Jakarta (WarkopPublik)--Indonesia
tengah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dampak
terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta
tenaga kerja. Kemungkinan industri jasa haji dan umrah masuk dalam pasar bebas
ASEAN tersebut. Pembentukan MEA ini berawal dari kesepakatan para pemimpin
ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tak Resmi pada 14‒16 Desember
1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya
saing ASEAN untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk
meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan negara ASEAN.
Kemudian,
kesepakatan itu dilanjutkan pemimpin negara anggota ASEAN saat KTT ASEAN ke-9
di Bali, Indonesia, 7-8 Oktober 2003 dan mendeklarasikan Komunitas Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economy Community) sebagai salah satu hasilnya. Deklarasi
tersebut lalu disepakati dalam sesi pleno KTT ASEAN
ke-20 di Kamboja, Phnom Penh, 3-4 April 2012. Hasilnya menjadi Deklarasi
Pnom Penh, sebagai Agenda Pembangunan Komunitas ASEAN (Phnom Penh Agenda
on ASEAN Community Building) antara lain berisi tentang drug free
ASEAN 2015 dan kerjasama antara masyarakat ekonomi ASEAN dan pembangunan
komunitas ASEAN dan memberlakukan MEA pada tanggal 31 Desember 2105.
Tepat
hari kamis minggu lalu (31/12/2015), MEA resmi diberlakukan. Kerja sama
regional ini bertotal pangsa pasar tidak kurang dari 600 juta jiwa. Menjadi
arena pergerakan manusia, barang, dan jasa tanpa sekat batas negara.
Pembentukan pasar tunggal ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang
dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara
(Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, thailand, Brunei Darussalam,
Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja) sehingga tak heran jika kompetisi akan
semakin ketat.
Realitas
dan Tantangan Secara Umum
Produk andalan dalam menghadapai MEA, Direktur
Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nus
Nuzulia Ishak Kamis lalu (31/12/2015) mengatakan Kemendag optimistis ekspor
Indonesia bisa semakin melesat pada masa MEA. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) periode Januari-Oktober 2015, terlihat neraca perdagangan
nonmigas Indonesia ke kawasan ASEAN surplus 1,6 miliar USD. Angka ini meningkat
sekitar 257,13 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
yang defisit 1,02 miliar USD.
Kemendag juga mengklaim telah melakukan pemetaan dan menyiapkan sejumlah produk yang menjadi andalan Indonesia dalam menghadapi persaingan di MEA. Ada beberapa produk ekspor utama dan prospek ke kawasan ASEAN plus Cina, Jepang, dan Korea Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Misalnya, ekspor produk kimia dalam lima tahun terakhir trennya naik 9,88 persen, otomotif naik 14,55 persen, mesin-mesin naik 5,81 persen, dan makanan olahan naik 12,67 persen. Selain itu, produk tekstil, perhiasan, rempah, kopi, dan udang trennya juga naik 5-28 persen. Menyasar sampai pasar Cina, Jepang, dan Korea, Indonesia akan mengandalkan produk kayu, termasuk kertas dan perabot, bahan kimia, tekstil, makanan olahan, otomotif, alas kaki, plastik, produk perikanan, kulit, kopi, dan rempah.
Angka kemiskinan, BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen, relatif menurun dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat 28,6 juta orang atau 11,46 persen. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 8,34 persen, turun menjadi 8,16 persen pada September 2014. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 14,17 persen pada Maret 2014, menjadi 13,76 persen pada September 2014.
Penduduk
bekerja dan pengangguran, BPS juga
mencatat jumlah penduduk bekerja pada Februari 2015 telah mencapai 120,8 juta
orang, atau bertambah sebanyak 6,2 juta orang dibanding keadaan Agustus 2014.
Sementara bila dibandingkan dengan keadaan Februari 2014, jumlah penduduk
bekerja pada Februari 2015 menunjukkan pertambahan 2,7 juta orang. Adapun
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), pada Februari 2015 tercatat sebesar 5,81
persen, atau menurun dibanding TPT pada Agustus 2014 yang mencapai 5,94 persen,
dan meningkat dibandingkan TPT pada Februari 2014 sebesar 5,70 persen. Penduduk
bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar
45,19 persen. Sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas
hanya sebesar 8,29 persen.
Pertumbuhan
ekonomi, baru-baru ini, BPS telah mengekspos
pertubuhan ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan
besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan kedua
2015 mencapai Rp2.866,9 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai
Rp2.239,3 triliun.
