Jakarta (WarkopPublik)--Lagi-lagi terjadi permasalahan pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sekitar 100 orang jaemaah program umrah merasa sangat kecewa karena tidak jadi diberangkatkan oleh PT Putra Tanjung Arafah Tour (PT PTAT).
Alasannya, karena paspor dan visa para jemaah belum selesai pengurusannya. Padahal para jemaah Umrah yang berasal dari Jambi, Pariaman, Painan dan berbagai daerah di Sumbar lainnya sudah diinapkan di Asrama Haji Tabing (11/01/2016). Rencananya akan diberangkatkan 12 Januari 2016 atau sehari setelah masuk asrama.
Namun saat-saat akan berangkat barulah muncul persoalan, perusahaan penyelenggara menyatakan paspor dan visa para jemaah belum siap. Tak pelak lagi, para jemaah sangat kecewa. Maklum saja, sebab semua jemaah itu sudah pamit kepada keluarga, andaitaulan dan mitra relasinya. Tapi, nyatanya mereka benar-benar batal berangkat.
Selanjutnya para peserta meminta pengembalian uang kepada Zulkifli, Dirut PT PTAT. Zulkifli pun berjanji akan mengembalikan uang para jemaah pada 27 Januari 2016. Namun setelah hari ‘H’, uang itu belum juga dikembalikan.
Berikutnya, karena tidak bertemu dengan Zulkifli para jemaah pun mendatangi rumah Zulkifli di Lubuk Buaya. Lagi-lagi Zulkifli tak di rumah. Yang ada cuma istrinya. Jemaah pun membawa istri Zulkifli ke Polsek Koto Tangah. Tanya punya tanya, ternyata rumah yang ditempati Zulkifli berstatus rumah kontrakan. Masa kontraknya pun sudah habis 8 Januari 2016. Janji diperpanjang, namun nyatanya hingga kemarin Zulkifli tidak juga membayar biaya lanjutan kontrakan.
Ketika hal-hal seperti ini terjadi dan merugikan puluhan atau bahkan ratusan jemaah Umrah, tentu kembali kita berpikir tentang betapa pentingnya menata dan mengatur perusahaan penyelenggara ibadah Umrah. Tujuannya agar tidak ada lagi alasan paspor dan visa yang terlambat pengurusannya. Bahkan kasarnya, tidak terjadi lagi penipuan.
Sebelumnya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) bermaksud membenahi penyelenggaraan ibadah Umrah yang selama ini ditangani oleh perusahaan swasta. Pasalnya, selama ini terdapat beberapa perusahaan penyelenggara yang menelantarkan calon jamaah umrah sehingga tidak jadi berangkat dan bahkan ada perusahaan yang lepas tangan begitu persoalan terjadi.
Saat ini jumlah penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sebanyak 266 perusahaan. Tahun 2014 sebanyak 14 PPIU dibekukan izinnya karena menelantarkan jamaah umrah. Penolakan secara terbuka atas keputusan pemerintah mengambil alih penyelenggaraan ibadah umrah juga sudah dinyatakan Ketua Komisi VIII DPR Saleh P Daulay.
Pemerintah diminta agar lebih berkonsentrasi menata penyelenggaraan haji reguler yang setiap tahun dirundung masalah.
Data Kemenag menunjukkan jemaah umrah dari tahun ke tahun terus bertambah. Tahun 2011 sebanyak 295.185 orang, tahun 2012 melonjak jadi 512.147 orang. Berikutnya tahun 2013 jemaah umrah menjadi 714.032 orang dan pada tahun 2014 menembus satu juta orang. Data Juni 2015 sudah tercatat sekitar 600.000 orang yang menjadi jamaah umrah di tanah air. (haluan/ar)
Alasannya, karena paspor dan visa para jemaah belum selesai pengurusannya. Padahal para jemaah Umrah yang berasal dari Jambi, Pariaman, Painan dan berbagai daerah di Sumbar lainnya sudah diinapkan di Asrama Haji Tabing (11/01/2016). Rencananya akan diberangkatkan 12 Januari 2016 atau sehari setelah masuk asrama.
Namun saat-saat akan berangkat barulah muncul persoalan, perusahaan penyelenggara menyatakan paspor dan visa para jemaah belum siap. Tak pelak lagi, para jemaah sangat kecewa. Maklum saja, sebab semua jemaah itu sudah pamit kepada keluarga, andaitaulan dan mitra relasinya. Tapi, nyatanya mereka benar-benar batal berangkat.
Selanjutnya para peserta meminta pengembalian uang kepada Zulkifli, Dirut PT PTAT. Zulkifli pun berjanji akan mengembalikan uang para jemaah pada 27 Januari 2016. Namun setelah hari ‘H’, uang itu belum juga dikembalikan.
Berikutnya, karena tidak bertemu dengan Zulkifli para jemaah pun mendatangi rumah Zulkifli di Lubuk Buaya. Lagi-lagi Zulkifli tak di rumah. Yang ada cuma istrinya. Jemaah pun membawa istri Zulkifli ke Polsek Koto Tangah. Tanya punya tanya, ternyata rumah yang ditempati Zulkifli berstatus rumah kontrakan. Masa kontraknya pun sudah habis 8 Januari 2016. Janji diperpanjang, namun nyatanya hingga kemarin Zulkifli tidak juga membayar biaya lanjutan kontrakan.
Ketika hal-hal seperti ini terjadi dan merugikan puluhan atau bahkan ratusan jemaah Umrah, tentu kembali kita berpikir tentang betapa pentingnya menata dan mengatur perusahaan penyelenggara ibadah Umrah. Tujuannya agar tidak ada lagi alasan paspor dan visa yang terlambat pengurusannya. Bahkan kasarnya, tidak terjadi lagi penipuan.
Sebelumnya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) bermaksud membenahi penyelenggaraan ibadah Umrah yang selama ini ditangani oleh perusahaan swasta. Pasalnya, selama ini terdapat beberapa perusahaan penyelenggara yang menelantarkan calon jamaah umrah sehingga tidak jadi berangkat dan bahkan ada perusahaan yang lepas tangan begitu persoalan terjadi.
Saat ini jumlah penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sebanyak 266 perusahaan. Tahun 2014 sebanyak 14 PPIU dibekukan izinnya karena menelantarkan jamaah umrah. Penolakan secara terbuka atas keputusan pemerintah mengambil alih penyelenggaraan ibadah umrah juga sudah dinyatakan Ketua Komisi VIII DPR Saleh P Daulay.
Pemerintah diminta agar lebih berkonsentrasi menata penyelenggaraan haji reguler yang setiap tahun dirundung masalah.
Data Kemenag menunjukkan jemaah umrah dari tahun ke tahun terus bertambah. Tahun 2011 sebanyak 295.185 orang, tahun 2012 melonjak jadi 512.147 orang. Berikutnya tahun 2013 jemaah umrah menjadi 714.032 orang dan pada tahun 2014 menembus satu juta orang. Data Juni 2015 sudah tercatat sekitar 600.000 orang yang menjadi jamaah umrah di tanah air. (haluan/ar)