya calon jemaah haji/umrah yang dirugikan oleh pihak penyelenggara perjalanan ibadah haji/umrah terkait keberangkatan dapat melakukan penuntutan pidana berdasarkan UU 13/2008 karena sudah ada pengaturannya dalam UU tersebut. Akan tetapi, dalam praktiknya, calon jemaah haji/umrah yang dirugikan dapat pula menuntut berdasarkan KUHP tentang tindak pidana penipuan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915;
2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor : 224 / Pid.B / 2012 / PN.Brb
(hukumonline/ar)