Konsumsi
Industri Jasa Haji dan Umrah
Pengeluaran
konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen, ekonomi Indonesia triwulan kedua 2015
hanya tumbuh 4,67 persen, melambat dibanding capaian triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tertinggi dicapai jasa pendidikan yang tumbuh 12,16 persen. Dari
sisi pengeluaran didukung oleh hampir semua komponen dengan pertumbuhan
tertinggi dicapai Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh 4,97
persen. Dapat diasumsikan pertumbuhan pengeluaran sektor rumah tangga ada
faktor tingginya minat masyarakat dalam menunaikan ibadah haji dan umrah. Diprediksi
2017, pertumbuhan calon jemaah haji mencapai 4 juta dan jemaah umrah 3 juta
seiring meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional.
Sementara, Arab Saudi hanya mampu menampung jemaah haji dunia mencapai 3 juta
dan umrah mencapai 1,5 juta permusim.
Merebut
pasar industri jasa haji dan umrah era MEA kemungkinan besar akan terjadi dan
Indonesia akan menjadi incaran pasar industri jasa ini, karena jumlah penduduk
muslim Indonesia terbesar di dunia. Kemungkinan biro jasa haji dan umrah
yang ada di ASEAN akan hadir di Indonesia. Skimnya proses bisnisnya dapat
berbentuk daftar di travel ASEAN perwakilan-urus visa KBSA di Jakarta-berangkat
melalui negara ASEAN-Arab Saudi, kembalinya pun optional atau sebaliknya warga
negara ASEAN berangkat melalui travel Tanah Air. Terkait hal ini, institusi
lebih awal melakukan pemetaan dan pembahasan mengenai haji dan umrah dalam
menghadapi MEA, karena MEA sudah ditetapkan dan disepakati negara-negara ASEAN.
Harga rendah dengan layanan yang baik akan menjadi popular dan diminati
masyarakat sebagai pilihan.
Potensi
kerugian investasi, masyarakat yang kurang memahami
finansial dan fiqh muamalah dan dampak terjadinya penyempitan jalur (bottleneck)
regulasi. 7 Nopember 2014 Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan 262 penawaran investasi yang berkarakteristik
dicurigai: Menjanjikan manfaat investasi (keuntungan) besar/tidak wajar; Tidak
ditawarkan melalui melalui lembaga penyiaran (TV dan radio) namun ditawarkan
melalui internet/online, tidak jelas domisili usaha dan tidak dapat
berinteraksi secara fisik; Bersifat berantai, member get member, namun tidak
terdapat barang yang menjadi obyek investasi, atau terdapat barang, namun harga
barang tersebut tidak wajar jika dibanding dengan barang sejenis yang dijual di
pasar; Dana masyarakat dikelola/diinvestasikan kembali pada proyek di
luar negeri; Menggunakan public figure, pejabat, tokoh agama, artis;
Menjanjikan bonus barang mewah (mobil mewah), tour keluar negeri; Mengkaitkan
antara investasi dengan charity atau ibadah; Memberi kesan seolah-olah bebas
risiko; Memberi kesan seolah-olah dijamin atau berafiliasi dengan perusahaan
besar/multi nasional; Tidak memiliki izin usaha atau memiliki izin usaha tetapi
tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan.
Potensi
kerugian ini tidak dapat diabaikan begitu saja, peran MUI dan ormas Islam dalam
menyambut MEA ini sangat penting sebagai preventif. Salah satunya terkait
dengan Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). 25 Juli 2009
lalu Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mengeluarkan fatwa Nomor 75/DSN
MUI/VII/2009. Fatwa ini baiknya dapat di dorong untuk menjadi regulasi sebagai
tata hukum dan perundang-undangan. Disamping mengeluarkan fatwa dengan
memprediksi peredaran barang dan jasa yang tidak syariah yang dimungkinkan
terjadi pada implementasi masa MEA.
Tren
Industri jasa haji dan umrah, tingginya minat masyarakat melaksanakan umrah mecapai 700
ribu dengan rata-rata keberangkatan sebesar 81 ribu orang setiap bulannya.
Kondisi ini dipicu lamanya masa tunggu haji rata-rata 17 tahun dengan angka
terkini jemaah waiting list mencapai 2,9 juta orang. Hal ini tentu menjadi
pangsa pasar dan kompetisi bagi 651 penyelenggara umrah yang memiliki izin
resmi dari Kementerian Agama (Kemenag).
