Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Sabtu, 01 Oktober 2016

Serial 8: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--'Dongeng' Badan Pengelola Dana Abadi Umat (DAU). DAU adalah dana yang dikumpulkan dan diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah hajisetiap tahun dan dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini diataur dalam PMA 4/2013 tentang Pengelolaan Dana Abadi Umat  yang merupakan terjemahan dari UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji Bab XIV Pengelolaan Dana Abadi Umat. Hingga saat ini implementasi pembentukan Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BPDAU) sebagai mandat UU 13/2008 belum dilaksanakan sehingga DAU tidak berjalan dan mengendap dengan segala tafsir yang berkembang mengarah keburukan. Harusnya DAU dapat difungsikan untuk kemaslahatan umat Islam. Saat ini jumlah DAU mencapai 3 trilyun rupiah. Tepatnya posisi jumlah DAU pada tahun 2014 sebesar 2.801.990.64USD dan Rp.2.567.896.563.186,36. Sayang, posisi saldo DAU untuk tahun 2015-2016 tidak dapat diakses. Mungkin hanya Direktorat Pengelolaan Dana Haji Kemenaglah yang tahu berapa jumlahnya.

Penting untuk diketahui bahwa DAU berbeda dengan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Outstanding setoran awal BPIH itu hingga saat ini berjumlah lebih kurang 88 trilyun rupiah dengan jumlah peserta haji waitinglist mencapai 3,1 juta orang. Angka lebih kurang itu hanya taksiran, lagi-lagi hanya Direktorat Pengelolaan Dana Haji Kemenaglah yang tahu berapa jumlahnya.

Jadi ada dua outstanding di Kementerian Agama. Pertama, outstanding DAU mencapai 3 trilyun. Kedua, outstanding BPIH mencapai 88 trilyun rupiah. Penggunaan BPIH adalah untuk operasional penyelenggaraan haji setiap tahun. Dari operasional haji pertahun ini apabil ada efisiensi maka efesiensinya masuk dalam DAU. Contoh: Operasional haji tahun 201x sebesar 10 trilyun rupiah. Namun realisasinya hanya 9,8 trilyun rupiah. Ada efesiensi sebesar 200 milyar rupiah. Efesiensi 200 milyar rupiah ini akan masuk dalam DAU. Hal itu berlangsung sejak DAU ada.

DAU sendiri tidak ada kepemilikan yang sah secara akad, mungkin karena itu disebut dengan Dana Abadi Umat. Umatlah (jemaah pasca haji) pemilik dana itu, karena dana itu diperoleh dari efesiensi operasional haji setiap tahun. Dan mengembalikan dana itu pada jemaah pasca haji adalah hal yang mustahil dilakukan. Untuk itulah penggunaan DAU sejatinya kepada kemaslahatan umat Islam. Digunakan untuk membantu umat dalam bidang pendidikan dan dakwah, kesehatan,sosial, ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana ibadah.

Pernah DAU diperuntukkan untuk itu, namun ditutup sejak terjadinya peristiwa perbuatan melawan hukum atas rekomendasi Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 2005. Dapat digubakan kembali apabila sudah terbentuk Badan Pengelola DAU (BPDAU).

Pengadaan dana ini dilakukan sejak jabatan Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher melalui effisiensi dan penekanan harga tiket penerbangan Garuda. Idenya berawal dari sebuah seminar haji di Jakarta pada tahun 1994 yang mendiskusikan tema Tabungan Haji. Ide ini disampaikan kepada Presiden Soeharto yang lalu menerbitkan Keppres 35/1996 dan 52/1996, yang kemudian dikukuhkan dalam UU 17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji, bahwa DAU merupakan hasil efisiensi dana BPIH. Akhirnya pengukuhan ini diikuti dengan terbitnya Keppres 22/2001 tentang BPDAU.

Perintah UU 13/2008 mengamanatkan agar membentuk BPDAU. Namun, sampai dengan detik ini, sudah 8 tahun sejak UU tersebut terbit BPDAU seperti badan 'dongeng'. Entah ada apa tidak, dibentuk atau tidak hanya Direktorat Pengelolaan Dana Haji lah yang tahu.

Akhirnya dana umat itu mengendap dan menjadi tafsir keburukan karena dana tidak dapat dipergunakan untuk umat hampir 8 tahun hingga saat ini.

Dana mengendap ini bisa berpengaruh pada kewajiban secara hukum Islam yang tidak terpenuhi. Selama mengendap 11 tahun bisa saja dana ini akan mencederai fiqh seperti  keharusan mengeluarkan kewajiban zakat harta. Karena pemiliki dana ini adalah umat dan saat ini umat sangat membutuhkannya. Kemiskinan dan kebodohan masih menjadi musuh utama untuk diberantas. Sayang, DAU yang ada tidak termanfaatkan. Bahkan perintah UU pun untuk membentuk BPDAU seperti diabaikan.

Lagi-lagi UU kembali memandatkan. Kali ini tersebut tentang DAU dalam frasa UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji masuk dalam wewenang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), hingga saat inipun BPKH belum terbentuk.

Pemanfaat DAU untuk kemaslahatan umat disegerakan penggunaannya dan tidak menunggu waktu yang berlarut-larut. Untuk itu UU 34/2014 disarankan untuk di Perpukan dan merubah frasa pengelolaan DAU diserahkan kepada umat Islam yang dikelola oleh MUI dengan keanggotaan seluruh ormas Islam. Karena ormas Islam adalah representatif umat, dan DAU sendiri kepemilikan danananya yang sah adalah jemaah pasca haji. Karena tidak ada akad antara jemaah haji kepada Kementerian Agama untuk mewakalahkan penggunaanya.

