Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Kamis, 22 Oktober 2015

Duet Lukman Hakim Saifuddin-Abdul Djamil: Pembangun Fundamen Transformasi Penyelenggaraan Haji Indonesi

Jakarta (WarkopPublik)--Sejarah panjang penyelenggaraan haji nusantara setidaknya sejak tahun 1893 dimana Herklots dan Firma Alsegoff & co menorehkan sejarah kelam haji. Setelahnya perbaikan haji secara terus-menerus dilakukan dan tetap meninggalkan catatan kritisi pada tiga aspek penyelenggaraan (pemondokan, katering dan penerbangan) yang tidak pernah selesai.  Hingga akhirnya persoalan besar itu dapat diselesaikan pada musim haji 2015. Semua ini terwujud karena koordinasi dan kemauan yang kuat.

Kurang lebih 122 tahun (1893-2015) hal ini dinantikan dalam geliat pelaksanaan penyelenggaraan haji berciri kelembagaan. Keberhasilan ini merupakan keberhasilan bersama, keberhasilan bangsa Indonesia untuk bangkit dan bersama meningkatkan penyelenggaraan haji setiap tahunnya.

Usaikah, tentu belum. Justru ini adalah lembaran awal mulainya transformasi penyelenggaraan haji dan fundamental awal penataan penyelengaraan umrah berkepastian dan merakyat.

Tiga Persoalan Besar Haji Sepanjang Sejarah Selesai

Penyelenggaraan haji tahun ini merupakan penyelenggaraan terbaik sepanjang sejarah, terlepas dari musibah terjungkalnya crane di Masjidil Haram (11/09/2015) maupun musibah Jalan Arab 204 Mina (24/10/2015) yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Ini bukan klaim tanpa dasar, persoalan tiga variable besar haji pemondokan dan katering (33 persen), penerbangan (45 persen) selesai pada tahun ini  berbanding terbalik dengan biaya haji yang dapat ditekan. Persoalan sebesar 22 persen merupakan persoalan campuran dan secara prinsip rata-rata dapat dicapai.

Kuota tepat sasaran dan peruntukannya, percepatan pelunasan bermodel dua tahap, pemondokan Madinah semua di Markaziah bersistem sewa semi musim, pemondokan Makkah setara hotel berbintang tiga, makan gratis di Makkah, peningkatan layanan Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina), Layanan bus salawat 24 jam, peningkatan layanan penerbangan bercorak gelombang dan tujuan searah serta konsistensi jadwal berskala erorr mendekati nol (rata-rata delay 1,5 jam). Ini beberapa fakta dari sekian banyak persoalan masa lalu yang kerap menjadi pekerjaan rumah tahunan. Kenyataannya pekerjaan rumah tahunan ini dapat diselesaikan dengan baik, tepat dan terarah pada musim haji 2015. Dapat diprediksi hasil survei kepuasan layanan haji akan mencapai angka indeks kepuasan berkisar antara 87-90 persen.

Fakta penyelenggaraan ini dapat dikatakan terbaik sepanjang sejarah ketika kita melihat ke belakang bagaimana haji pada era tahun kolonial, revolusi, kemerdekaan, orde lama, orde baru, reformasi dan pasca reformasi. Pada era itu, tiga variable besar haji tidak kunjung dapat diselesaikan dan senantiasa menjadi kritik tanpa henti, dan tahun inilah momentum perbaikan itu tercapai ketika tiga persoalan itu dapat diselesaikan. Bahkan media nyaris tak terdengar menyuarakan kritisi namun sebaliknya justru mengapresiasi atas tiga layanan ini. Hanya 'sedikit orang' yang tidak mengakuinya, seolah apa yang diperbuat dan faktual kesuksesan haji tenggelam dengan hal-hal baru yang dibangun sebagai alat kritisi.

Namun demikian, Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama dan Abdul Djamil sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (mereka) tidak tinggi hati dan tetap merasa perlu melakukan peningkatan terhadap layanan. Ikrar budaya kerja integritas, profesionalitas, inovatif, bertanggung jawab, dan keteladanan yang dideklarasikan adalah instrumen untuk selalu berkarya, bekerja dan berbuat yang terbaik untuk umat.