Hasil
penelitian pegiat haji dan umrah Ahmad Saebani memprespektifkan refrensi harga
pada pelayanan umrah. Sektor pengeluaran persatu orang dalam penyelenggaraan
umrah berefrensi 20 juta minimal dan 42 juta maksimal. Aspek terbesar
pengeluaran dan juga aspek terbesar masalah umrah yang terjadi adalah pada
penerbangan dan pemondokan (Makkah dan Madinah) lebih kurang 78 persen (45
persen penerbangan dan 33 persen pemondokan) dan sisanya sebesar 22 persen
merupakan pembiayaan di tanah air dan pendukung lainnya di Arab Saudi. Seperti
konsumsi angkutan darat, ziarah, oleh-oleh, visa, keuntungan dll.
Jumlah
uang yang terakumulatif dalam penyelenggaraan umrah setidaknya mencapai 14 trilyun
pertahun, hampir dua kali lebih besar dari biaya operasional haji per
penyelenggaraan. Jumlah ini lebih banyak terdistribusi di Arab Saudi
(penerbangan dan pemondokan). Ini belum diboboti konsumtif jemaah umrah saat
berada di sana. Peroleh pendapatan negara dalam perspektif pajak, industri
pariwisata dan industri kreatif belum terjajaki dengan baik. Semisal pembuatan
ihram (handuk besar), ini produksi Cina, Mesir, Turki.
Haji,
komulatif besaran setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sudah
mencapai lebih kurang 77 trilyun rupiah. Besaran ini dioptimalisasi melalui
instrument berbasis investasi jasa keuangan dengan hasil di bawah persentase 1
digit pertahun. Tingginya penempatan investasi pada jasa keuangan menjadikan
dana haji menganggur (idle money) dan kurang dirasakan manfaatnya secara
langsung baik bagi jemaah haji maupun masyarakat.
Sektor
pengeluaran persatu penyelenggaraan haji sebesar 9-10 trilyun. Aspek terbesar
pengeluaran pada penerbangan dan pemondokan (Makkah dan Madinah) lebih kurang
78 persen (45 persen penerbangan dan 33 persen pemondokan) dan sisanya sebesar
22 persen merupakan pembiayaan di tanah air dan pendukung lainnya di Arab
Saudi. Seperti living cost maslahat ammah (general service), konsumsi
angkutan darat, operasional perbekalan pembinaan, penyuluhan pelatihan, sewa
pemeliharaan, passenger service charge. Sekitar 12 persen setiap tahunnya BPIH
terserap untuk biaya penyeleggaraan, 88 persen menjadi idle money, ini yang
diinvestasikan dalam jasa instrumen perbankan seperti sukuk, deposito dan
penyertaan modal.
Sistem
perekonomian pasca hiper inflasi di era 1932-an, prilaku ekonomi terwujud dalam
tiga aktivitas. Pertama, konsumsi, kedua; investasi dan ketiga; berjaga-jaga.
Komsumsi sebesar 55 persen (penyelenggaraan 5 tahun), berjaga-jaga 14 persen
(rasio kecukupan modal/CAR) dan 31 persen investasi. 31 persen atau sekitar 24
trilyun ini yang penting untuk dioptimalkan dan masuk pada aspek investasi
berbasis kerakyatan dan dapat dirasakan manfaatnya bagi jemaah haji dan
masyarakat serta peningkatan pertumbuhan optimalisasi dana haji mencapai dua
digit setiap tahunnya.
Bukan
tidak mungkin jika kemasan dua industri sampai akhir zaman ini (haji dan umrah)
dilakukan dengan profesional hasilnya diberdayakan dalam pengentasan
kemiskinan, pemberdayaan Usaha kecil Menengah (UKM), program pintar dan sehat
anak Indonesia. Pendapatan pajak, penjualan produksi dalam negeri, pengenalan
produksi dalam negeri di Arab Saudi. Jika sebaliknya, justru masyarakat Tanah
Air akan berpaling memilih biro travel negara ASEAN.
Pembiayaan
Haji dan Umrah, industri jasa haji dan umrah dengan
pangsa pasar setidaknya 190 ribuan (haji) dan 700 ribuan (umrah) pertahun
menjadi target perbankan syariah untuk berlomba merebut simpatik pasar. Agar
tertarik, promosi produk perbankan syariah berlabel haji dan umrah kian
meramaikan industri perjalanan ritual ini.
Perkembangan
bank syariah sejak diterbitkannya UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah berdasarkan
catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Juni 2015 berjumlah 196. Terdiri
dari 12 bank umum syariah dan 22 unit usaha syariah yang dimiliki oleh bank
umum konvensional dan 162 bank perkreditan rakyat syariah.
OJK
juga mengklaim dengan menyebutkan per Juni 2015 industri perbankan syariah
memiliki total aset lebih kurang 273 triliun rupiah dengan pangsa pasar 4,61
persen. Perkembangan jumlah, aset dan pangsa pasar itu belum kuat jika dilihat
dari pembiayaan yang dilakukan. Dari total aset sebesar itu saja ada lebih
kurang 28 persen dana haji di dalamnya. Sisa perolehan asset 72 persen dari
berbagai sektor dan mayoritas sektor pembiayaan jangka pendek.
