Jakarta (WarkopPublik)--Harga minyak dunia drop menjadi pukulan tersendiri bagi negara-negara di kawasan teluk dan arab. Setidaknya bagi kemakmuran Arab Saudi.
Menandai satu tahun kekuasaannya, Raja Arab Saudi Salman memutuskan untuk mengakhiri sistem "welfare state" yang selama ini dianut.
Raja Salman juga mengambil keputusan mengejutkan dengan memangkas subsidi dan menggulirkan reformasi ekonomi.
Kejutan lainnya adalah pemerintahnya bulan ini menawarkan saham perusahaan minyak negeri itu, Saudi Aramco.
Ekonom Syariah Affan Rangkuti menyikapi langkah Arab Saudi itu sudah tepat. Lampu kuning perekonomian negara minyak itu menjadi sinyal arab membuka peluang investasi pasar skunder. Pengalaman anjloknya harga minyak menjadi langkah awal mereka untuk berfikir ekstra bijak dan berbenah diri dalam membangun ketahanan perekonomiannya.
"Sektor pariwisata mereka pun di dongkrak tumbuh pesat untuk meningkatkan Product Domestik Bruto (PDB). Hanya saja, hemat saya jangan sampai menjadi kendala dan perbincangan internasional ketika menyentuh haji dan umrah. Karena besar kemungkinan harga pada aktivitas ini ikut naik. Mereka harus perhitungkan dengan matang dan dapat mengedalikan harga," kata Affan saat ditanya pendapatnya melalui sambungan telepon menjelang Rakernas PB Al Washliyah akhir Januari mendatang, Kamis malam (21/01/2016).
Salah satu Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah ini juga menyampaikan, konsumsi paling besar dalam haji dan umrah adalah penerbangan dan akomodasi (hotel) dengan tingkat pengeluaran mencapai 78 persen.
Tingkat hunian atau okupansi kamar hotel di Makkah dan Madinah selama musim haji dan umrah tidak akan mengalami penurunan yang berarti. Walaupun nantinya Iran tidak akan mengirim atau jumlah jemaah haji dan umrahnya berkurang.
"Jangan sampai harga akomodasi jemaah haji dan umrah naik tak terkontrol, harus ada titik equilibriumnya. Jika tidak, maka besar kemungkinan akan berdampak pada penurunan pelayanan dan penelantaran jemaah oleh penyelenggara. Ini saya nilai penting untuk disikapi Arab Saudi dengan arif, bijak dan santun," himbau Affan.
Terkait persiapan haji mendatang, dia mengingatkan kepada pemerintah terutama DPR untuk hati-hati dalam melakukan perhitungan mengenai ongkos naik haji. Karena bisa saja kejadian seperti transportasi antar kota perhajian bisa terulang karena 'salah hitung' berdalih efesiensi dan menekan harga.
Subsidi dipangkas oleh Raja Salman, ini akan bermultiplier effect pada sektor industri dan jasa di sana. Jangan gunakan analisis jemaah kita terbesar dan pasti punya posisi tawar. Tidak ada itu dalam istilah ekonomi. Hukum ekonomi hanya dua, penawaran dan permintaan. Harga akan naik jika penawaran meningkat (pelaku usaha). Harga akan turun jika permintaan banyak (konsumen). Itulah maka ada titik keseimbangan dalam ekonomi, ini yang dianalisis dengan survei pasar riil di sana. Libatkan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).
"Selama ini industri jasa haji dan umrah, pemerintah kebanyakan jadi penonton. Dana haji dan umrah lebih banyak dikeluarkan untuk peningkatan industri barang jasa negara lain. Begitu juga maskapai penerbangan. Saatnya pemerintah ambil bagian dalam berperan apalagi kemarin Ketua KEIN sudah dilantik. Jadi bukan karena jumlah jemaahnya yang banyak, tapi bagaimana melakukan strategi ekonomi yang jitu agar PDB kita naik," kata Affan. (rio/ar)
Menandai satu tahun kekuasaannya, Raja Arab Saudi Salman memutuskan untuk mengakhiri sistem "welfare state" yang selama ini dianut.
Raja Salman juga mengambil keputusan mengejutkan dengan memangkas subsidi dan menggulirkan reformasi ekonomi.
Kejutan lainnya adalah pemerintahnya bulan ini menawarkan saham perusahaan minyak negeri itu, Saudi Aramco.
Ekonom Syariah Affan Rangkuti menyikapi langkah Arab Saudi itu sudah tepat. Lampu kuning perekonomian negara minyak itu menjadi sinyal arab membuka peluang investasi pasar skunder. Pengalaman anjloknya harga minyak menjadi langkah awal mereka untuk berfikir ekstra bijak dan berbenah diri dalam membangun ketahanan perekonomiannya.
"Sektor pariwisata mereka pun di dongkrak tumbuh pesat untuk meningkatkan Product Domestik Bruto (PDB). Hanya saja, hemat saya jangan sampai menjadi kendala dan perbincangan internasional ketika menyentuh haji dan umrah. Karena besar kemungkinan harga pada aktivitas ini ikut naik. Mereka harus perhitungkan dengan matang dan dapat mengedalikan harga," kata Affan saat ditanya pendapatnya melalui sambungan telepon menjelang Rakernas PB Al Washliyah akhir Januari mendatang, Kamis malam (21/01/2016).
Salah satu Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah ini juga menyampaikan, konsumsi paling besar dalam haji dan umrah adalah penerbangan dan akomodasi (hotel) dengan tingkat pengeluaran mencapai 78 persen.
Tingkat hunian atau okupansi kamar hotel di Makkah dan Madinah selama musim haji dan umrah tidak akan mengalami penurunan yang berarti. Walaupun nantinya Iran tidak akan mengirim atau jumlah jemaah haji dan umrahnya berkurang.
"Jangan sampai harga akomodasi jemaah haji dan umrah naik tak terkontrol, harus ada titik equilibriumnya. Jika tidak, maka besar kemungkinan akan berdampak pada penurunan pelayanan dan penelantaran jemaah oleh penyelenggara. Ini saya nilai penting untuk disikapi Arab Saudi dengan arif, bijak dan santun," himbau Affan.
Terkait persiapan haji mendatang, dia mengingatkan kepada pemerintah terutama DPR untuk hati-hati dalam melakukan perhitungan mengenai ongkos naik haji. Karena bisa saja kejadian seperti transportasi antar kota perhajian bisa terulang karena 'salah hitung' berdalih efesiensi dan menekan harga.
Subsidi dipangkas oleh Raja Salman, ini akan bermultiplier effect pada sektor industri dan jasa di sana. Jangan gunakan analisis jemaah kita terbesar dan pasti punya posisi tawar. Tidak ada itu dalam istilah ekonomi. Hukum ekonomi hanya dua, penawaran dan permintaan. Harga akan naik jika penawaran meningkat (pelaku usaha). Harga akan turun jika permintaan banyak (konsumen). Itulah maka ada titik keseimbangan dalam ekonomi, ini yang dianalisis dengan survei pasar riil di sana. Libatkan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).
"Selama ini industri jasa haji dan umrah, pemerintah kebanyakan jadi penonton. Dana haji dan umrah lebih banyak dikeluarkan untuk peningkatan industri barang jasa negara lain. Begitu juga maskapai penerbangan. Saatnya pemerintah ambil bagian dalam berperan apalagi kemarin Ketua KEIN sudah dilantik. Jadi bukan karena jumlah jemaahnya yang banyak, tapi bagaimana melakukan strategi ekonomi yang jitu agar PDB kita naik," kata Affan. (rio/ar)