Bagaimana tidak, baru kali ini rasanya
mata dan telinga ini mendengar dan menyaksikan perkawinan berbudaya Mandailing
di Jakarta. Sudah 20 tahun mungkin rasanya mata dan telinga ini tertutupi
budaya asing, hingga luput dari kemandailingannya.
Bangga, ketika ada masyarakat Mandailing
ibu kota mampu menghadirkan budayanya di tengah exisnya budaya barat di Mega
Metropolitan Jakarta.
Terharu, manakala bahasa Mandailing yang
terdengar hampir asing, mampu mengingatkan kembali ketika orangtua
menggunakannya sebagai bahasa keseharian ditengah keluarga.
Senang, notasi onang-onang dengan
gordang sembilannya berbunyi syahdu larut dalam kesedihan, gembira dan cita.
Ketika orangtua melepas putrinya menempuh kehidupan kedua, perkawinan. Bergidik
sekujur badan, ada spirit dan energi tersendiri mendengar notasi dan syair yang
keluar mengiringi onang-onang itu.
Salam takzim untuk keluarga, yang
percaya diri menghadirkan dan memperkenalkan budaya mandailing di parhelatan
Pabuat Boru di tengah tamu yang majemuk.
Harapannya, budaya mandailing
tersosialisasi bukan hanya di ibu kota, namun sampai mancanegara. Semua harus
dimulai, dan saatnyalah masyarakat mandailing sadar akan hal itu. (ar/ar)