Kemenag membuka diri untuk menerima kritik konstruktif dalam mentranformasikan penyelenggaraan haji untuk melayani dengan langkah rutin melakukan evaluasi penyelenggaran haji. Evaluasi merupakan bahan bagi percepatan panitia kerja untuk melakukan tugasnya menyusun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Semakin cepat terealisasi maka semakin cepat pula persiapan penyelenggaraan dilakukan pada seluruh aspek.

Manajemen Kriris

Terkait manajemen krisis atas peristiwa terjungkalnya crane dan Mina, kita mengetahui proses identifikasi korban berjalan baik, pelan namun pasti Petugas Haji Indonesia dapat menyelesaikan tugas dengan baik yang diamanahkan kepada tim yang dibentuk. Kritisi tajam untuk Lukman dicopot dari jabatannya adalah kritisi yang jauh dari kesantunan berfikit positif, intelek dan proffesional. Kritisi itupun akhirnya dibantah publik.

Survei nasional Poltracking Indonesia dalam evaluasi publik satu tahun pemerintahan Jokowi-JK (7-14/10/2015) menyebutkan bahwa hanya empat menteri di Kabinet Kerja Jokowi-JK yang diberi nilai puas oleh publik. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin masuk dalam tiga besar jajaran menteri Kabinet Jokowi-JK dengan popularitas tertinggi. Menag menduduki posisi ketiga (46,42 persen) sebagai menteri paling populer. Peringkat  teratas diperoleh Susi Pujiastuti (63,79 persen) dan Anies Baswedan (49,47 persen). Sementara Menteri Sosial  Khofifah Indar Parawansa menduduki peringkat keempat (46,11 persen). 

Sesaat pasca musibah Mina yang terjadi (24/09/2015). Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memimpin koordinasi Petugas Haji Indonesia untuk menentukan langkah strategis penanganan krisis.

Langkahnya, membentuk tiga tim untuk mempercepat proses identifikasi jemaah haji Indonesia korban Mina. Pertama, tim pendataan jemaah haji yang dilaporkan belum kembali ke rombongan. Kedua, tim pencari jejak korban di rumah sakit Arab Saudi. Ketiga, tim identifikasi jenazah di Majma ath-Thawary bil-Muaishim (tempat pemulasaraan jenazah).

Petugas Haji Indonesia juga menyediakan layanan hotline +966543603154 di Mekkah dan Posko Informasi Mina di Jakarta. Kedua layanan informasi yang beroperasi 24 jam untuk memastikan keluarga korban memperoleh kemudahan akses informasi secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak sekadar memimpin rapat, Menag turun ke lapangan untuk memastikan setiap langkah penanganan krisis Mina tersebut berjalan secara optimal. Ikut mengecek identitas mayat di tempat pemulasaraan jenazah di Muashim, dan melakukan menegosiasi dengan otoritas setempat untuk mempermudah akses proses identifitasi jenazah. Menag juga berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri dan Kapolri untuk membahas pengiriman Tim Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri guna mempercepat proses identifikasi.

Hingga hari ke-23 pasca kejadian, Petugas Haji Indonesia berhasil mengidentifikasi 129 jenazah warga negara Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 124 jenazah jemaah haji Indonesia dan 5 jenazah warga Negara Republik Indonesia yang bermukim di Arab Saudi. Penemuan ini menandai berakhirnya proses identifikasi jenazah jemaah haji Indonesia korban Mina di tempat pemulasaraan jenazah Muaishim.  Juga tentang korban musibah robohnya crane di Masjidil Haram (11/09/2015) yang menimbulkan korban 12 jemaah wafat dan 49 lainnya luka-luka, seluruh korban wafat telah teridentifikasi.

