Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Jumat, 03 November 2017

Budaya Warisan atau Berani Inovatif (Paten)

Ilustrasi jamaah haji
Foto: geotimes.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Era keterkinian tidak lagi berbisik, sudah berubah 360 derajat menjadi interlokusi tanpa batas dan waktu. Milenial kini bicara soal keterbukaan ruang untuk berkreasi dan menapak pola pikir dari sudut pandang berbeda, dan menjadikan diri sebagai jelata dan bukan penguasa. Inilah kenyataan yang niscaya dihadapi, ditengah pertarungan, kompetisi dan perkembangan arus globalisasi teknologi informasi dan komunikasi.

Menutup diri bukan lagi budaya yang harus dipertahankan. Sebab, petaka masalah akan menjadi rapor rutin. Apalagi diketerkinian saat ini sebuah cerita boleh jadi ditentukan oleh biro redaksi atau warganet. Baik bisa jadi buruk dan buruk bisa jadi baik ditengah mulai melunturnya kepercayaan publik kepada pemerintah.

Mulai melunturnya kepercayaan itu akan diwarnai dengan dua warna. Warna pertama adalah warna pujian. Warna yang kedua adalah warna kritik.

Warna pujian ini cenderung emosional yang memiliki kepentingan tertentu. Warna pujian juga dapat diartikan pada realitas atas apa yang ada secara nyata.

Adapun warna kritik cenderung bersuara vokal. Warna ini semestinya tidak lagi dipersepsikan sebagai penentang. Vokal kiranya dapat didudukkan dalam posisi autokritik. Mengapa demikian, kevokalan itu terlahir sebagai dampak dua pisikologis. Pertama, luapan pengetahuan sebagai dampak terbendung tirani budaya warisan. Kedua, ketidaktahuan.

Kedua warna ini adalah aset, tergantung pada bagaimana cara mengelola menjadi harmoni. Dirangkul dan diberdayakan sekaligus diasupi pengetahuan dan bukan untuk dimarginalkan.

Nah tentang itu, aku ingin mengingatkan soal penyelenggaraan haji yang semakin meningkat pelayanannya. Peningkatan ini perlu diwaspadai. Mengapa? Semakin meningkatnya layanan haji pada 2017 dengan angka indeks 84.85 ini berpotensi menjadi ancaman. Dikatakan ancaman karena apabila pada tahun esok terjadi penurunan. Kerja keras dan cerdas untuk mempertahankannya sesuatu yang harus dilakukan. Jika tidak bersiaplah menyambut tajamnya kritik yang akan datang diundang ataupun tidak.

Menyikapi itu, maka butuh program yang terintegrasi. Tak perlu kiranya program banyak namun kecil sasaran. Sedikit program namun luas sasaran. Program dengan strategi terintegrasi diyakini akan mampu mempengaruhi wawasan dan cara pandang perihal penyelenggaraan ibadah haji.

Melalui strategi ini juga akan disasar peran vital Kementerian Agama (Kemenag) dalam mengubah struktur bimbingan jamaah yang selama ini terkesan stagnan dan setiap tahun menjadi perhatian para pihak. Peran vital Kemenag dalam merubah KBIH menjadi kelompok bimbingan belajar (bimbel) sepanjang tahun. Bimbel sebagai operator, regulatornya Kemenag dan Supervisornya adalah lembaga penjamin mutu bimbingan. Targetnya bebas buta manasik haji.

Juga hal lainnya yang dinilai urgen dan esensi untuk dilakukan upaya masif mempengaruhi. Seperti, pemutahiran dan penguatan struktur PPIH Arab Saudi dengan mengembangkan peran kerjanya. Selama ini peran TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu hanya dipusatkan pada masing-masing kloternya dan disebutlah dengan nama petugas kloter dan hanya bertanggungjawab hanya pada kisaran 325-550 jamaah. Sedangkan Sektor harus bertanggungjawab pada kisaran 17.000 jamaah ekuivalen 6 maktab ekuivalen 37 kloter.

Mengapa tidak dijadikan saja gabungan TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu menjadi sub sektor yang akan bertanggungjawab pada kisaran 3.000 jamaah ekuivalen 1 maktab ekuivalen 6 kloter. Predikat atas TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu adalah petugas yang terlegalisasi dalam kepanitiaan PPIH Arab Saudi. Tiada lagi nama petugas kloter dan non kloter. Hanya ada satu nama yakni petugas PPIH Arab Saudi.

Peran kelembagaan PPIH ini juga mesti diharmonikan. Ada irisan kuat antara PPIH Arab Saudi, PPIH Embarkasi dan PPIH Pusat. Tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri. Hingga menyimpulkan satu nama kelembagaan yang disebut Petugas PPIH Indonesia. Legalisasinya pun kiranya perlu diubah yang langsung dilegalisasi oleh Presiden. (ar/ar)

Aku atau Kau yang Atur, Kau Penentunya

Ilustrasi selfie
Foto: collection.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) semakin menancapkan kuku panjang tajam dan runcingya di dunia yang dihuni yang namanya manusia. TIK bagai mengatakan, "Aku adalah yang pertama dan terutama. Aku punya dua makna. Bisa kau jadikan manfaat dan bisa juga kau jadikan mudarat. Tergantung kau lah pokoknya."

Transaksi semakin cepat, tepat dan nyaman karena aku. Semua sendi kehidupan aku 'rasuki'. Hanya satu hal yang tidak dapat ku rasuki. Dia adalah orang yang memiliki tingkat takwa dan disiplin yang tinggi. Karena dialah yang mengatur aku. Namun di luar manusia tersebut, aku lah yang mengatur dia.

Lihatlah, bagaimana aku digunakan dalam proses ibadah. Tak sedikit nada ku bercampur dengan bacaan suci saat manusia melakukan ritual ibadah. Tak sedikit pula blitz mata lukis dan visualku menjadi bagian yang sebenarnya bukan bagian dari prosesi yang diajarkan syariat, justru kehadiranku seperti menjadi syariat. Jangan heran blitzku berlatarkan situs-situs suci.

Jangan salahkan aku, karena aku tak tahu apa-apa. Aku hanya alat yang diam dan tak akan pernah melakukan perlawanan. Aku bekerja sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh siapa yang memegang aku. Itulah aku, aku selalu berdoa dan berharap gunakanlah aku sebaik mungkin, tepat waktu dan tepat kondisi. Jika tidak, maka aku dapat menjadi hal nyata yang dapat menghancurkan dirimu, keluargamu, lingkunganmu bahkan negaramu.

Tetapi, jika kau ikuti harapanku agar aku digunakan tepat waktu dan kondisi maka aku adalah hal nyata yang dapat memuliakanmu, mensejahterakanmu, meninggikan derajatmu, keluargamu, lingkunganmu dan negaramu. (ar/ar)