 |
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin dan
Menteri Urusan Haji Arab Saudi
Bandar Muhammad Hajjar
saat selesai membahas persiapan penyelenggaraan
dan MoU ibadah haji
2016, Jeddah (13/03/2016).
Foto: Sri Ilham Lubis |
Jakarta (WarkopPublik)--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini Rabu (16/03/2016) sudah tiba di Jakarta usai melakukan kunjungan kerja selama enam hari di Saudi Arabia. Bersama Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek dan tim Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kunjungan Menag ini kali untuk membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2016, termasuk menandatangani MoU dengan Menteri Urusan Haji Saudi, Bandar Muhammad Hajjar.
Menurutnya, setiap tahun jelang pelaksanaan ibadah haji, negara-negara pengirim jemaah haji termasuk Indonesia, melakukan penandatanganan MoU dengan Pemerintah Saudi. Kesempatan bertemu Menteri Urusan Haji Saudi dimanfaatkan Menag untuk menyampaikan beberapa usulan peningkatan kualitas layanan haji. “Usulan itu tidak hanya semata peningkatan layanan jemaah haji Indonesia, lebih utama Pemerintah Indonesia mengajukan usulan agar kenyamanan jemaah haji dunia bisa didapat,” terang Menag setibanya di Jakarta dari kunjungan kerja di Saudi Arabia, Rabu (16/03/2016).
Berikut usulan perbaikan yang disampaikan Menag Lukman kepada Menteri Urusan Haji Saudi Arabia:
Pertama, perbaikan kualitas tenda di Arafah agar dibuat permanen dan lebih kokoh. Pengalaman tahun 2015, beberapa tenda jemaah Indonesia roboh karena angin. “Setidaknya tenda di Arafah agar dibuat seperti tenda di Mina,” tutur Menag.
Kedua, pembangkit listrik permanen yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan listrik selama jemaah di Arafah. Jemaah haji dunia pada setiap penyelenggaraan ibadah haji berkisar dua juta orang, dan itu tentu membutuhkan konsumsi listrik yang sangat besar. “Diperlukan pembangkit listrik yang relatif permanen di Arafah,” tegas Menag.
Ketiga, tenda Mina dibuat bertingkat. Mina adalah wilayah yang jelas batas-batasnya. Luas wilayah ini sekitar 7,8 km persegi, namun yang bisa didiami hanya 4,8 km persegi karena selebihnya adalah pegunungan batu. Sementara itu, ketika menginap di Mina, seluruh jemaah haji diharuskan berada dalam kawasan ini. Padahal, total jemaah haji setiap tahunnya berkisar dua juta orang, sangat padat. “Tenda jemaah di Mina perlu dibuat bertingkat seperti Jamarat (tempat lontar jumrah), sehingga tidak ada jemaah yang ditempatkan di luar Mina,” kata Menag.
Keempat, penyediaan fasilitas pos kesehatan emergency pada rute jemaah dari tenda di Mina menuju Jamarat. Keberadaan pos kesehatan diperlukan untuk mengantisipasi jemaah yang butuh pertolongan kesehatan saat dalam perjalanan dari Mina ke Jamarat atau sebaliknya. “Tahun lalu kita melihat kondisi seperti itu tidak bisa dilayani dengan baik karena keterbatasan sarana kesehatan bagi jemaah haji,” ujarnya.
Kepada Menteri Haji Saudi, Menag juga menanyakan perkembangan pengurusan santunan bagi jemaah haji yang menjadi korban jatuhnya crane di Masjidil Haram. Ada 61 korban dari Indonesia, terdiri dari 12 orang wafat, dan 49 luka-luka. Pemerintah Saudi Arabia menjanjikan untuk memberikan santunan kepada mereka. “Menteri Urusan Haji Saudi tegas mengatakan bahwa realisasi pencairan ini sudah mendekati penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian tahapan yang cukup panjang. Dua kementerian yang mengurus ini, yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, pada saatnya akan menyampaikan secara resmi dan merealisasikannya,” jelas Menag.
“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, semua jemaah dari berbagai negara yang menjadi korban akan mendapatkan santunan,” tambahnya.
Apresiasi untuk Indonesia
Menteri Haji Saudi mengapresiasi usulan perbaikan layanan yang disampaikan Indonesia. Bahkan, tenda Arafah mulai tahun ini akan dipasang sejak 1 Dzulhijjah (delapan hari sebelum puncak haji) dan Indonesia diminta untuk mengecek langsung. “Jika ada tenda yang dinilai kurang kokoh, mereka akan memperbaikinya,” kata Menag.
“Ada 30 - 35 maktab dari total 57 maktab Indonesia yang AC-nya akan diperbaharui,” tambahnya.
Selain bertemu Menteri Urusan Haji, Menag juga melakukan pertemuan dengan muassasah, baik Muassasah Asia Tenggara yang ada di Makkah maupun Muassasah al Ahliyah al Adilla di Madinah. Muassasah adalah lembaga di luar Pemerintah yang mendapat kewenangan penuh dari Saudi untuk mengurus jemaah. Kedua lembaga ini melayani hal ihwal jemaah yang terkait dengan dokumen, pemondokan, katering transportasi darat, dan lainnya. “Dari pertemuan itu, disepakati adanya upaya peningkatan layanan agar lebih baik,” jelas Menag.
Menag juga bertemu Direktur Utama Bandara Amir Muhammad dan Abdul Aziz (AMAA) Madinah, Sofyan Abdussalam. Kedua belah pihak sepakat bahwa jemaah haji yang diberangkatkan pada gelombang pertama akan mendarat di Bandara AMAA Madinah seperti pada tahun lalu. Kesepakatan ini penting agar jemaah haji Indonesia tidak mengalami kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang dari Tanah Air menuju Tanah Suci.
Selain itu, jemaah haji yang diberangkatkan pada gelombang kedua juga akan bertolak dari Bandara AMAA Madinah menuju Tanah Air. “Jadi, 50 persen tiba di Madinah, 50 persen pulang dari Madinah,” jelas Menag.
Menag menilai kunjungan kerja ini kali berjalan sukses. Menteri Urusan Haji Saudi bahkan secara eksplisit mengapresiasi jemaah haji Indonesia karena dinilai tertib dan taat terhadap aturan di Saudi. Apresiasi yang sama disampaikan Dirut Bandara AMAA Madinah. Dia menilai Indonesia sebagai negara terbaik dalam mengorganisasi jemaah haji sehingga tercepat pengurusannya, sejak jemaah keluar dari pesawat sampai meninggalkan bandara. (sinhat/ar)