Jakarta (warkopPublik)--Untuk menjadi petugas haji
di Kota Bekasi ada yang member Rp.10 juta ada juga yang berani
memberi Rp.20 juta. Sudah bisa ditebak yang lolos jadi petugas haji tentu yang
memberi lebih besar. Konon ada 6 orang jumlahnya. Kepala Kementerian Agama Kota
Bekasi, H Adul Rosyid melalui Kasie Haji dan Umrah, H Mujani , berkilah, kalau
rekrutmen petugas haji melalui seleksi oleh Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat
dan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Jadi kalaupun ada pungutan, bukan
cuma Kementerian Agama Kota Bekasi yang makan duitnya. Silahkan memaknai
sendiri apa maksud ucapan Mujani tersebut," Poskotanews.com.
“Peserta
yang jelas-jelas hanya mengisi sebagian kecil materi soal, namun kenyataannya
malah lolos. Pengumuman kelulusan hasil tes juga dilakukan hanya berselang
sehari setelah tes. Tanggal 14 Mei 2014 seleksi, tanggal 15 Mei 2014 libur, dan
tanggal 16 Mei 2014 hasil seleksi diumumkan,” Beben Ridwan, salah seorang
peserta Seleksi Petugas Haji utusan Forum Pondok Pesantren Kabupaten Garut.
“Membayar untuk menjadi petugas haji di sini
sudah menjadi rahasia umum," RH dan JC Medan Sumatara Utara.
“Petugas Haji Kloter, Non Kloter, Temus,
Mukimin harus diumumkan di media massa agar publik mengetahui sesuai dengan
UU/25 tentang Pelayanan Publik dan UU/14 tentang Keterbukaan Informasi Publik
dan membangun sentiment positif publik atas kinerja Ditjen PHU,” Adi Barata
Bogor Jawa Barat.
Disepakati
dahulu, apakah petugas haji adalah pekerjaan atau silaturrahmi. Jika disepakati
petugas haji adalah kegiatan silaturrahmi maka tesis tentang petugas haji
adalah arisan atau kenduri nasional adalah benar. Penting untuk diketahui
adalah bahwa Penyelenggaraan ibadah haji adalah tugas nasional, benar bahwa hal
ini dibawah koordinasi Kementerian Agama. Tapi tidak benar juga jika
Kementerian Agama melakukan rekruitmen atas petugas haji secara terbatas karena
berpotensi transaksional, harusnya dilakukan dengan sistem rekruitmen terbuka
pada seluruh publik. Artinya Publik dengan persyaratan yang sudah ditetapkan
dapat mengikuti proses rekruitmen ini. Karena selama ini Kementerian Agama
melakukan pola rekruitmen petugas haji dengan kategori terbatas.
Penempatan
petugas pada Daker dan Sektor tidak proporsional. Pada Daker yang tidak
langsung melayani jamaah jumlah petugas yang lebih banyak dibandingkan dengan
petugas yang ada di sektor. Sektor hanya memiliki 45 petugas untuk melayani
jamaah sebanyak 30 s.d 50 kloter. Sedangkan di Daker memiliki petugas berjumlah
70 s.d 80 orang yang pekerjaannya tidak jelas. Kelemahan ini terjadi akibat
sistem rekruitmen yang berorientasi pada kenduri petugas atau petugas yang
bergilir yang berunsur sanak, keluarga, handaitolan, kerabat dan sedikit yang
professional. Jadi tidak heran jika ada seorang petugas haji jika dihitung
telah melakukan haji berkali-kali.
Menjadi
petugas haji adalah langkah strategis dalam menghindar dari antrian yang
rata-rata mencapai 12 tahun. Kemungkinan untuk melaksanakan ibadah secara
personal lebih besar daripada melayani orang yang akan melaksanakan ibadah. Dalam
sistem Pendayagunaan sumber daya manusia, jelas hal ini sangat tidak efektif
karena jika seseorang bertugas lebih dari dua kali dalam tugas yang sama maka
motivasi akan menurun. Tidak heran jika publik mengatakan bahwa petugas haji
adalah haji abidin, haji atas biaya negara. Kritisi publik ini harusnya sejak
dari dulu harusnya ditindaklanjuti, namun sayang kritisi ini diabaikan dan
akhirnya menjadi tesis dan terbukti kebenarannya tanpa pernah melakukan
langkah-langkah perbaikan. Jadilah predikat sentiment negative publik atas haji
abidin menjadi brand building yang sudah sulit untuk dikembalikan kepada
fitrahnya bahwa petugas haji adalah pelayan duyufurrahman.
