Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Senin, 25 Desember 2017

Kuota Haji, Masyarakat Perlu Tahu dan Bijak

Kuota haji 13 tahun terakhir
Foto: Affan Rangkuti
Bogor (WarkopPublik)--Lukman Hakim Saifuddin dan rombongan saat ini sedang berada di Arab Saudi. Agendanya antara lain adalah penambahan kota haji, penambahan kuota petugas haji dan peningkatan layanan di Mina. Nah masalah kuota haji kita ini masih sangat relevan bahkan lebih dari formula 1 permil penduduk muslim suatu negara sesuai hasil keputusan OKI 1987. Kuota haji kita diberi 211.000. Kalau riil harusnya kuota haji Indonesia adalah sebesar 207.176 karena jumlah penduduk muslim sebanyak 207.176.162 (SP BPS 2010). Ada kenaikan 3.824 dari kuota dasar haji untuk 2010 jika merujuk pada jumlah muslim SP BPS 2010.

Berikut ini rincian kuota jemaah haji dalam 13 tahun terakhir:

1. Kuota haji 2005: 205.000
2. Kuota haji 2006: 205.000
3. Kuota haji 2007: 210.000
4. Kuota haji 2008: 207.000
5. Kuota haji 2009: 207.000
6. Kuota haji 2010: 211.000 (kuota haji kita diberi 211.000. Kalau riilnya harusnya kuota haji adalah sebesar 207.176 karena jumlah penduduk muslimnya sebanyak 207.176.162 (SP BPS 2010). Ada kenaikan 3.824 dari kuota dasar haji untuk 2010 jika merujuk pada jumlah muslim SP BPS 2010.
7. Kuota haji 2011: 211.000
8. Kuota haji 2012: 221.000 (ada tambahan 10.000 dari 211.000)
9. Kuota haji 2013: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
10. Kuota haji 2014: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
11. Kuota haji 2015: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
12. Kuota haji 2016: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
13. Kuota haji 2017: 221.000 (kuota kembali normal 211.000 karena proyek perluasa  Masjidil Haram selesai dan ada tambahan 10.000)
14. Kuota haji 2018: Prediksi 221.000 (kuota dasar 211.000 ditambah tambahan 10.000)

Artinya masyarakat luas harus memahami bahwa ada formula dalam urusan kuota haji ini. Sepatutnya kita bersyukur bahwa ternyata kuota haji justru berada pada angka di atas formula 1 permil dari jumlah penduduk muslim di Indonesia. Jika pun kita uji dengan survei penduduk antar sensus (supas) sesuai UU 16/1997 tentang Statistik pada Pasal 8  dan Pasal 9 maka angka kuota haji masih di atas formula 1 permil.

Tak perlu kita seperti mendesak pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota melalui Menteri Agama. Hingga akhirnya mau tak mau si menteri pun harus menyuarakan itu pada Arab Saudi. Kasihan juga, padahal kuota itu sudah di atas formulasi OKI 1987. Memang kita sebenarnya maunya ditambah berapa lagi.

Kita juga harus menyadari bahwa suatu formula dibuat bukan tanpa dasar. Memangnya yang berhaji hanya muslim dari negara kita saja. Apakah jika ditambah seperti yang kita mau agar haji jadi cepat antrian misalkan 230.000 atau 250.000 lalu membuat kita nyaman. Itu semua butuh proses, perlu perluasan, perlu pembangunan di wilayah Masyair (Mina, Muzdalifah, dan Arafah). Kalau tidak maka akan terjadi penumpukan ditenda tidur sempit-sempitan, belum lagi urusan water closet (wc), apa mau atau bisa mengantri berjam-jam disaat kebelet atau mau kebelet.

Nanti kalau kurang atau tidak nyaman lalu ribut, recok sana sini dan anggap Kementerian Agama (Kemenag) tidak becus urus jemaah. Musim haji tahun 2017 dengan jumlah kuota 221.000 itu Indeks Kepuasan Jemaah Haji (IKJH) sebesar 84.85. Angka indeks ini terbilang di luar perdiksi. Kenapa, jumlah petugas kurang dan banyak kekurangan lainnya seperti layanan di Mina. Apakah tahun esok akan lebih baik, tidak ada jaminannya. Apalagi jika kuota haji tetap ditambah 10.000 (221.000) dengan kondisi petugas kurang, layanan di Mina kurang dll. Jika pun petugas haji ditambah dan layanan Mina ditingkatkan angka 84.85 itu belum tentu naik, tetap saja sudah sangat bersyukur karena bisa saja angka itu turun. Mengapa begitu, ya karena banyak faktor yang mempengaruhi contoh faktor alam, karakteristik jemaah, situasi politik, karakteristik petugas dll. Karakteristik ini selalu berubah. Jamaah kemarin dengan mendatang beda orang, petugas kemarin dengan mendatang 30-40% beda orang, situasi politik dalam dan luar negeri (Timur Tengah) mendatang juga belum tentu sama dengan kemarin.

