Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Jumat, 22 September 2017

'Cling' Muharam

Ilustrasi bermuka dua
Foto: ziripress.com
Jakarta (WarkopPublik)--1 Muharam (1439 H) hadir kembali. Akankah diikuti dengan kehadiran-kehadiran kesalehan pribadi dan sosial yang lebih nyata jangan malah kebalikannya ya, kesalahan pribadi dan kesalahan sosial. 'Lomba pidato' alias recok ini, recok itu tetap saja angka kemiskinan tinggi, tetap saja pengangguran banyak.

Lomba pidato tidak membuat angka kemiskinan menurun signifikan. Lomba pidato tidak menjadikan pengangguran jadi persoalan berkesudahan. Namanya juga direcoki. Bagaimana sistem berjalan dengan bagus jika terus direcoki.

Boleh lah direcoki tapi berikan solusi, jangan hanya sekedar recok dan cuap-cuap tidak jelas. Berani merecoki berani juga memberikan solusi dengan kajian dan analisa lalu dipaparkan. Tidak hanya lomba pidato saja.

Hidup miskin itu tidak mengenakkan, hidup menganggur itu juga sama. Pribadi-pribadi ini berpotensi untuk menjadi kufur. Pribadi-pribadi ini merasa terasingkan dalam berinteraksi. Pribadi-pribadi ini juga bisa akan melakukan perbuatan melawan hukum. Serta pribadi-pribadi ini juga dapat menjadi alat untuk kanal tujuan dan kepentingan tertentu.

Umumnya, siapa pun orangnya tidak terkecuali akan memposisikan diri menjadi orang yang berbeda manakala ada perubahan kedudukan sosialnya. Entah itu dari miskin menjadi kaya, entah itu dari pengangguran jadi berkedudukan atau yang semula bukan apa-apa menjadi penentu. Pendek kata menurut penulis kata-kata mutiara, emas, intan berlian disebut "nothing to something". Ada perubahan sikap dan sifat, itu kenyataan. Persoalan matarantai sosial yang nyaris tidak dapat diputus.

Tak heran kata sombong, angkuh dan sejenisnya akan menjadi kata yang terbentuk setidaknya dalam hati. Jangankan meminta bantuan, menjumpainya saja perlu waktu dan menunggu. Jawaban klasik akan diperoleh, maaf lagi sibuk. Lantas kadangkala muncul pertanyaan siapa yang dipersalahkan atas ini semua, entahlah.

Matarantai interaksi sosial ini nyata. Contoh saja, suatu ketika si polan ingin bertemu salah satu 'orang besar'. Sudah janjian, sudah juga diagendakan oleh staf pribadinya akan bertemu pada tempat dan pukul yang ditentukan. Tiba di sana malah si polan harus menunggu seperti orang bego berjam-jam lamanya. Akhirnya si polan pun memutuskan untuk pulang saja. Buat apa urusan sama orang model begini.

Perihal interaksi sosial seperti ini juga akan membentuk satu karakter pribadi yang memiliki sikap tegas yang berpotensi keras dan 'vocal' bahkan akan dikecam sebagai penentang. Ya mau apa lagi, kondisi yang menciptakan itu.

Saat luka terjadi itu ada rasa sakit. Pun jika sembuh juga akan tetap menimbulkan bekas yang tidak akan bisa dihilangkan. Walaupun sembuh juga akan berpotensi luka itu akan sakit kembali.

Semoga saja sketsa buram sosial ini dapat sedikit demi sedikit di 'cling' kan dengan hadirnya kembali 1 Muharram. Tidak ada perbedaan antara kita, yang berbeda hanyalah cara kita berfikir, cara kita menyikapi, cara kita dalam menyakini. Kita sama, sama-sama makhluk yang punya segumpal daging hati. Perasaan adalah salurannya dan saling menjaga dan menghargai adalah muaranya. (ar/ar)

Daun Saja Beda, Apalagi Pendapat Orang (Jangan Dipaksakan)

Ilustrasi beda pendapat
Foto: opini.id
Jakarta (WarkopPublik)--Pemutaran film 'itu' menjadi perbedaan pendapat. Ada setuju, ada tidak setuju, ada juga yang setuju dengan catatan. Ah...macam-macamlah. Perbedaan pendapat yang sudah ramai seperti ini seperti biasa di 'film' kan langsung dengan judul yang unik. Besoknya 'film' menjadi bahan pembicaraan yang kembali bernuansa balik kepada perbedaan pendapat.