Pembahasan
ini tidak mengupas kelemahan, namun mengajak para pegiat haji di negeri ini
untuk mewujudkan sesuatu yang lebih konkrit dan professional dalam melayani
jamaah haji. Wacana yang pernah bergulir bahwa petugas haji tidak perlu
melakukan haji karena harus konsentrasi untuk melayani tidak pernah
direalisasikan, walaupun wacana tersebut sangat baik. Baik sebagai jaminan
pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji lebih terfocus, jelas dan terarah
dan hal ini adalah mandat jamaah haji kepada petugas, mandat yang tertuang di
dalam UU 13/2008 Kepastian atas Keuangan-Pelayanan-Ritual (KPR). Hal ini juga
merupakan tujuan untuk menjadikan jamaah haji bertahap menjadi jemaah haji yang
mandiri dengan pelayanan, transfer kenowladge dari petugas haji hasil
rekruitmen terbuka. Pelaksanaan rekruitmen terbuka lebih bersifat obyektif,
profesional, dan tidak diskriminatif, karena penyelenggaraan ibadah haji adalah
tugas nasional, jelas mandat undang-undang menyampaikan hal itu. Sehingga ke
depan akan memperoleh point ke 6 dari 18 pokok pembenahan haji untuk kembali
kepada fitrahnya, bahwa haji adalah rukun Islam dan itu adalah hak personal
setiap individu yang jelas diatur dalam UUD 1945 maupun di dalam Declaration of
Human Right.
1. Melakukan pembenahan akad atas setoran awal wajib dengan syariah Islam tanpa ada penyampuran dengan akad konvensional;
2. Menghapus nama “setoran awal” dan disesuaikan dengan nama akad dalam transaksi syariah;
3. Proses haji dengan benar sesuai dengan fiqh syariah;
4. Mengedepankan kebutuhan, bukan keinginan dengan melakukan uji publik apa yang dibutuhkan oleh jemaah haji;
5. Memperbolehkan waris untuk menggantikan calon jemaah haji yang meninggal sebelum berangkat haji;
6. Mengurangi jumlah petugas haji baik kloter maupun non kloter dengan memberikan edukasi sepanjang tahun kepada calon jemaah haji untuk menjadi haji yang mandiri;
7. Melakukan kontrak semuanya di tanah air atas sarana dan sarana pendukung penyelenggaraan haji;
8. Mempublikasi laporan keuangan berdasarkan masing-masing nama calon/jemaah haji;
9. Melepaskan penyelenggaraan haji khusus dan umrah secara total kepada penyelenggara haji yang memiliki izin resmi dan masih berlaku;
10. Menghapus living cost;
11. Pembayaran biaya penyelenggaraan haji dari awal sampai dengan akhir dengan memakai satu mata uang;
12. Membentuk panitia pengelolaan Dana Abadi Umat dari seluruh perwakilan Ormas Islam yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah;
13. Menjamin pelaksanaan manasik haji jemaah secara personal dengan memastikan pelaksanaannya benar dan tidak salah sesuai syariah dengan membuat rekam administrasi personal dicatat, disampaikan kepada jemaah haji yang bersangkutan;
14. Memastikan calon jemaah haji yang mendaftar memenuhi syarat istithaah yang dikeluarkan oleh Ormas Islam yang sebelumnya memberikan kewenangan kepada Ormas Islam untuk menentukan Isthithaah atau tidak calon jemaah haji sebelum mendaftar;
15. Menutup sementara pendaftaran haji sampai dengan selesainya penerapan pelaksanaan akad secara syariah atas dana haji yang sudah terkumpul;
16. Melaksanakan Taklimatul Hajj Wal Umrah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi;
17. Menunjuk BPS BPIH bank syariah yang sehat sesuai dengan UU/23 tentang Perbankan Syariah berdasarkan penilaian dari BI dan MUI bagian pengawasan Bank Syariah;
18. Membuka dan melakukan open rekruitmen untuk ditempatkan di Ditjen PHU baik staff maupun pejabat.
(ar/ar)