Potensi
pasarnya riil, umat Islam pasti berniat umrah dan haji. Banyak yang ingin haji
dan umrah, hanya saja tersandung akan biaya yang tidak mencukupi. Disinilah
perbankan syariah berlomba merebut pasar itu dan menjadikannya lama untuk
tumbuh mandiri dan berani ekspansi pada pembiayaan manufantur dan konstruksi.
Jangan sampai peluang pembiayaan ini diambil negara ASEAN lainnya, akan dapat
memunculkan permasalahan baru. Menghadapi MEA ini perbankan syariah sebaiknya
lebih dapat melakukan induksi pertumbuhan ekonomi nasional pada aspek haji dan
umrah dan mengembangkan usaha sekuritas dan permodalan untuk pelaku bisnis dan
industri Tanah Air.
Perubahan
kurva permintaan dan penawaran,
pada sektor barang dan jasa kegiatan permintaan dan penawaran sangat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya harga barang dan jasa yang berlaku. Perubahan
harga akan mempengaruhi besarnya jumlah barang jasa yang diminta (permintaan)
dan jumlah barang jasa yang ditawarkan (penawaran). Tak terkecuali industri
jasa umrah, berbeda dengan haji yang jumlah kuotanya telah ditentukan.
Calon
jemaah umrah, pergerakan kurva permintaan umrah akan mengalami pergesaran ke
kiri jika harga umrah naik, disebabkan menurunnya permintaan. Pergeseran ini
terjadi karena berubahnya jumlah peserta umrah sebagai akibat dari berbagai
faktor kecuali faktor harga, seperti pendapatan calon jemaah umrah, harga umrah
dari travel yang homogen, selera, harapan, dan jumlah calon peserta umrah.
Travel
umrah, pergerakan kurva penawaran umrah akan mengalami pergeseran ke kanan jika
harga umrah naik, maka jumlah yang ditawarkan meningkat. Jika harga umrah turun,
maka jumlah yang ditawarkan berkurang.
Permintaan
umrah (calon jemaah) berusaha untuk mendapatkan barang jasa yang baik dengan
harga yang murah, sedangkan penawaran (travel) berusaha untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Akibatnya terjadi tarik-menarik antara
permintaan dan penawarannya. Dalam situasi seperti ini niscaya akan muncul
keseimbangan harga untuk tercapai titik temu (equilibrium price). Campur
tangan pemerintah dalam mengendalikan titik kesimbangan harga umrah terutama di
era MEA ini sangat dibutuhkan, mengingat persaingan pasar bebas dengan masuknya
perwakilan travel negara ASEAN di Indonesia atau sebaliknya.
Potensi
Pendapatan Negara, kesepakatan MEA yang bertujuan meningkatkan
daya saing ASEAN untuk menarik investasi asing dan meningkatkan lapangan
pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat negara-negara tersebut. Persaingan bebas
di negara ASEAN ini dipastikan akan mengerahkan dan memberdayakan sektor-sektor
industri barang dan jasa untuk dapat bersaing. Harapannya akan terjadi
peningkatan pendapatan nasional (GNP). Selama ini, industri jasa haji dan umrah
tidak besar dalam memberikan sumbangan dalam meningkatkan GNP.
Perhitungan
GNP optimis mengalami kenaikan dengan menggunakan pendekatan pendapatan dari
aktivitas ekonomi charity ini. Berupa kompensasi gaji pegawai, keuntungan
perusahaan, pendapatan usaha perseorangan, pendapatan sewa dan pendapatan
bunga. Pendapatan ini juga akan difaktori multiplier effects karena haji dan
umrah dapat memacu timbulnya kegiatan lain seperti peningkatan sektor industri
pariwisata Islam, souvenir haji dan umrah, pemberdayaan maskapai penerbangan
nasional, hasil produksi dalam negeri di negara-negara transit kawasan ASEAN.
Jika
perhitungannya menggunakan pendekatan pengeluran, optimis akan meningkat
dilihat dari belanja jemaah haji dan umrah, belanja investasi produk haji dan
umrah, belanja pemerintah (goverment expenditure) untuk haji dan umrah, eksport
produk pelengkap haji dan umrah dan impor jika dbutuhkan. (ar/ar)
Referensi:
www.bps.go.id, www.setkab.go.id, www.wikipedia.com, www.kemendag.go.id, www.tempo.com, www.detik.com, www.kemenag.go.id.