Masalah perbedaan pendapat itu adalah hal yang umum dalam menyikapi sebuah pandangan atas sesuatu hal. Tak perlu untuk memaksakan diri bahwa satu pendapat adalah kebenaran dan satu pendapat lainnya adalah kekeliruan. Mau sampai 'telentang telungkup' pun perbedaan pendapat itu tidak akan pernah dapat disatukan.

Bebas saja kok dalam berbeda pendapat, hanya saja pendapat juga harus diikuti dengan etika dan moral. Jangan berpendapat 'asal bacok' saja. Ini bisa menimbulkan persoalan dan persinggungan baru, seperti 'berternak' dan 'budidaya' persoalan jadinya.

Kembali pada persoalan film 'itu'. Tentu juga menjadi hak orang lain untuk mau atau tidak menontonnya. Tidak perlu dipengaruhi apalagi dipaksa agar menontonnya. Namanya hak ya hak. Apakah hak itu akan diambil atau tidak berpulang kepada pribadi masing-masing. Sama seperti hak berserikat dan berkumpul, mau diambil haknya silahkan tidak juga ya tidak masalah.

Kalau begitu hak aku juga untuk perpendapat soal film 'itu'. Pendapatku soal film itu bukan pada sisi benar atau salahnya, bagus atau tidak bagus atau apalah. Tapi aku hanya berpendapat pada sisi manfaatnya. Apa manfaatnya bagiku melihat film 'itu'. Kalau lah aku menilai lebih banyak manfaatnya bagiku ya akan aku tonton, jika tidak ya tidak aku tonton. Boleh kan...ya boleh dong, kan hak menonton atau tidak itu urusan masing-masing.

Saat ini, menurut aku pribadi terjebak dalam sebuah kondisi apa untungnya bagiku. Toh orang susah lihat aku senang kok, dan senang lihat aku susah. Jadi prespektif ke depan adalah bagaimana mengurus periok aku agar tetap berasap, bagaimana mengurus mata air tetap mengalir. Sederhana kok hidup ini. Tak perlu dibuat rumit. Oh ya...ini pendapatku ya.

Aku yakin ada yang tidak sependapat denganku. Ya silahkan saja, itu hak. Jangan dipaksakan agar menjadi sependapat. Tumbuhan dan hewan dan apa-apa yang ada di dunia ini berbeda kok. Jenis daun saja itu beda alias tak ada yang sama. Jadi tidak perlu dipaksakan harus sama, karena jika disamakan maka bukan dunia lagi namanya. (ar/ar)

Sinopsis Shashi Dalam Prespektif Lain (English Vinglish)

English Vinglish
Foto: wikipedia
Jakarta (WarkopPublik)--Pernah menonton film berjudul "English Vinglish"? Aku sarankan untuk menontonnya. Film yang dirilis pada kisaran September 2012 adalah film bergenre drama asal India. Dibintangi oleh Sridevi, artis senior India yang berperan sebagai tokoh utama bernama Shashi.

Shashi merupakan ibu dari dua orang anak yang kesehariannya dipenuhi aktivitas mengurus anak-anak dan suami. Tak satu pun yang luput diurusnya asal anak-anak dan suami dapat melakukan aktivitas belajar dan bekerja, berprestasi dan berkarya. Berhasilkah apa yang diperbuatnya? Jelas berhasil, karena apa yang dilakukan Shashi didasari dengan cinta dan kasih sayang tulus.

Sebagai wanita Hindustan, Shashi memegang teguh budaya dan bahasa. Berpakaian sari, rambut dikepang, berkalung mangal dan menjaga salah satu makanan khas India berupa manisan yang bernama Laadoo. Tak pernah ia mengeluh, protes pada apa yang ia jalani itu.

