![]() |
Ilustrasi peningkatan pendapatan negara Foto: google.com |
8,5 miliar dolar equivalen dengan 110,5 triliun rupiah (asumsi kurs per dolar Rp.13.000). Pendapatan itu dari 2 juta jamaah haji.
Menurut statistik (Mei-Juni 2017) yang dikeluarkan oleh Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, hingga pertengahan tahun ini sudah sekitar 6,75 juta visa telah dikeluarkan untuk umat Islam untuk melakukan ziarah ke Makkah dan Madinah. (Republika, Senin 26 Juni 2017).
Jika rata-rata biaya umrah dunia sebesar 2 ribu dolar juta equivalen 26 juta rupiah akan terhimpun asumsi sebesar 87,7 triliun rupiah (175,5×50 persen). Variable pendapatan dari maskapai, biaya bandara, hotel, katering, transportasi darat, general service, konsumtif jamaah lainnya.
Asumsi besaran pendapatan Arab Saudi dari sektor industri jasa haji dan umrah pada Mei sd Oktober 2017 sebesar 198,2 triliun rupiah.
Lalu kita memperoleh apa dalam industri jasa haji dan umrah ini. Belum pernah ada rilis resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) atas pendapatan terhadap kisaran 210 ribu jamaah haji dan kisaran 600 ribu jamaah umrah per tahun. Harusnya ada multiplier effect atau hasil kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional. Misalnya pajak, investasi dan lainnya.
Pemerintah semestinya melakukan langkah pemetaan terhadap industri sampai akhir zaman tersebut. Pos pendapatan bisa disisir dari pajak jasa umrah, pajak jasa haji, pemanfaatan full penerbangan nasional, pemanfaatan asrama haji, pemberdayaan industri kecil menengah entitas haji dan umrah dll.
Inikan tidak, kita hanya memperoleh dan disuguhi masalah. Sudah saatnya industri ini dipetakan agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan aset dan pengurang pengangguran. Hasil pemetaan tersebut sebagai salah satu formula penerbitan regulasi, tidak cukup dengan peraturan menteri saja namun melalui peraturan presiden. (ar/ar)