![]() |
Gambar memviral terkait "persekusi" oleh elemen ormas yang menolak safari dakwah Ustaz Abdul Somad di Bali, Jumat (08/12/2017) Foto: m.hidayatullah.com |
Diduga faktor penyebab sebagai dampak semakin tajamnya perbedaan pendirian dan perasaan, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan kebudayaan, kesenjangan ekonomi, kedekatan kepemimpinan, ketidakadilan yang dirasakan, penegakan hukum, dll.
Beberapa hasil survei dapat menjadi pandangan komparatif bagi beberapa kalangan sebagai referensi opini bersifat kritisi dan apresiasi, bahkan dapat memperjelas garis bahwa persoalan konflik penting sebagai konsentrasi untuk diurai, ditekan tingkat pertumbuhannya.
Maret 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk). Agustus, BPS juga mengungkapkan, telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang. Lain lagi Hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2017. SPTK diperoleh angka sebesar 70,69 pada skala 0–100. Indeks ini merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimoni).
Kerukunan Umat Beragama (KUB), Puslitbang Kementerian Agama pada Maret 2017 menyebutkan indeks KUB 2016 berada pada angka 75,47 persen, naik 0,11 persen dari tahun sebelumnya, yakni 75,36 persen. Ada tiga variable yang diukur, yaitu aspek kesetaraan, toleransi, dan kerjasama. Kalau dua aspek pertama sudah di atas 76 persen (78,4 persen dan 76,5 persen), aspek kerjasama baru mencapai angka 42 persen. Diklaim indeks KUB pada 2015 ada tiga daerah dengan kerukunan agama tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (83,3 persen), Bali (81,6 persen) dan Maluku (81,3 persen). Survei dilakukan secara kuantitatif dan dengan sample multistage random sampling responden 2.720 orang, dan margin of error 17 persen.
Langkah-langkah menekan tumbuhnya tingkat konflik atau pencegahan, tentu berbagai pihak dan kalangan lebih sadar untuk menanamkan sifat dan nilai kemanusian, mendengar dengan seksama, intensitas berkomunikasi, bekerjasama, memberdayakan semua unsur dengan tidak melihat suku, agama, ras dan golongan (proporsional). Ini dalam melemahkan stereotip, melemahkan jarak sosial, menekan perubahan kepribadian yang keliru, dan proporsional dalam dominasi (fatsun).
Pola dan langkah tepat dalam penyelesaian konflik juga penting untuk dibangun, diajarkan dan disosialisasikan sebagai salah satu gaya hidup. Seperti konsiliasi, usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Mediasi, proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Arbitrase, usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Hingga terjaga dan terpeliharanya integrasi yang serasi dan harmonis. (ar/ar)