Walau anak sulung dan suaminya acap kali lepas kontrol yang tanpa disadari menggores hati yang paling dalam, termasuk soal ia diklaim terlahir hanya untuk membuat manisan Laadoo serta ketidak mampuannya dalam berbahasa Inggris yang dinilai anak dan suami dapat membuat malu.

Marahkah ia, tidak. Karena ia yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah untuk keluarga, anak-anak yang sukses di masa depan dan suami dapat berkarir tinggi.

Jika beberapa sinopsis menuliskan film ini lebih cenderung pada keberhasilan dalam edukasi dimana Shashi dapat berbahasa Inggris manakala ia berusaha keras untuk itu. Dalam pidato berbahasa Inggris, ia berhasil memukau di hari pernikahan keponakannya di New York. Bahkan para hadirin yang hadir di pernikahan tersebut menangis haru.

Tak ayal, anak putri sulung dan suaminya merasa terpukul, malu dan merasa bersalah atas apa yang pernah tanpa sadar mereka perbuat kepada Shashi. Kenyataannya bahwa Shashi, wanita sekaligus ibu Hindustan yang dinilai kolot itu mampu memukau orang lain dengan bahasa Inggris yang menyentuh.

Sinopsis yang aku sajikan di sini mungkin dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa Shashi, wanita kolot Hindustan itu mengajarkan banyak hal. Ia mengajarkan nilai-nilai rasa, filantropi dan budaya. Ia akan rela melakukan apa saja dalam artian positif agar anak dan suaminya dapat memiliki jenjang prestasi dan karir. Dia bukan butuh cinta, namun yang dibutuhkan adalah rasa kasih sayang dan saling menghargai.

Saat kita membangun satu peradaban dengan menumbuh kembangkan sikap dan sifat rasa kasih, rasa sayang, rasa filantropi dan saling menghargai maka tidak akan kita dicekoki peristiwa-peristiwa bully, tawuran, narkoba, seks bebas, sara dan lainnya.

Kunci perubahan itu ada pada wadah seorang Ibu. Ikutilah apa yang dikatakan ibu karena seorang ibu tidak akan pernah mengantarkan keluarganya kejurang kehancuran. Patuhlah kepada ibu, karena ibu tahu apa yang terbaik bagi keluarga. (ar/ar)

E-Money, Semoga Menuju Gerbang Surga

Ilustrasi halal haram
Foto:http: studymuslim.blogspot.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Menjelang Hari Raya Idul Fitri, hal yang biasa terlihat di salah satu kawasan jalan protokol di Jakarta adalah munculnya para pedagang uang dadakan. Mereka bukan money changer. Mereka adalah pedagang uang rupiah yang dibeli dengan uang rupiah juga. Hanya saja pedagang mematok keuntungan dalam jual beli ini.

Misalkan kita membutuhkan segepok uang berjumlah 100 ribu rupiah dengan pecahan uang 5 ribu rupiah. Pecahan itu harus kita beli dengan pecahan 100 ribu rupiah. Biasanya pedagang uang ini mentarif keuntungan 10 sampai 20 ribu rupiah. Jadi jumlah yang kita bayarkan kepada pedagang uang ini selembar uang pecahan 100 ribu dan pecahan 10 ribu atau 20 ribu rupiah.

Uang rupiah dibeli dengan uang rupiah. Alias jeruk makan jeruk. Haram kah ini? Cuma ahli agama lah yang tahu.

Belakangan masif diinformasikan dan disosialisasikan penggunaan e-money. Katanya sih agar lebih efektif dan aman. Bagus sekali inovasinya, aku doakan semoga inovasi ini dapat mengantarkan para creatornya ke Gerbang Surga nantinya.

Misalkan begini, aku mengisi e-money sebesar 100 ribu rupiah. Jumlah ini aku tebus dengan uang rupiah sebesar 100 ribu rupiah ditambah biaya pembelian isi ulang. Jadi e-money ku sebesar 100 ribu rupiah tapi harus aku bayar lebih dari 100 ribu rupiah.