Lalu apa langkah yang dilakukan Kemenag dalam hal ini. Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah.., "dan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah." Tekad diaplikasikan dengan pola, standarisasi, dan pembakuan dalam menjalankan dan meningkatkan program pelayanan haji. Ada managemen yang sudah dibangun, ditata dan terus dtingkatkan. Setelah semua dilakukan barulah Kemenag menyerahkan kepada Allah Swt. (ar/ar)

Kabupaten Bogor Masih Berwajah 'Kusam'

Safari sosial Ade Whardana Adinata
Foto: facebook Ade Whardana Adinata
Bogor (WarkopPublik)--"Jadilah rakyat miskin disaat engkau menjabat, dan jadilah pejabat manakala engkau bertemu penjahat"

Kalimat ini sepertinya cocok untuk bupati Bogor mendatang. Sedikit meluangkan waktu mengikuti salah satu akun media sosial (medsos) salah satu calon Bupati Bogor. Ternyata banyak hal yang menarik dalam aktivitas dan safari sosialnya. Banyak temuan-temuan kemanusiaan dalam dimensi ekonomi dan sosial. Memang, medsos saat ini menjadi salah satu jendela informasi yang tidak bisa diabaikan bahkan justru diandalkan. Banyak riset terkait tentang itu.

Soal Kabupaten Bogor. Siapa sih yang mau untuk hidup miskin. Tak ada yang sudi untuk menjadi manusia yang minim kepintaran. Tak akan ada yang rela untuk menjadi manusia berpenyakit. Tak kan ada yang mau untuk hidup tanpa pekerjaan.

Pemetaan dan identifikasi masalah dinamika sosial ekonomi yang didapati membuat kita terperangah. Bahkan boleh jadi diprediksi ada fenomena gunung es yang menyelimuti kabupaten ini. Lebih kaget lagi disaat media menulis Bogor ”Surga” LGBT. Rasa kuatir, cemas, takut dan amarah pun muncul. Bagaimana tidak, namanya orang tua dipastikan akan cemas dengan kondisi ini.

Harga kehidupan sosial di Kabupaten Bogor boleh disebut terbilang mahal. Setiap waktu mata dan telinga orang tua digunakan dengan seksama dalam meradar pergaulan anak. Tak masalah dikatakan lebay, kepo atau sotoy (istilah anak terkini). Orang tua hanya memastikan bahwa anaknya jelas bergaul kemana dan dengan siapa.

Dimana pemerintah Kabupaten Bogor. Apakah pernah para pemangku jabatan ini berkala melakukan kajian, penelitian dalam menjawab dinamika dan persoalan sosial yang terjadi. Apakah karena mereka habis waktu dan energi karena berkutat pada masalah kemiskinan sebagai prioritas, sedang soal lainnya dikesampingkan. Sajian data dari salah satu media nasional menyebutkan bahwa Kabupaten Bogor menduduki posisi 10 daerah termiskin dari 27 kabupaten dan kota seprovinsi Jawa Barat. Angka penduduk miskin mencapai 8,92 persen dari jumlah penduduk mencapai 5,5 juta jiwa. Artinya 490 ribu orang lebih masyarakat kabupaten itu hidup miskin. 490 ribu orang berpotensi pada entitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dll. Potensi itu bisa saja membentuk sikap dan kepribadian yang menyimpang.

Sudahlah rakyat miskin, pejabatnya saat aktif malah terbelit kasus korupsi. Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan terkait suap alih fungsi lahan pada 7 Mei 2014 silam. Selain Yasin, lembaga anti rasuah itu juga menangkap Muhammad Zairin mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan juga sudah divonis kurungan penjara dan denda atas kejahatan yang dilakukan. Mereka divonis atas menerima suap senilai 4,5 miliar rupiah guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan. Selain mereka berdua, divonis juga 'para juragan' dan mendekam dalam 'hotel prodeo', mereka adalah Yohan Yap dan Cahyadi Kumala.

Itu soal kemiskinan dan potensi dampak yang ditimbulkan. Bagaimana soal pendidikan. Ada satu sekolah di wilayah Parung bersemayam ajaran sesat di dalamnya. Herannya, saat kasus ini terkuak barulah ada investigatif bahwa sekolah itu belum memiliki izin dari dinas pendidikan Kabupaten Bogor. Di luar logika jawaban itu, mengapa. Pertama letak sekolah jelas di salah satu jalan lintas ramai Bogor Jakarta. Kedua, sekolah sudah memiliki dua rombongan belajar untuk setiap tingkatan. Untuk tingkat SMP baru ada kelas 7 dan kelas 8, sedangkan untuk tingkat SMA baru ada kelas 10 dan kelas 11. Ketiga, sudah beroperasi sekitar 1,5 tahun. Aneh bukan, tidak akan aneh jika melihatnya dalam dimensi 'kepentingan'.

Hal di atas masih sejumput dari sekeranjang persoalan lain yang masih menumpuk dan menjadikan Kabupaten Bogor berwajah 'kusam'. Bupati Bogor mendatang akan ditantang untuk mampu mengubah wajah itu menjadi 'ceria'. Ada keyakinan dan harapan besar yang akan memimpin nanti mampu melakukan itu di bumi Prayoga Tohaga Sayaga Kuta Udaya Wangsa, Bumi Tegar Beriman. (ar/ar)