Penyelenggaraan Haji Berpihak dan Merakyat

Lahirnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji merupakan momentum dan semangat baru, memperlihatkan eksistensi penyelenggaraan haji berpihak kepada rakyat. Mandatnya jelas dengan membentuk sebuah badan yang melakukan pengelolaan dana haji. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ini bertujuan meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, efesien sekaligus rasionalitas terkait BPIH, dan memberikan kemaslahatan bagi umat. Tentu pengelolaannya mendedepankan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.

Sistem perekonomian pasca hiper inflasi di era 1932-an, prilaku ekonomi terwujud dalam tiga aktivitas. Pertama, konsumsi, kedua; investasi dan ketiga; berjaga-jaga. Pemetaan komsumsi sebesar 55 persen, berjaga-jaga 14 persen rasio kecukupan modal (CAR) dan 31 persen investasi. 31 persen atau sekitar 24 trilyun dari total lebih kurang 77 triltun dana haji yang terhimpun. Ini yang penting untuk dioptimalkan dan masuk pada aspek investasi berbasis kerakyatan dan dapat dirasakan manfaatnya bagi jemaah haji dan umat serta optimis pertumbuhan optimalisasi dana haji mencapai dua digit setiap tahunnya.

Investasi akan semakin luas dan tidak hanya terpaku dengan pasar skunder dalam bentuk sukuk dan deposito. Terbukanya peluang investasi riil ini akan mamacu pertumbuhan ekonomi (multiplier effects) pada siklus tiga sektor (pemerintah, rumah tangga dan produsen). Manfaatnya semua digunakan untuk sebesar-besarnya peningkatan layanan haji dan kemaslahatan umat.

Peningkatan mutu layanan pada sektor penyelenggaraan haji yang dinilai belum maksimum akan menjadi perhatian khusus pada penyelenggaran ke depan. Problematika sebesar 22 persen persoalan campuran dan secara prinsip rata-rata dapat dicapai. Namun ada beberapa bagian dari persentase itu yang akan dihimpun persoalannya dan dicarikan solusinya melalui agenda evaluasi untuk menjadi dasar langkah kebijakan peningkatan layanan ke depan. 

Fokus Menyentuh Umrah

Tahap demi tahap peningkatan layanan penyelenggaraan haji dilakukan dan tahapan itu juga yang membentuk pola nyata penyelenggaraan dapat terukur atas kinerja dan perbaikan. Peningkatan ini bukan akhir, namun awal dari perbaikan pada dimensi lainnya, penyelenggaraan umrah.

Setiap usai penyelenggaraan haji, Kemenag dihadapkan dengan realitas dan tantangan atas penyelenggaraan umrah. Persoalan penelantaran dan penipuan travel nakal kepada jemaah umrah muncul dan meningkat. Industri jasa ini dengan jumlah pangsa pasar  sedikitnya 500 ribu jemaah umrah pertahun. Ini menjadi hal baru yang segera ditangani karena berkembang baik jumlah dan persoalannya berpotensi besar menyentuh pada perbuatan melawan hukum.

Bagaimanapun, setiap aktivitas yang menyentuh hajat hidup orang banyak maka negara akan hadir untuk memberikan kepastian pelayanan dan perlindungan. Belum lama, Kemenag telah meluncurkan Gerakan 5 Pasti Umrah (29/06/2015) lalu dalam memberikan perlindungan dan kepastian layanan itu kepada jemaah umrah. Pertama, pastikan siapa biro perjalanannya apakah memiliki izin resmi atau tidak dengan mengecek kemenag.go.id. Kedua, pastikan jadwal penerbangan dan maskapainya. Ketiga, pastikan harga dan paket yang ditawarkan dari harga yang ditentukan. Keempat, pastikan hotelnya. Kelima, pastikan visanya.

Realitas dan tantangan ini juga niscaya akan diimbangi membentuk unit dan struktur baru di Kemenag untuk menangani secara penuh penyelenggaraan ibadah umrah. Struktur ini akan mengatur dirinya dan mengatur penyelenggaraannya menuju arah yang benar, tepat, melayani dan memberikan kepastian hukum. (ar/ar)

Merajut Persaudaraan Kebangsaan Melalui Pribadi Mabrur

Jakarta (WarkopPublik)--Penyelenggaraan haji tahun ini berjalan dengan baik merupakan tekad Kementerian Agama (Kemenag) di bawah kepemimpinan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menteri yang merakyat. Targetnya tidak hanya berhasil dalam penyelenggaraannya saja, tapi juga dalam ibadah.