Uang rupiah dibeli dengan uang rupiah. Alias jeruk makan jeruk. Haram kah ini? Cuma ahli agama lah yang tahu. Bagus sekali inovasinya, aku doakan semoga inovasi ini dapat mengantarkan para creatornya ke Gerbang Surga nantinya.

Ada lagi yang menarik, saat aku isi ulang e-money sebesar 100 ribu rupiah. Jumlah ini aku tebus dengan uang rupiah sebesar 100 ribu rupiah ditambah biaya pembelian isi ulang. Mantabnya lagi e-money ku bukan berisi sebesar 100 ribu rupiah, tapi kurang dari 100 ribu rupiah. Karena niat yang suci dari para creator aku harus bayar lebih dari 100 ribu rupiah.

Uang rupiah dibeli dengan uang rupiah. Alias jeruk makan jeruk. Haram kah ini? Cuma ahli agama lah yang tahu. Bagus sekali inovasinya, aku doakan semoga inovasi ini dapat mengantarkan para creatornya ke Gerbang Surga nantinya.

Ini belum lagi sisa penggunaan e-money. Biasanya bersisa 2 ribu rupiah. Karena tidak cukup untuk pembayaran biasanya e-money main buang atau lupa diletak dimana. Efektif sekali ya alias hemat. Kalaulah ada puluhan ribu orang memiliki sisa e-money dan tidak digunakan lagi, uangnya hilang apa tidak ya.

Efektif dan efesien sekali ya. Haram kah ini? Cuma ahli agama lah yang tahu. Bagus sekali inovasinya, aku doakan semoga inovasi ini dapat mengantarkan para creatornya ke Gerbang Surga nantinya. (ar/ar)

Ngapai Saja, Cuma Merekalah yang Tahu

Ilustrasi mengetahui diri sendiri
Foto: grevalby.com
Jakarta (WarkopPubli)--Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) terbentuk era 2013 silam. Pembentukan ini sesuai mandat UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Masa kepengurusan berakhir pada 2016 lalu dan selanjutnya diperpanjang.

Tugasnya sangat mulia yakni melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggaraan ibadah haji serta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia.

Sebagai sebuah lembaga yang auto kritik terhadap kebijakan pemerintah khususnya dalam penyelenggaraan haji, semestinya KPHI lebih memberikan peran yang lebih nyata dan dapat diukur untuk peningkatan layanan haji hari ini, esok dan masa mendatang. Namun sayang, lembaga ini seperti jalan ditempat. Peran sertanya dalam perhajian belum dapat dirasakan. Aktivitasnya pun lebih didominasi hanya pada saat penyelenggaraan saja, atau lebih bersifat musiman.

Tanpa KPHI pun Kementerian Agama (Kemenag) akan mampu mengukir prestasi kerja. Suka tidak suka, terima tidak terima fakta dan data membuktikan bahwa penyelenggaraan haji tetap mengalami peningkatan kualitas dalam layanan kepada jamaah haji.

Bahkan saya prediksi Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) akan mengalami kenaikan yang akan menembus angka rentang 85 - 87 persen yang semula pada tahun 2016 IKJHI berada pada angka 83,83 persen.

Sudah empat tahun (plus perpanjangan) KPHI hadir dengan tugas yang sangat mulia. Sudah empat tahun juga operasional KPHI tentu diprogramkan. Lagi pula, soal pengawasan haji, soal memberikan masukan dalam penyelenggaraan haji sudah banyak lembaga yang melakukan. Ada audit kinerja dan audit keuangan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag. Tugas Itjen Kemenag itu juga diperkuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ada juga pengawasan pada jaminan pelaksanaan regulasi yang dilakukan oleh DPR RI. Pemantauan dan pengawasan dari DPD RI juga tak lepas setiap tahun. Belum lagi pengawasan dan pemantauan dari unsur lembaga swadaya masyarakat. Boleh dikatakan, dalam penyelenggaraan haji seluruh aktivitasnya dipagar betis oleh pengawas dan pemantau.

