Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Kamis, 29 September 2016

Serial 4: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Kasihan Tuan A.

Tuan A ingin pergi haji. Tuan A menyetorkan uangnya sebesar Rp. 25.000.000. Karena keterbatasan kuota, maka Tuan A harus mengantri selama 20 tahun untuk dapat berangkat haji. Apa manfaat yang diperoleh Tuan A atas seoran awal Rp.25.000.000 tersebut selama menunggu selama 20 tahun?

Pertama, Tuan A tidak memperoleh nilai waktu uang. Kedua, Tuan A tidak memperoleh asuransi. Ketiga, Tuan A membatalkan diri maka uangnya akan kembali hanya Rp.25.000.000.

Lalu apakah Tuan A rugi? Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu berangkat haji.

Simulasi pertama. Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat suku bunga deposito pertahun diasumsikan rata-rata 7 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.60.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Simulasi Kedua. Bagaimana jika uang Tuan A tersebut diinvestasikan pada saham?

Return atau imbal hasil reksa dana saham setiap tahunnya rata-rata mencapai di atas 17 persen , bahkan bisa di atas 20 persen. Ini tentu jauh dari bunga deposito dan kenaikan angka inflasi.

Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu:

Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat imbal reksa dana saham pertahun diasumsikan 20 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.125.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Simulasi Ketiga. Karena masih belum jelasnya kesyariahan dana haji, terbukti dengan masih menggunakan bunga, maka jika Tuan A memasukkan uangnya pada lembaga keuangan/koperasi/MLM/Ponzi yang memberikan bunga 10 persen perbulan maka mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu.

Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat suku bunga perbulan 10 persen pertahun diasumsikan rata-rata 120 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.625.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Namun, Tuan A karena mau beribadah maka dia masukkan uangnya untuk setoran awal. Ditengah masa menunggu haji 20 tahun, Tuan A membutuhkan modal tambahan untuk usahanya. Akhirnya Tuan A membatalkan hajinya pada 10 tahun kemudian. Apa yang diperoleh Tuan A. Dia hanya mendapatkan Rp.25.000.000 dan proses pencairannya pun lama. Kasihan ya Tuan A. (ar/Bisnissyariah.co.id)

Serial 3: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Pedagang Sayur dan Petugas Bank.

Cerita ini adalah cerita ilustrasi, cerita dasar dan umum ditanya, apa pendapat Anda tentang hal ini?

Seorang pedagang sayur keliling yang berusia 60 tahun ingin menunaikan ibadah haji bersama istrinya. Istrinya juga berumur 60 tahun. Sudah hampir 30 tahun mereka mengumpulkan uang untuk dapat melakukan setoran awal. Dan akhirnya terkumpullah uang sebesar 50 juta rupiah. Memang, untuk mendapatkan nomor porsi setoran awal per orang ditarif sebesar 25 juta rupiah. Selanjutnya pedagang sayuran keliling ini mendatangi bank penerima setoran haji untuk menyetorkan uangnya tersebut:

Pedagang Sayur: Ini semua syarat sudah saya bawa temasuk uang setoran awal. Pedagang memberikan syarat administrasi dan uang setoran awal sebesar 50 juta rupiah kepada petugas bank penerima setoran awal.

Petugas Bank: Baik pak, akan kami proses. Selanjutnya petugas melakukan proses dan memberikan bukti telah melakukan penyetoran awal kepada pedagang sayur untuk dibawa ke Kementerian Agama Kabupaten/Kota dimana dia tinggal. Nanti bukti ini bawa ke Kementerian Agama Kabupaten Kota domisili bapak ya. Disana bapak mengisi Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) dan sekaligus pencetakan nomor porsi.

Pedagang Sayur: Baiklah. Oh ya saya mau bertanya, kira-kira estimasinya kapan ya saya dan istri dapat pergi haji?

Petugas Bank: Jika sudah mendaftar dan memperoleh nomor porsi rata-rata menunggu 20 tahun pak.

Pedagang Sayur: Berarti umur saya 80 tahun saat pergi haji ya.
Petugas Bank: Ya pak.