Penyelenggaraan ini juga mandat dari undang-undang. Undang-Undang 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji memandatkan haji sebagai agenda dan tugas nasional yang diamanahkan kepada Kemenag dan harus terlaksana dengan baik setiap tahunnya.

Tahun ini (2015) ditargetkan dua macam keberhasilan yang harus diusahakan dan dicapai bersama-sama. Pertama, Berhasil dalam penyelenggaraan haji, dan kedua berhasil pula dalam ibadah.

Kementerian Agama telah dan terus melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan bagi seluruh jemaah haji, sejak persiapan di Tanah Air, pelaksanaan di Tanah Suci, hingga pemulangan ke kampung halaman. Meski demikian, penting digarisbawahi bahwa keberhasilan penyelenggaraan tercapai jika seluruh jemaah benar-benar dapat merasakan langsung manfaat pelayanan yang diberikan oleh petugas. Pelayanan yang diberikan benar-benar dapat membantu para jemaah sehingga dapat melaksanakan seluruh rangkaian manasik haji dengan khusyu sesuai tuntunan sunnah rasul, dalam suasana nyaman dan aman.

Terkait dengan hal itu, patut diapresiasi kerja keras seluruh petugas haji dalam mengemban tugas negara dalam melayani kebutuhan warga negara yang melaksanakan ibadah haji.  Harapan dan semangat pengabdian ini tidak surut, tetapi terus dipelihara dan dipertahankan hingga selesai agenda haji. Secara khusus, patut diparesiasi juga kepada para petugas haji yang rela tidak berihram  demi menjalankan tugas. Tugas melayani duyufurrahman. Ini merupakan totalitas dan kesungguhan dan yakin bahwa apa yang dilakukan petugas tidak kalah besar pahalanya  dibandingkan para hujjaj yang dilayani.

Kisah tabi’in Said bin Muhafah yang tertulis dalam kitab Isyadul Ibad Ila Sabilir Rosyad bisa dijadikan sumber inspirasi tentang keutamaan kebermanfaatan hidup. Dikisahkan bahwa Said yang merupakan tukang sol sepatu mengumpulkan uangnya puluhan tahun untuk berangkat  haji. Namun, ketika tiba saat mau berangkat haji, ia membatalkan karena mengetahui ada tetangganya yang kelaparan. Ia lalu menyerahkan uang tabungannya itu untuk membantu mereka.

Said tidak berhaji, tapi namanya justru disebut malaikat dalam mimpi Abdullah Al-Mubarak, ulama terkemuka Makkah, sebagai muslim yang mendapatkan kemabruran haji pada tahun itu.

Sukses dalam ibadah haji dengan meraih haji yang mabrur, baik mabrur secara personal maupun secara sosial. Hal ini ditandai  dengan peningkatan amal saleh dalam kehidupan bermasyarakat. Kemabruran haji akan sangat ditentukan oleh kita sendiri, apakah setiap kita mau dan mampu mengamalkan dan menebar kebenaran, kebaikan, kebajikan, yang menjadi esensi ibadah haji terhadap diri sendiri dan kepada sesama dalam hidup bermasyarakat.

Pasca menunaikan ibadah haji  dan pulang ke  kampung halaman dengan menyandang gelar haji atau hajah, bukan berarti jemaah haji telah mencapai ke mabruran  dan kareanya merasa ibadahnya  sudah selesai.  Karena kemabruran tidak otomatis diperoleh setelah selesai menunaikan ibadah haji. Kemabruran adalah proses yang tidak berhenti di mana ibadah haji menjadi awal dari pengamalan segala nilai dan makna yang terkandung di dalamnya sekembalinya dari Tanah Suci.