Belum lagi pengawasan dan pemantauan yang dilakukan para warganet di media sosial, menambah pagar betis itu dilapisi kawat berduri. Artinya, penyelenggaraan ibadah haji diawasi oleh seluruh lapisan dan unsur publik.

Terlalu banyak pengawasan dan pemantauan akan berpengaruh pada opportunity cost operasional dan program. Kalaulah operasional dan program ini dapat diintegrasikan maka akan ada satu pola pengawasan dan pemantauan yang efesien dan efektif. Saat ini pola pengawasan dan pemantauan dalam haji terlalu banyak persis seperti kegiatan gotong-royong membersihkan lingkungan.

Membersihkan lingkungan bisa dikerjakan oleh beberapa orang saja  dan akan selesai tepat sesuai harapan. Namun lingkungan dibersihkan oleh warga lingkungan itu sendiri. Bukan nilai efesien dan efektif tujuannya, namun nilai dan semangat silaturrahim dan kepedulian sosial yang dibangun antar warga.

Kalaulah pengawasan dan pemantauan haji didasari dengan nilai silaturrahim dan kepedulian sosial agaknya keliru. Karena fungsi pengawasan dan pemantauan itu bukanlah gotong-royong. Jadi apa sebenarnya esensi dan urgensi pengawasan dan pemantauan haji ini dilakukan banyak lembaga dan badan dan entah apa pun yang dikerjakan mereka cuma merekalah yang tahu. (ar/ar)

Apa Hebatnya si 'Kerempeng' Ade Wardhana

UIKA Bogor
Foto: wikimapia.org
Jakarta (WarkopPublik)--Panggung politik menjelang Pemilukada Bupati Kabupaten Bogor mulai menghangat. Bahkan, tampang-tampang calon bagai selebriti menghiasi pinggiran jalan dengan berbagai ukuran. Pastinya dengan gaya dan senyuman mengundang simpati. Iyalah pula, kalau tampangnya cemberut dan galak nanti ngerih-ngerih sedap orang memilihnya.

Kekuatan gambar itu memiliki pengaruh dalam simpatik. Ini bagian dalam produk politik, bagian dari simulacra. Tapi jangan sampai simulacrum dan hiperrealitis, kelipat dunia ini nanti.

Suatu hari aku berjalan bersama keluarga menuju salah satu pusat keramaian di Bogor. Dipertengahan jalan, aku melihat sebuah foto berukuran besar seorang pemuda 'kerempeng' berusia lebih kurang 33-an tahun. Foto berpeci berkemeja putih dengan senyum ramah tertulis Ade Wardhana Adinata, Pemimpin Baru dan Bogor Baru.

"Foto siapa sih itu, ayah kenal?" kata anakku. "Oh...itu foto calon Bupati Kabupaten Bogor nak," jawabku padanya.

Namanya Haji Ade Wardhana Adinata. Dia temanku sekampus di Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Semasa di kampus kisaran tahun 2004, aku sudah melihat karakternya yang memiliki prinsip dan menyenangi perubahan. Mungkin sama alasannya denganku memilih UIKA sebagai kampus perjuangan.

Pada kisaran tahun 2014 lalu, Ade meneleponku. Berbicara cukup panjang soal pendidikan. Dia bercerita akan menjadi pelayan pendidikan, pelayan bagi masyarakat. Karena dengan hal itu dia dapat berbuat sesuatu untuk masyarakat Bogor. Dia juga bercerita bagaimana potret kesehatan di Kabupaten Bogor. Dua parameter penentu kebidupan sosial dan taraf hidup.

"Bagus, aku setuju dengan pemikiran ente. Pemikiran perubahan berkemajuan. Ente sebagai putra asli Bogor sudah menjadi kewajiban untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat dimana ente dilahirkan diminta atau tidak," jawabku.

"Siap Bang Haji," jawabnya.

Lama tak berkomunikasi, akhirnya aku melihat bahwa memang untuk merubah Kabupaten Bogor menjadi lebih baik ke depannya maka harus menduduki jabatan penting. Karena dengan jabatan itu dapat dikeluarkan kebijakan untuk perbaikan, pembenahan, perawatan dan peningkatan layanan merakyat menuju kecerdasan, kesehatan dan kesejahteraan bersama.