Pedagang Sayur: Jika saya dalam masa menunggu tersebut, katakanlah 10 tahun, lalu saya butuh dana, apakah boleh saya membatalkan pendaftaran haji saya?

Petugas Bank: Boleh pak.

Pedagang Sayur: Berapa lama cairnya?

Petugas Bank: Lebih kurang 17 hari kerja pak.

Pedagang Sayur: Tetangga saya lama katanya cairnya bahkan berbulan-bulan baru cair. Berapa yang saya terima?

Petugas Bank: Sama pak 25 juta bapak, 25 juta istri bapak.

Pedagang Sayur: Kalau saya jadikan modal 50 juta itu dengan dagang sayur selama 10 tahun maka kemungkinan saya dapat untung minimal 16 juta rupiah. Mengapa kok dikembalikan tetap 50 juta, uang saya diapakan saja?

Petugas Bank: Itu sudah ketentuan yang berlaku pak.

Pedagang Sayur: Selama masa menunggu itu saya dapat fasilitas apa? Apakah ada asuransi? Misalkan saya sakit apakah saya dapat asuransi kesehatan?

Petugas Bank: Bapak tidak dapat apa-apa selama masa menunggu.

Pedagang Sayur: Baiklah, satu lagi pertanyaan saya. Apakah uang saya yang mengendap itu dibayar zakatnya?

Petugas Bank: Tidak pak.

Pedagang Sayur: ???????

(ar/Bisnissyariah.co.id)

Serial 2: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Jemaah Nikmati Bunga Dana Haji? Bunga-Ujrah, Nirlaba-Investasi.

Keuangan Haji senantiasa bermasalah dan menjadi sorotan yang tidak terselesaikan. Pada medio Oktober 2014 lalu, telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Harapannya adalah, pengelolaan keuangan haji semakin baik.

Namun, dibalik harapan itu justru menjadi pertanyaan bagaimana mungkin pengelolaan keuangan haji menjadi baik? Jika didalam pasal yang ada di dalam Pasal Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tersebut justru tidak sejalan dengan pasal-pasal berikutnya. Juga pasal-pasal yang ada di Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tersebut tidak sejalan dengan pasal-pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Ketidaksejalanan itu pada aspek Keuangan dan pengelolaannya.
Berikut ketidaksejalanan dan kesesuaian tersebut:

UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

Pasal 1
Angka 7 Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPS BPIH adalah BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH YANG DITUNJUK OLEH BPKH.

Pasal 2
Pengelolaan Keuangan Haji BERASASKAN:
a. prinsip syariah;
b. prinsip kehati-hatian;
c. manfaat;
d. NIRLABA;
e. transparan; dan
f. akuntabel.

Pasal 46
(1) Keuangan Haji wajib dikelola di BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH.
(2) Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat DITEMPATKAN DAN/ATAU DIINVESTASIKAN.
(3) Dalam melakukan penempatan dan/atau investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.

Pasal 48
(1) PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, INVESTASI LANGSUNG DAN INVESTASI LAINNYA.
(2) PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji diatur dalam Peraturan Pemerintah.

DAN PASAL-PASAL LAINNYA YANG BERMATERI TENTANG INVESTASI YANG TIDAK SEJALAN DENGAN PASAL 2 YANG MENYEBUTKAN BERASASKAN NIRLABA. SILAHKAN DIBACA UU NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI.

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Pasal 2
Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip NIRLABA.

Pasal 22
(1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL YANG DITUNJUK OLEH MENTERI.
(2) Penerimaan setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan kuota yang telah ditetapkan.

Pasal 23
(1) BPIH yang disetor ke rekening Menteri melalui BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikelola oleh Menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat.
(2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung untuk membiayai belanja
operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.

SILAHKAN DIBACA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI.

KESIMPULAN:
1. Pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang bermateri tentang keuangan tidak sejalan. Azas NIRLABA versus INVESTASI.

2. Pasal-pasal Pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI dan UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang bermateri tentang keuangan tidak sejalan. Azas NIRLABA versus INVESTASI dan BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL YANG DITUNJUK OLEH MENTERI versus BPS BPIH adalah BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH YANG DITUNJUK OLEH BPKH.

3. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI dan UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI masih berlaku.

4. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI pernah diubah melalui PERPU pada bulan juli tahun 2009 yaitu: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI MENJADI UNDANG-UNDANG yang mengubah “Pasal 7, “Pasal 32 “Pasal 40 pada materi hak Jemaah haji dan penggunaan paspor internasional yang semula paspor cokelat. SILAHKAN DIBACA UU NOMOR 34 TAHUN 2009 tersebut.

PERTAANYAANNYA ADALAH:

1. Apakah mungkin jika Badan Pengelola Keuangan Haji terbentuk sesuai dengan amanat UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 dapat melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai harapan dengan ketidaksejalanan dan kesesuaian antar pasal dan antar UU tersebut, jika di dalam pasal yang ada di dalam Pasal UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 tersebut justru tidak sejalan dengan pasal-pasal berikutnya. Juga pasal-pasal yang ada di UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 tersebut tidak sejalan dengan pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI. Ketidaksejalanan itu pada aspek Keuangan dan pengelolaannya.

2. Dijelaskan dalam penjelasan pasal UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang dimaksud dengan ASAS “NIRLABA” adalah pengelolaan Keuangan Haji dilakukan melalui pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Jemaah Haji dan kemaslahatan umat Islam, namun dengan tidak ada pembagian deviden bagi pengelolanya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata NIRLABA berarti bersifat tidak mengutamakan pemerolehan keuntungan. Sedangkan ASAS berarti; 1 dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat); 2 dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi); 3 hukum dasar. Apakah ada difinisi lain selain dari KBBI tentang ASAS dan NIRLABA?

3. Mengapa tidak dilakukan PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG sebagaimana yang pernah dilakukan dengan terbitnya UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI MENJADI UNDANG-UNDANG?

4. Ditunjuknya BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH sebagai bank pengelola keuangan haji apakah tidak memunculkan pendapat bahwa terjadi monopoli karena ada dua regulasi tentang perbankan yaitu UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN dan UNDANG-UNDANG 21 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH?
5. Apakah bank syariah benar telah menjalankan prinsip syariah sesuai syariah Islam? Dan apakah bank umum adalah riba? (ar/Kabarumrahhaji.com)

Serial 1: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Tujuh Kecederaan Pengelolaan Keuangan Haji Dalam Prespektif Syariah.

Uang setoran awal haji hingga saat ini berjumlah 80 trilyunan rupiah. Pengelolaannya hingga saat ini diklaim dikelola secara syariah dengan menunjuk bank syariah sebagai Bank Penerima Setoran Haji. Menarik jika membahas tentang dana setoran haji tersebut. Mengapa menarik, karena masih terdapat cidera terkait akad dalam implementasinya.

Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta rupiah yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.

Cidera kedua, Kementerian Agama dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kementerian Agama belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.

Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.

Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).

Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.

Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.

Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu.  Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.

Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.

Untuk itu, ada baiknya pengelolaan dana haji ini dibahas bersama dengan para pakar fiqh muamallah. Bahas dari a-z agar tidak ada lagi cidera dalam pengelolaannya. Ini pun jika disepakati bahwa pengelolaannya secara syariah. Jika tidak ya tidak masalah, sah-sah saja. Tetapi apakah calon jemaah haji mau dikelola bukan syariah.

Pemahaman keuangan dalam kajian perekonomian empat sektor bukan ilmu yang gampang untuk diserap oleh masyarakat. Kita menyadari bahwa ilmu fiskal dan moneter tidak dapat dengan mudah untuk diajarkan pada calon jemaah haji. Rata-rata jemaah haji hanya bersandar pada niat dan tulus ikhlas, yang penting dapat menunaikan ibadah haji.

Tugas kita bersama yang semestinya untuk membangun dan menambal kecideraan itu dengan etika dan moral dalam menjalankan prinsip syariah pengelolaan keuangan haji. Itupun jika disepakati bahwa pengelolaanya berprinsip syariah. Jika tidak, maka tidak perlu kita berbicara dan membangun skema akad sesuai syariah. (ar/Bisnissyariah.co.id)