Senandung talbiyah labbaikallahumma labbaik yang mengandung komitmen ketakwaan, yang kita kumandangkan tidak berakhir hanya di Tanah Suci, tapi harus berlanjut dalam kehidupan nyata dalam gerak kebudayaan kita di Tanah Air nanti.

Dr Ali Shariati dalam bukunya Hajj, tugas dan kewajiban para haji setelah kembali ke Tanah Air, “Jadikanlah negerimu menjadi sebuah negeri yang aman karena engkau telah pulang dari tanah haram. Jadikanlah zamanmu zaman yang mulia seolah-olah engkau tetap berada di dalam keadaan ihram. Jadikanlah dunia ini seakan menjadi masjid suci karena engkau telah pulang dari Masjid Al Haram.

Pribadi mabrur ditandai oleh sikap cinta dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama, saling menghargai dan saling toleransi terhadap perbedaan. Hal ini sejalan dengan pesan Rasulullah dalam khutbah wada 14 abad silam, yang perlu kita kedepankan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Saat itu dan juga di Padang Arafah, Rasulullah Saw menyampaikan khutbah wada yang legendaris, yang menyerukan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah) kepada seluruh umat manusia.

Kita ditakdirkan hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk, baik dari segi agama, suku, bahasa dan budaya, maupun paham keagamaan. Terhadap sesama manusia kita perlu tumbuhkan solidaritas kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), terhadap sesama muslim perlu kita kembangkan persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), dan terhadap sesama bangsa kita rajut persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah).

Pengejawantahan dari ketiga nilai ini merupakan bentuk kemabruran sosial yang perlu dipelopori oleh para hujjaj setibanya di Tanah Air. Dengan spirit persaudaraan itu para hujjaj diharapkan dapat berapa pada garda terdepan dalam  merajut kebersamaan yang akan membawa masyarakat mampu mengembangkan kerjasama dalam membangun kehidupan bersama yang maju dan berkeadaban.

Semoga segenap jemaah haji Indonesia akan memperoleh haji mabrur sejati, yakni dapat meraih pahala dan ridha Allah Swt dari keikhlasan dan ketekunan beribadat di Tanah Suci, dan mampu untuk mewujudkan nilai-nilai kemabruran dalam kehidupan bersama nanti di Tanah Air.

Pada kesempatan berharga dan di tempat yang mustajabah Arafah, jemaah dituntut peduli dan mendoakan Indonesia yang sedang tertimpa musibah lesunya perekonomian dan berbagai cobaan lainnya. Semoga Allah Swt mengampuni dosa kita semua dan menjadikan kita sebagai bangsa yang mampu mewujudkan cita-cita luhurnya, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. (ar/ar)

Jihad Layanan Haji dan Umrah di Tengah Aksi ‘Grebek’ Komisi Delapan


Jakarta (WarkopPublik)--Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu (Sihdu), Rabu siang (26/08/2015) di ‘grebek’ (inspeksi mendadak) Komisi delapan di bawah komando Ketuanya langsung di Gedung Siskohat Kementerian Agama Lapangan Banteng Jakarta Pusat. Banyak pegiat media massa yang hadir, tidak tahu siapa yang mengundang mereka dalam aksi grebek ini. Grebek  Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) ini dilakukan menyusul terlambatnya proses visa jemaah haji, hingga sebagian jemaah haji tertunda keberangkatannya menuju Tanah Suci.

Selang 4 jam pasca penggrebekan, berita di mediapun bermunculan satu persatu, seolah mengatakan permasalahan visa adalah kesalahan Kementerian Agama, kesalahan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), kesalahan Siskohat, dan yang menemukan kesalahan ini adalah anggota dewan yang terhormat. Menggiring opini publik untuk melakukan eksekusi dan apresiasi melalui pemberitaan adalah keniscayaan.