Hayo De, ente ambil kekuasaan itu. Jangan main tanggung. Doa dan ikhtiar saja tidak cukup. Harus ada nekad, karena nekad bagian dari usaha agar ente dapat menjadi Bupati Bogor. Selanjutnya dengan nekad itu juga ente dapat melakukan perubahan besar dan mendasar sesuai cita. Aku yakin usaha ente sampai. (ar/ar)

Padamkan Api Neraka dengan Air Mata

Ilustrasi Neraka
Foto: diedit.com
Jakarta (WarkopPublik)--Sebuah tulisan dilaman bbc.com berjudul "Main curang di Rumah Tuhan: Kisah-kisah terluputkan dari perjalanan haji" saya kira akan cukup menohok umat Islam saat membacanya.

Saya pribadi sepakat dengan penulis, bahwa ada nilai-nilai ibadah yang bisa jadi akan tergerus sadar atau tidak. Foto atau video saat proses pelaksanaan ibadah tanpa alasan kuat memang masih menjadi perdebatan dikalangan ulama. Meski ada perbedaan, setidaknya ada konsensus bersama atas makna ibadah haji atau umrah.

Penulis seperti memberikan sinyal gugatan tentang kemabruran ibadah haji dan umrah yang dilakukan oleh para selfie dan vlog. Situasi ini juga menjadi selancar sosial bahwa ada tuntutan pembenahan pada makna dan hikmah ibadah haji dan umrah.

Pergerakan kebutuhan ibadah bisa berubah menjadi wisata. Semisal saat pelaksanaan tawaf, tak sedikit ringtone ponsel berdering bahkan berbaur dengan khidmatnya kumandang doa-doa tawaf. Apakah ini bagian dari cobaan dan godaan untuk menjadi lebih khusuk atau lemahnya ketegasan dan aturan untuk menjaga suasana saat tawaf untuk lebih khidmat.

Tuntutan pada kebutuhan hasrat fasilitas layanan tentang ibadah haji dan umrah saat ini lebih kuat dibandingkan kekhidmatan dalam ibadah. Semua akan mengatakan bahwa pelayanan semakin baik dan jamaah dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Lalu, bagaimana kualitas ibadahnya?

Ada sisi lain dalam ibadah haji dan umrah yang sangat penting untuk dibenahi, dikuatkan, diajarkan dan ditaati untuk menjaga kualitas ibadah itu sendiri. Terimakasih kepada penulis Hasanudin Abdurakhman yang tidak segan dan sungkan untuk mengkritisi pribadi-pribadi soleh dan soleha dan memberikan pandangan untuk peningkatan kualitas ibadah.

Cara ampuh untuk memadamkan panasnya api neraka adalah dengan air mata. Air mata penyesalan, air mata istigfar, air mata tadabur dan air mata tafakur. Semoga apa yang ditulis oleh Saudara kita Hasanudin menjadi muhasabah kita bersama untuk memadamkan panasnya api neraka. (ar/ar)

Perempuan Melayu Berbaju Kurung Berkerudung Jadi Presiden

Presiden ke-8 Singapura Halimah Yakob
Foto: analisadaily
Jakarta (WarkopPublik)--Halimah Yacob merupakan presiden perempuan pertama di negara yang mayoritas berpenduduk keturunan China. Kisaran 5,7 juta penduduk Singapura, 74% terdiri dari China, 13% Melayu, 9% India dan selebihnya kategori "lainya."

Nama Halimah tentu dalam pemikiran kita biasanya merupakan nama-nama orang 'awak' yang penampilanya berbusana baju kurung dan berkerudung. Memang, dia adalah orang 'awak' yang berkerudung berasal dari ras Melayu. Lebih kurang 46 tahun terakhir kali negeri itu tak dipimpin oleh Orang Melayu, pasca Presiden pertama Singapura Yusof Ishak. Ia dilantik secara resmi pada Kamis, 14 September 2017.

