Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Sabtu, 23 September 2017

Yartis, Ada 'Thogut' Nanti

Ilustrasi 'Thogut' e-KTP
Foto: semarak.news
Jakarta (WarkopPublik)--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa pihaknya terus menelusuri kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dalam proyek kasus e-KTP.

Tak ada kata terlambat, tak ada kata telat. Soal dan sial e-KTP ini didalami bukan tanpa perhitungan, sekelas KPK tak masuk akal jika ecek-ecek dalam menetapkan seseorang jadi tersangka.

Mau apa pun soal urusan administrasi dipastikan yang ditanya KTP. Sebagai rakyat yang patuh dan disiplin aturan administrasi pastilah akan mengurus yang namanya KTP. Gratis, itu hanya kata sakti. Iya gratis, selesainya sampai batas yang tak ditentukan.

Tak usah jauh-jauh lah. Aku saja mengurus KTP kisaran 2012 silam. Bulan Ramadan kita disuruh kumpul di kantor kecamatan. Antri untuk foto, pas lagi puasa pula. Yah..yang namanya rakyat ya patuh sajalah. Dari pada tidak dapat KTP ya ikuti aturan main saja.

Selang dua tahun, catat ya dua tahun. Itu KTP jangankan dapat, kabar akan keluarnya pun mungkin hanya 'nyamuk' dan 'lalat' di kantor camat saja yang tahu. Hingga akhirnya batas kesabaranku pun tercolek. Akhirnya kisaran 2015 mendatangi kantor camat dan bertanya mengapa kok KTP tidak keluar-keluar. Karena ditanya barulah diproses kembali, ngerih kali ah.

On kembalilah proses urus KTP tadi. Wah....wah...mantab, petugas minta agar kalau mau cepat bayar. Fantastik, minta 500 ribu bro untuk tiga KTP. Makjang, cari masalah nih kek nya petugas kecamatan. Akhirnya seminggu kemudian KTP pun jadi. Apa harus mengurus yang namanya administrasi rakyat harus diperlakukan seperti itu. Iya jika si rakyat tadi punya pengetahuan atau yang berpendidikan, nah kalau yang tidak cemana? Lagi-lagi hanya 'nyamuk' dan 'lalat' di kantor camat yang tahu.

Kita sih sebagai rakyat sebenarnya sederhana kok. Jika memang bayar ya bayar, jika memang gratis ya gratis jangan antara bayar dan gratis alias yartis. Karena antara bayar dan gratis ada si 'Thogut'. Kalau dah masuk dia maka urusan beda.

Semua sadar diri kok, hidup perlu uang. Tapi cara memperoleh uang haruslah yang terhormat dan tidak membuat orang lain susah. Tidak semua orang kaya atau sederhana dan tidak semua orang pula hidup miskin. Jadi kalau memang gratis ya gratis dan tetapkan kepastian selesainya.

Sudah tidak zaman nya lagi mengurus administrasi disaat persyaratan lengkap ada jawaban "tunggu, sabar, nanti akan dikabari dan lain-lain". Jawaban harus jelas dan tegas "syarat lengkap dipastikan sekian hari selesai". Jangan ada buntutnya ya dibelakang atau kata "tetapi atau pakai kode segala macam". Nah si om ombudsman kek nya harus sering-sering ke tingkat layanan nih. Evaluasi pelayanan dan harus tegas om, jangan lembek kek tape gak takut mereka om.

Kasus e-KTP ini menjadi pelajaran yang sangat berharga pada tingkatan pengguna dalam hal ini rakyat dalam pengurusan administrasi penting apapun bentuknya. Pertama, agar dalam soal pengurusan administrasi dapat dilakukan dengan kepastian penyelesaian dengan catatan persyaratan lengkap. Kedua, perlu penegasan berbayar atau gratis, jangan diantara keduanya alias yartis. Kalau yartis itu bisa Ujung-Ujung nya Duit atau Semua Urusan Melalui Uang Tunai. (ar/ar)

Hubungan Semu Bos dan Bawahan

Ilustrasi hubungan semu
Foto: m.kaskus.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Kring....kring...kring...berbunyi ponsel pada kisaran pukul 23.00 WIB. Itu bukan kali pertama ponsel berbunyi pada pukul di luar jam kerja. Cara menjawab telepon pun seolah si bos ada di depan mata. Pakai menganggukan kepala pula sembari berkata siap bos...segera bos, baik bos. Suka tidak suka itu merupakan bagian dari tugas. Tugas sebagai bawahan yang loyal pada bos nya. Kalau tidak dijawab lain cerita nya nanti.

Hari libur, tidak ada mungkin kamus tentang itu. Bagai seorang 'prajurit', kapan pun bos menghubungi dan meminta untuk memberikan pemikiran, merancang dan membuat pemaparan, meminta masukan pemikiran dan hadir untuk mendampingi.

Jujur, mungkin tidak semua orang akan mau diperlakukan seperti ini. Kalau pun mau setidaknya ada tujuan yang ingin diperoleh, kenaikan pangkat dan kedudukan. Tetapi, tidak semua orang juga yang akan mau walau akan ada perhatian khusus agar pangkat dan jabatannya akan naik. Inilah pilihan, loyalitas apakah itu ikhlas atau tidak, menjadi pilihan.

Nantinya, pilihan itu akan memiliki konsekuensi, waktu yang akan menentukan. Era saat ini memilih tidak loyal akan semakin banyak. Akan ada pemikiran bahwa tidak ada enak nya dekat dengan bos. Karena sering disuruh, dihubungi tanpa mengenal waktu.

Bos pun akan berfikir sama, esok lusa jika tidak menjabat akan tidak dipandang lagi. Jadilah hubungan yang semu. Era ini juga mungkin mulai membentuk setiap aktivitas diukur dengan nilai. Bahkan, tidak sedikit yang akan melakukan autokritik walau nantinya akan dinilai sebagai penentang dan melawan arus.

Pada prinsipnya, kedua pilihan itu dalam posisi benar. Benar dalam artian tidak dalam perbuatan yang salah dalam norma hukum. Akan menjadi salah jika dihadapkan pada budaya organisasi yang sudah lama mencengkram dan terkesan menghegemoni dan otoriter.

Pergeseran kepemimpinan saat ini cenderung egaliter hingga target untuk membangun simpatik proletar lebih dapat diraih. Namun, sebagai manusia yang memiliki nafsu adakalanya gaya tersebut sebagai lipstik. Tetap saja akan senyum di depan dan meninju dibelakang.

Semisal, sudah jarang dialami seorang bos akan datang saat ada musibah pada bawahan nya. Atau minimalnya menyampaikan ucapan selamat ulang tahun. Tetap saja seorang bawahan akan berfikir negatif dan dongkol, namun senantiasa berucap si bos lagi sibuk atau lupa. Si bos juga sama akan berfikir buat apa datang atau memberikan ucapan, aku ini kan bos.

Ini hanya pandangan fiksi, pandangan yang mencoba untuk mendudukan kembali apa sebenarnya arti hubungan. Saat hubungan terbungkus dengan norma dan status maka jangan heran akan ada kasta. Saat hubungan dibalut dengan persaudaraan akan menjadi peduli dan memiliki. Apa pilihannya tergantung pada diri sendiri. (ar/ar)