Hari berikutnya, komisi delapan menggelar rapat. Rapat yang beragendakan merevisi UU haji 13/2008. Rapat ini digelar ditengah kebutuhan solusi cerdas, santun dan bermartabat atas problematika visa jemaah haji, karena urusan visa melibatkan banyak pihak. Entah apa maksud rapat ini, apalagi dengan mengundang 'pakar' Anggito Abimanyu, mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mundur disaat menjelang penyelenggaraan haji 2014 akan dimulai. Bagai panglima perang yang meninggalkan prajuritnya di daerah tempur, tak ayal pukulan dan stabilisasi menjelang haji saat itu nyaris tak terkontrol. Mungkin kata 'pakar' perlu ditinjau kembali yang disematkan kepadanya. Kata itu lebih pantas dianugerahkan pada Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang menjabat sekarang, ditengah situasi nyaris tak terkontrol, Abdul Djamil panglima haji mampu mengerahkan pasukan di bawah komandonya mengendalikan dan menstabilisasi persiapan haji 2014. Survei kepuasan Badan Pusat Statistik (BPS)  masuk dalam kategori memuaskan berideks 81.52 persen, hanya turun sedikit 1.17 persen dari tahun sebelumnya ditengah asumsi pesimistis publik ketika itu .  Dan di bawah komandonya pula, fakta membuktikan layanan haji tahun ini banyak inovasi baru yang akan dinikmati jemaah haji, bukan hanya haji, layanan umrah juga dia sentuh yang selama ini nyaris terabaikan melalui program Gerakan Lima Pasti Umrah.

Kembali pada Siskohat, Siskohat merupakan media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dia bukan satuan kerja, lebih tepatnya adalah dia adalah alat pendukung kerja. Setiap terkait dengan koneksi jaringan dan data haji di Ditjen PHU akan memanfaatkan fasilitas teknologi ini. Pendaftaran, pembatalan, pelunasan dan terkait dengan haji niscaya akan memberdayakannya untuk validitas data, dan sistem tentu tidak dapat melakukan kebohongan.

Mungkin banyak orang yang tidak mengetahui apa itu Siskohat. Inilah gambaran singkat tentang Siskohat yang dibangun pasca peristiwa musibah wafatnya ratusan jemaah haji di terowongan Mina di tahun 1990-an. Kini Sikohat mengalami pengembangan baik pada aspek pencatatan keuangan atas pendaftaran, pelunasan dan pembatalan haji. Bukan hanya itu saja, Siskohat berintegrasi dengan penerbangan haji kaitannya pembentukan pramanifest, perbankan dalam hal mutasi keuangan dan pastinya dengan seluruh bidang haji provinsi, kabupaten dan kota. Banyak sudah yang dilakukan sistem ini, termasuk membatu penyelidik atas kasus korupsi haji yang di duga dilakukan oleh mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Sistem inilah yang dilihat dan diperhatikan oleh Pemerintah Arab Saudi sebagai pendukung keberhasilan pemerintah Indonesia dalam melayani jemaah haji setiap tahunnya.

Banyak negara yang melakukan kajian dan studinya untuk mempelajari mekanisme dan cara kerja sistem ini untuk menjadi bahan perbaikan penyelenggaraan haji di negaranya masing-masing, sebut saja Mesir, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Bahkan sistem ini pernah diminta dan dipakai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemilihan umum 1999 berbasis teknologi dalam penghitungan hasil dan rekapitulasi suara saat itu.

Inilah mengapa, pemerintah Arab Saudi meminta agar Indonesia menjadi proyek percontohan (pilot project) sistem e-hajj yang dibangun Arab Saudi, disamping jemaah haji Indonesia adalah jemaah terbesar di dunia. Sistem e-hajj ini baik, bagi Pemerintah Arab Saudi agar sebagai negara Khadamat Haramain memastikan seluruh jemaah haji dilayani dengan baik dengan kepastian hotel, penerbangan, katering dan lainnya. Mungkin penerapan e-hajj ini akan dikembangkan juga untuk umrah, Arab Saudi tidak menginginkan negaranya menjadi sorotan tajam negara Islam atas jemaah bervisa habis dan tidak pulang kembali ke negara asal dengan tujuan tertentu (over stay), karena memang hal itu bukan kekeliruan mereka dan tentu mau tidak mau Arab Saudi akan mengocek kantong anggaran negaranya untuk memulangkan jemaah over stay yang seharusnya bukan tanggungan negara penghasil minyak tersebut.

