![]() |
Affan Rangkuti Foto: citraindonesia |
"Belajarlah ilmu lebah, jangan ilmu kucing," kata salah satu alumni universitas Islam UIKA Bogor Affan Rangkuti melalui pesan tertulisnya, Minggu (09/10/2016).
Satu orang 'Apek' bisa buat heboh jutaan umat muslim? Kena strategi si 'Apek' deh kita ini. Buat apa muslim ributin ini, pilih saja selain dia dalam pilgub nanti, selesai perkara. Namun, jika ternyata dia menang nanti maka jangan kecewa, artinya kita yang muslim ini harus lebih banyak intropeksi diri mengapa kita banyak tapi nyatanya 'nol besar'. Jadi ikuti saja permainan ini, kalau kata Anak Medan 'main cantik' kita kawan, jangan terlalu bawa perasaan (baper) istilah anak sekarang. Tak usah sedikit-sedikit ribut, sedikit-sedikit tuntut, sedikit-sedikit somasi, itu namanya ribut-ribut tak menentu.
Kita mungkin saat ini krisis generasi rohilah, idealnya rohilah kisaran 1/100. Dari umat muslim di negara X berjumlah kisaran 250 juta orang idealnya terdapat para rohilah 25 juta orang. Jika di ibukota negara X yaitu provinsi Y jumlah muslimnya sebesar 10 juta orang maka ada 1 juta orang para rohilah. Jadi jika para rohilah ini bergerak si Apek siap-siap saja untuk pulang kampung. Tapi jika ternyata para rohilah tidak ada maka ya kita harus banyak-banyak belajar kembali apa itu Islam dalam kepemimpinan.
Jadi mengembalikan si Apek ke kampung halamannya bukan tugas berat. Masalahnya adalah, apakah di provinsi Y masih punya rohilah atau tidak. Jika tidak ya partai politik berbasis agama gagal total dalam menetaskan kaderisasi. Jadi si Apek kita jadikan wujud teguran kepada kita umat Islam agar kita mengenal diri kita kembali.
Kita butuh generasi yang memikul Islam, bukan terbalik malah dipikul Islam. Itulah makna sebuah kegagalan. Maka itu, saat ini kita dalam kondisi nyaris kehilangan jati diri dan berteriak atas nama Islam, makna teriakan itu pun kita boleh jadi tidak mengetahuinya. Akhirnya egoislah yang ada karena merasa paling, tapi hampa. Persolan manuver si Apek ini bukan hal baru. Kita hanya ribut-ribut. Bukannya kita mengatur siasah terbaik namun larut dalam keributan tak tentu arah dan berakhir dengan diam pada akhirnya. Esok lusa akan terulang lagi hal yang sama. Untuk itu, jika kita memang tidak menyukai si Apek, maka hanya satu kata bagi umat Islam provinsi Y "Jangan pilih si Apek", selesai perkara. Jika si Apek tidak ada kekuatan maka seperti tersebut di atas, memulangkan Apek ke kampung halamannya bukan pekerjaan yang berat.
Kalau tesisnya yang terbangun saat ini kita balik. Manuver si Apek ada aktor intelektualnya bagaimana, dan aktor itu sangat paham apa itu Islam. Terpancing kita, karena aktor itu tahu bagaimana melakukan magnetut perdebatan publik. Hayo yang dapat nilai plus siapa coba. Untuk itu tak usah ribut-ribut. Tak usah pilih si Apek, sederhana kok. Kalau si Apek tak terpilih ya mana ada lagi kekuatan lagi dia, selesaikan. Nilai plus salah satu contohnya adalah, umat Islam yang tak pernah membuka kitab sucinya, sejak manuver si Apek kini ramai-ramai buka kitab sucinya terkait apa yang disampaikan si Apek. Apakah itu bukan nilai plus bagi si Apek. Ini strategi revolusi sunyi, jadi menjawabnya hanya satu kalimat, "Jangan pilih siApek" titik.
Nilai plus lainnya yang didapat si Apek adalah, dengan manuvernya dia mampu memetakan jumlah rohilah yang sebenarnya. Lihat saja, kita sama kita akan saling debat dan menongkarkan kepala masing-masing. Hayo yang dapat nilai plus siapa.
Nilai plus lainnya adalah, si Apek dituntut atau boleh jadi dikontak pisik. Dalam posisi ini siapa yang dapat nilai plus. Lagi-lagi revolusi sunyi dalam menjawabnya yaitu jangan pilih si Apek, selesai perkara. (ar/rilis)