Upacara pelatikan presiden ke-8 sebagai pengganti Tony Tan Keng Yam yang masa jabatannya telah berakhir itu disaksikan oleh Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, dan Hakim Ketua Sundaresh Menon.

Halimah adalah mantan Ketua Parlemen Singapura. Ia menjadi satu-satunya kandidat tunggal yang memenuhi syarat pemilu presiden 2017. Dua kandidat rivalnya Mohamed Salleh Marican dan Farid Khan gagal memenuhi syarat.

Halimah jadi sorotan dunia dan mengundang kontroversi. Dilansir BBC, warga Singapura khususnya melalui media sosial banyak yang menekankan bahwa Halimah adalah Presiden yang 'selected' artinya hanya dipilih oleh Komite dan bukan oleh warga Singapura atau 'elected'. Selain itu muncul tagar #NotMyPresident sebagaimana tagar yang pernah muncul di Pemilu AS usai Presiden Donald Trump terpilih.

Sebagian masyarakat Singapura juga menilai bahwa keterpilihan Halimah yang menang hanya karena calon tunggal tidak punya legitimasi yang kuat karena bukan dipilih rakyatnya.

Itu biasa dalam kompetisi kedudukan, ada kalah ada menang. Riak-riak ini sudah hal yang wajar dan tak perlu untuk ditanggapi. Terpenting adalah bahwa nama Halimah sebagai Presiden Singapura menjadi catatan takdir bahwa Perempuan Melayu berkerudung itu kini adalah seorang Presiden ke-8 Singapura.

Perempuan Melayu berkerudung itu menjadi presiden merupakan motivasi dan spirit bagi Orang Melayu untuk terus memacu dan memicu cita tinggi ke depan dan sekaligus membantah sebuah tulisan mengaitkan politik dan Orang Melayu yang mengatakan bahwa Orang Melayu tidak lagi boleh bergantung pada kata-kata keramat Hang Tuah dan kemungkinan kata-katanya tidak lagi akan menjadi kenyataan. Tak kan Melayu Hilang di Bumi. (ar/ar)

10 Catatan Haji 2017

Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin
Foto: okezone
Jakarta (WarkopPublik)--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menggelar rapat evaluasi bersama delegasi Amirul Haj dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tentang penyelenggaraan haji tahun 2017. Evaluasi yang dilakukan di Kantor Teknis Urusan Haji di Jeddah pada hari Sabtu (09/09) menghasilkan 10 catatan untuk peningkatan layanan penyelenggaraan masa mendatang. Berikut 10 catatan dimaksud:

1.   Perbaikan infrastruktur di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armina).

Perlunya penambahan pasokan listrik, tenda, dan toilet, terutama di Mina. Akan hal ini, perlu ada dua hal yang dilakukan ke depan:

a.    Dibutuhkan usaha-usaha yang dilakukan untuk dapat mempengaruhi pemerintah Arab Saudi dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang di inginkan (lobi) dalam hal ini agar terjadinya peningkatan kapasitas infrastruktur di Mina.

b.    Perlu perubahan strategi penempatan jamaah di Mina. Mendatang, akan ada dua atau tiga kloter di setiap maktab yang hotelnya berada di sekitar jamarat. Ini perlu agar saat menginap (mabit) di Mina, mereka bisa kembali ke hotel sehingga tenda bisa ditempati kloter lain dan tidak berdesak-desakan.

2.   Terkait status jamaah haji. Jangan terjadi lagi ada jamaah yang dideportasi karena ternyata memiliki catatan hukum di Arab Saudi. Hal yang akan dilakukan mendatang adalah agar sejak awal harus sudah bekerjasama dengan imigrasi Saudi untuk melakukan diteksi awal catatan hukum jamaah (screening).

3.   Rencana perubahan sistem sewa hotel di Madinah. Hal ini adalah bagian yang perlu didalami untuk mengubah sewa berdasarkan watu (blocking time) menjadi sewa berdasarkan musim sebagaimana pemondokan di Makkah (sewa musim).