Mengawinkan dua teknologi antar negara ini bukan pekerjaan ringan, namun semua dapat dilakukan melalui Siskohat. E-hajj dapat berintegrasi, namun pada 7 Mei 2015, integrasi sistem ini ditutup Pemerintah Arab Saudi tanpa sebab yang jelas. Jadi bukan karena Siskohat tidak dapat berintegrasi, atau sumberdaya manusianya yang tidak cakap, namun karena sesuatu alasan yang tidak jelas. Penutupan ini, mau tidak mau harus diakukan dengan input data secara manual melalui portal e-hajj. Inilah titik permasalahannya.

Sebelum tahun 2013, perolehan visa dilakukan hanya dengan melakukan input biodata calon jemaah haji kepada web portal Kementerian Luar Negeri Arab Saudi MoFA (Ministry of Foreign Affairs), dan selanjutnya di teruskan ke Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi. Visa hajipun keluar.

2014, mekanisme ini berubah dengan penambahan scanner paspor atau Machine Readable Travel Document (MRTD) untuk mengakses web portal MoFA, sehingga untuk input primer data-data calon jemaah haji dilakukan secara otomatis dengan alat MRTD tersebut, ini adalah embrio implementasi web service e-hajj. Visapun keluar.

2015, input data calon jemaah haji tidak langsung ke portal MoFA, tetapi terlebih dahulu melalui Kementerian Haji Arab Saudi MoHaj (Ministry of Hajj), pararel dengan pelaksanaan input paket kontrak perumahan, katering, transportasi, dll yang mana item-item tersebut adalah domain kewenangan Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen PHU, dan pemeran utamanya adalah Teknis Urusan Haji (TUH) di Jeddah. Tanpa adanya pengisian paket-paket yang diwajibkan oleh MoHaj tersebut, mustahil biodata calon jemaah haji yang sudah diinput dalam web portal MoHaj akan di approved kemudian diteruskan ke MoFA hingga keluar visa. Pada fase ini sebenarnya MoHaj sudah memberikan bantuan dengan mengirim tenaga programmer ke Subdit Dokumen Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU selama dua minggu untuk berkoordinasi mengenai e-hajj, dan juga memberikan dispensasi bahwa visa haji dapat keluar tanpa semua paket-paket kontrak terisi 100 persen. Ada sekitar 90 ribu lebih jemaah yang visanya terbit tanpa melihat paket-paket e-hajj selesai atau tidak. Tetapi berikutnya, Pemerintah Arab Saudi melalui MoHaj mengintruksikan wajib prosedur e-hajj seperti semula. Hingga proses pengeluaran visa oleh Kedubes Arab Saudi menjadi vakum sekitar 2 minggu dan merambat menjadi keterlambatan visa secara nasional dan menyebabkan efek domino menjadi isu nasional.

Kondisi ini malah menjadi lebih buruk ketika penetapan Biaya Penyelenggaraan Haji pada akhir April (22/04/2015) dan sebulan setelahnya BPIH akhirnya diumumkan (27/04/2015). Pelunasan haji dapat berjalan mulai 1 Juni paralel dengan pengurusan paspor haji, dan 7 Mei input data e-hajj melalui web service integrasi Siskohat dibatalkan tanpa tahu apa sebabnya. Situasi kompleks ini yang menjadi penyebab proses keluarnya visa bermasalah. Artinya, ketika jalur web service dibatalkan dan diberlakukannya portal e-hajj untuk melakukan input data maka peran Siskohat samasekali tidak ada, karena peran web portal biasa yang berjalan dengan input berpola semi manual.