Ada tiga opsi agar DAU ini kembali kepada umat. Pertama, kembalikan kepada jemaah pasca haji dan atau ahli warisnya. Kedua, segera bentuk BPDAU. Ketiga, segera bentuk BPKH. Keempat, Berdayakan Ormas Islam untuk menggunakannya dalam ekonomi, dakwah, pendidikan dan sosial bagi umat. (ar/pokok pemikiran salah satu ulama)

Serial 7: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Mungkin uang haji punya 'kaki'. Sejak pengelolaan dana haji dijabat oleh seorang Direktur Pengolaan Dana Haji yang berasal dari Kementerian Keuangan bukannya malah bertambah baik. Alih alih dana haji sebesar Rp. 1.134.903.943.691 lebih tidak dapat diyakini kewajarannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Lalu kemana dana haji itu? Sepertinya kejadian ini baru pertama dalam sejarah dana haji ada dana sebesar itu tidak jelas dikemanakan.

BPK RI mengungkapkan sembilan temuan saat memeriksa keuangan penyelenggaraan haji. Sembilan temuan itu mendapat opini wajar dengan pengecualian. Hal ini disampaikan BPK dalam rapat konsultasi dengan Komisi VIII DPR RI menggelar di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/09/2016). Rapat tersebut membahas kinerja Kementerian Agama (Kemenag) terkait penyelenggaraan ibadah haji.

Sembilan temuan yang disampaikan BPK meliputi:

1. Saldo aset tetap neraca per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 1.134.903.943.691 tidak dapat diyakini kewajarannya. 2. Saldo utang BPIH terkait sebesar Rp. 77.828.074.334.345 tidak dapat diyakini.

3. Perhitungan sisa dana operasional sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011, tidak mengakomodir risiko perubahan nilai tukar mata uang, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp. 63,07 miliar antara sisa kas riil dari personal haji tahun 2015 dengan jumlah yang disetorkan kepada DAU (Dana Alokasi Umum). Atas nilai tersebut belum ditetapkan status dan peruntukannya.

4. Kebijakan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) belum mempertimbangkan prinsip keadilan bagi calon jemaah haji daftar tunggu. Sebagai contoh dengan menggunakan simulasi perhitungan menggunakan tingkat imbal deposito sebesar BI Rate, maka diketahui dari Rp. 3.735.970.884.175 nilai manfaat yang dapat dipergunakan untuk operasional haji 2015 hanya Rp. 1.388.212.981.111,11.

Sedangkan sisanya sebesar Rp. 2.347.757.903.063,89 berasal dari nilai manfaat setoran awal jemaah yang belum berangkat pada 2015.

5. Penyimpanan dan pencatatan pendapatan hasil gugatan terhadap perusahaan ANA Catering senilai SAR 27.000.000,00 ekuivalen Rp. 99.596.021.857,00 di giro setoran lunas tidak tepat. Atas penerimaan tersebut, seharusnya dicatat sebagai pendapatan lain-lain dari operasional haji tahun 2015 pada Subdit PAOH. Sehingga dapat diperhitungkan dalam penghitungan sisa dana operasional haji yang akan dilimpahkan ke DAU, karena dana tersebut merupakan sisa operasional dana haji tahun sebelumnya.

6. Penyusunan laporan keuangan pada Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag Kabupaten/Kota serta laporan keuangan tingkat Eselon I Pusat belum sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011.

7. Penggunaan deposito setoran awal Haji Khusus sebesar USD 133.308.116,16 untuk membiayai inderect cost tidak didukung dengan dengan sistem dan prodesur yang memadai.

8. Pembenaran biaya operasional pengelolaan Dana Abadi dan biaya sewa staff teknis Kantor Urusan Haji sebesar Rp. 1.873.526.884,00 pada pelaksanaan Anggaran Operasional Haji (PAOH) tahun 1436 Hijriah atau 2015 Masehi tidak tepat, dan seharusnya dibiayai menggunakan APBN.

9. Biaya pemondokan Jemaah Haji di Madinah melebihi pagu awal yang ditetapkan oleh DPR sebesar SAR 28.297.447,00 ekuivalen sebesar Rp. 94.450.652.647,66.

Menyikapi temuan BPK ini, Bendahara Umum Pengurus Besar Al Washliyah Raditya Perwira mengatakan tak heran dengan temuan itu. “Sebelumnya saya sudah menyampaikan bahwa sedikitnya ada tujuh kecederaan dalam pengelolaan keuangan haji. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah kami minta secara terbuka (melalui media masa) untuk periksa agar pengelolaan dana haji ini sesuai syariah,” katanya melalui pesan tertulisnya, Senin malam (26/09/2016).

Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.

Cidera kedua, Kemenag dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kemenag belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.

Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.

Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).

Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.

Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.

Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu. Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.

Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.

“Kami minta agar KPK menindaklanjuti hasil temuan BPK itu. Segera lakukan investigasi, ini dana umat, dana untuk ibadah. Kemarin pejabat tinggi masalah 100 juta saja diproses, ini trilyunan loh. Jangan sampai dana haji ternodai bahkan oleh bunga bank sekalipun. Dana haji inikan disetorkan pada bank syariah. Kalau namanya syariah ya harus sesuai tuntunan Islam. Kalau tidak ya lelang saja, bank mana yang bisa berikan imbal jasa (ujrah) tinggi maka bank itu yang akan menerima setoran haji. Jadi lebih adil dan transparan,” sindir Raditya. (ar/beberapa media)