4.   Penambahan kuota petugas. Dibutuhkan lobi yang kuat. Tahun ini, kuota petugas hanya 3.500, dan itu terbukti belum mampu mengimbangi banyaknya jamaah haji Indonesia.

5.   Perlunya ruang rawat khusus di bandara, Jeddah dan Madinah. Merancang agar tahun depan selain kantor daerah kerja, ada ruang khusus bagi jamaah yang memerlukan ruangan lebih layak saat menghadapi kendala kesehatan.

6.   Melobi pemerintah Arab Saudi agar bus pengantar jamaah ke Masya'ir (Arafah - Muzdalifah - Mina) bisa diupgrade. Masih banyak jamaah Indonesia yang menggunakan bus tua. Walaupun selama ini, angkutan Masya'ir menjadi kewenangan penuh pemerintah Arab Saudi.

7.   Keberadaan TPHD (Tim Pemandu Haji Daerah). Mendatang harus ada penegasan tentang siapa yang layak menjadi TPHD dan bagaimana tugas mereka bisa dioptimalkan.

8.   Terkait jamaah yang belum diketahui keberadaannya. Akan dilakukan penguatan proses jejak telusur (sweeping) dilakukan secara lebih maksimal, bila perlu hingga menjangkau rumah sakit jiwa dan tempat lainnya. Sweeping harus lebih menyeluruh.

9.   Tentang pembinaan ibadah. Masalah ini tidak hanya tentang waktu lempar jumrah, tapi juga yang terkait masalah perhajian lainnya. Ini juga terkait fikih, sejarah, dan hikmah haji yang harus diurai secara mendasar agar meminimalisir ketidakpahaman jamaah haji.

10.  Terkait telaah regulasi. Ini penting untuk memastikan apakah ada regulasi yang sudah tidak relevan atau bahkan bertentangan dengan upaya peningkatan kualitas haji ke depan. Revisi regulasi, sejak undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden dan lainnya perlu dilakukan. (ar/ar)

Jauhkan dari Kalkulator, Dekatkan Neraca Kemanusiaan

Ilustrasi dokter mata duitan
Foto: acemaxsku.my.id
Jakarta (WarkopPublik)--Wafatnya bayi Deborah, seolah memberikan sinyal yang kuat bahwa ada kecenderungan pergeseran charity menuju kemutlakan industri bisnis.

Pada era 80-an semasa aku duduk di sekolah dasar, terekam dengan sangat kuat dalam pemikiranku hingga saat ini bahwa urusan kesehatan lebih kepada charity. Tercatat nama yang masih lengket dalam ingatanku saat ini "Mantri Purba" lalu ada "Mak Otan". Mereka membuka semacam poliklinik di rumahnya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar.

Kata "untung" sepertinya jauh dari pemikiran mereka. Bagaimana tidak, pasien yang datang ke tempat praktek mereka tak pernah ditanya apakah punya uang atau tidak. Terpenting bagi mereka adalah bagaimana pasien sembuh. Kata "menunggu" itu pun jauh dari kamus hidup pelayanan mereka. Jam berapa pun mereka siap untuk melayani bahkan datang langsung ke rumah pasien yang membutuhkan pertolongan.

Kaya kah mereka? Walah..walah...jangan kan bicara soal mobil atau motor. Mungkin mimpi pun mereka tidak pernah untuk berfikir membelinya. Hanya Sepeda Jonder (sebutan anak Medan untuk sepeda ontel) yang dimiliki.

Ini hanya sepenggal kisah, sepotong sketsa komparatif bahwa kecenderungan amal sepertinya semakin rampung menuju wujud baru 'kalkulator' yang menjanjikan.

Semoga para pejuang pelayan kesehatan seperti Mantri Purba dan Mak Otan di masa kini dan mendatang masih ada. Hingga kepercayaan publik kepada urusan amal terkait dengan kesehatan itu masih terbungkus dengan baik. Bersama kita doakan agar amal dimaksud dijauhkan dari 'kalkulator' dan didekatkan dengan neraca kemanusian. (ar/ar)