Permasalahan sederhana ini menjadi besar, karena permasalahannya hanya pada aspek tertundanya penetapan BPIH yang berpengaruh pada validasi kontrak dan pelunasan serta pengurusan paspor. Ada dimensi Sumber Daya Manusia dalam hal alaih pengetahuan (transfer knowledge), ada dimensi kedisiplinan penerapan managemen, dan kurangnya tingkat keseriusan penerapan e-hajj secara web service dalam pengimputan. Permasalahan ini menjadi bahan intropeksi seluruh unit terkait, baik parlemen, Kementerian Agama maupun Pemerintah Arab Saudi. Intropeksi ini penting, mengingat apabila penerapan web service e-hajj dan bukannya web portal pada 2016 mendatang diberlakukan tanpa dispensasi, maka dibutuhkan membangun pengaturan (build management) penyelesaian dokumen haji agar dapat berjalan dengan baik. Tepatnya membuat cetak biru (blue print) pedoman penyelesaian visa berbasis web service e-hajj adalah fondasi awalnya, dan tentu transfer knowledge dan sosialisasi ke seluruh provinsi, kabupaten kota juga penting sebagai ujung tombak penyelesaian visa itu sendiri. Semua akan berjalan dengan baik juga tidak lepas dari kunci pembuka (key word) percepatan pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melanjutkan kontrak yang sudah berjalan di Arab Saudi. Mungkin kunci inilah yang menjadi agenda penting yang perlu dikawal ditengah kesibukan penyelenggaraan haji, ditengah munculnya masalah visa jemaah haji.

Hari Rabu siang kemarin (18/08/2015) Siskohat dipersalahkan, kembali sumberdaya Siskohat dipertanyakan keilmuannya, kembali urgensi dan eksistensi Siskohat di pandang sebagai sistem penuh masalah di tengah keberhasilannya dalam berkiprah hampir 32 tahun mendukung tugas negara dalam melayani jemaah haji. Hebatnya lagi, grebek yang dilakukan Komisi 8 adalah grebek yang jauh dari fatsun. Sumberdaya manusia di Siskohat diperlakukan persis seperti seorang tersangka dengan dicecar berbagai pertanyaan hampir secara serentak dari anggota dewan yang terhormat. Etika, sopan dan kesantunan sirna saat itu, yang terlihat adalah arogansi dan pertahanan ego, entah apa penyebabnya hingga kejadian itu terjadi, dan mungkin ini akan luput dari pemberitaan media mainstream. Bisa jadi kegagalpahaman apa itu e-hajj dan bagaimana prosedur teknis pelaksanaannya yang diduga penggrebekan itu terjadi, apalagi karena ada kata sistem e-hajj lantas Siskohatlah dipandang penyebabnya.

Tidak banyak yang tahu, bahwa pertanyaan akan bisnis proses Siskohat sudah berkali-kali diterangkan, namun kepada orang yang berbeda-beda. Berganti orang, kembali lagi sistem ini diterangkan kembali. Hingga mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa Siskohat bukan hanya sistem, namun juga buku pelajaran bagi peserta didik baru yang ingin mengetahui apa itu Siskohat, dan ini terus berulang. Bukan berarti Siskohat tidak memiliki buku panduan, buku ada bahkan sangat tebal, namun akan menjadi hiasan rak buku saat buku diberikan bagi yang memintanya. Kebanyakan itulah yang terjadi, lebih menyenangkan jika mengetahuinya dengan lisan, dan lisan memiliki distorsi yang tinggi karena otak manusia bukan maha penyimpan memori (mega server) yang dapat menerangkan tanpa salah.

Sumberdaya manusia di Siskohat sudah sangat maksimum merawat dan menjaga sistem ini dengan sekuat tenaga, meninggalkan istri dan anak-anak, mengabaikan hari libur dan bahkan pada hari kebesaran agama para SDM-nya. Ini dilakukan untuk jihad, jihad layanan haji, jihad Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk melayani jemaah haji Indonesia. Tidak ada kata libur, boleh libur secara pisik di tempat kerja, namun online terus dimanapun berada. Tak banyak juga yang tahu, merawat sistem ini dengan fasilitas dan sarana yang kurang memadai dan jauh dari kata yang disebut “kantor”. Semua itu tidak akan terlihat, yang ada hanya arogansi dan ego sektoral ditengah geliat realitas dan tantangan penyelenggaraan haji masa ke masa. (ar/ar)