Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Sabtu, 30 September 2017

Nasib si Becak Medan

Becak Medan
Foto: qublicle.id
Jakarta (WarkopPublik)--Siapa yang tidak mengenal Becak Medan. Siapa juga yang tidak pernah menggunakannya sebagai salah satu transportasi umum. Rata-rata penduduk Kota Medan pasti pernah menggunakan transportasi lawas yang satu ini. Transportasi roda tiga yang kini semakin tertinggal karena tergilas arus globalisasi dan modernisasi sistem angkutan masal.

Becak sendiri mengalami tiga dekade perkembangan pada sudut teknologi. Teknologi pertama saya menyebutnya Tarik Becak (Tarbet) Dengkul (sebelum 1960-an). Teknologi dimana tenaga manusia yang sekaligus sebagai pengendara untuk menggerakkan poros yang terhubung dengan tiga rodanya agar dapat bergerak dan berjalan.

Teknologi kedua saya menyebutnya Tarbet Cempreng Ice Smoke (1960-1980-an). Teknologi yang sudah menggunakan tenaga mesin dua tak. Cara menghidupkannya pun terbilang unik. Dikayuh dahulu dengan cepat agar mesin hidup dan dapat berjalan. Bunyi mesin yang khas berisik dan mengeluarkan asap tebal dari knalpotnya.

Teknologi ketiga saya menyebutnya Tarbet Dit Dit (1990-an sd sekarang). Teknologi yang sudah menggunakan tenaga mesin empat tak dengan teknologi starter. Cukup dengan menggerakkan kunci ke on dan tekan tombol start atau kick start. Suara mesin tidak berisik dan tanpa asap. Hanya saja rata-rata kepemilikan kendaraan ini diperoleh dengan kredit.

Mungkin hanya satu hal yang tidak berubah dalam perkembangan Becak Medan ini. Penampakan becak yang cenderung jauh dari artistik. Apalagi tak jarang didapati menjelang elected, jangan heran jika penampakan Becak Medan berfungsi sebagai Above The Line (ATL).

Transportasi umum lawas ini kelihatannya semakin hari semakin tertinggal dan besar kemungkinan juga akan ditinggalkan penumpang. Kehadiran transportasi daring akan lebih diminati. Karena lebih gampang, mudah, nyaman dan murah.

Akankah Becak Medan akan menjadi sejarah dan tinggal kenangan nantinya? Belum tentu, nasib si Becak Medan ada dalam tangan-tangan aktif, kreatif dan inovatif generasi milenial. Apakah generasi ini mau atau tidak untuk mempermak transportasi lawas ini menjadi transportasi keterkinian atau berteknologi Tarbet Futuritis. (ar/ar)

Kalau Benar Info Itu, Maka Kau Perampas Hak Namanya

Sampul Film Penghianatan G 30 S PKI
Foto: cineme-xcinema.blogspot.com
Jakarta (WarkopPublik)--Ramai di media bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy melarang siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menonton Film Penghianatan G 30 S PKI. Film garapan sutradara Arifin C Noer itu dinilai bukan konsumsi anak-anak.

Bagai berbalas syair dan kata-kata indah menggugah, larangan ini disambut hangat oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI mengapresiasi si Menteri atas pernyataannya itu. Menurut KPAI, tindakan tersebut sangat penting untuk melindungi anak-anak dari berbagai tayangan yang mengandung unsur kekerasan, sadistis dan pornografi.

Andai benarlah yang aku baca di media itu maka aku mengatakan ini kepada mereka:

Wahai Kau Bapak dan Ibu yang Mulia yang berbicara sangat berpendidikan, yang bicara sangat sayang tentang anak-anak. Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu hal saja Wahai Paduka Bapak, Wahai Yang Mulia Ibu.

Lihatlah, tengoklah, berenglah, ketenlah sekeliling Kau saat ini. Kalau Kau sayang, kalau Kau cinta kepada anak-anak maka masih sangat banyak dan penting yang perlu Kau buat daripada Kau larang-larang Siswa SD dan SMP agar tak menonton film itu.

Tak ada hak Kau melarang-larang tentang itu. Tak ada hak Kau juga mewajibkan menonton tentang hal itu. Pilihan itu bukan Kau penentunya. Jangan ambil hak yang bukan Kau sebagai penentunya. Karena film itu bukan film terlarang. Kalau Kau mengambil hak yang semestinya bukan Kau penentunya maka sama saja Kau merampas namanya. Saat Kau paksakan kehendak atas sesuatu yang tidak salah secara hukum positif maka Kau akan meludah ke atas langit. Kau tak akan 'wangi' karena air ludah yang keluar itu pasti 'bauk'.

Jadi intinya adalah biarkanlah ada pilihan tak usah Kau paksa-paksa untuk melarang atau mewajibkan terkait tentang film itu. Aku saja tak pernah mau mewajibkan atau melarang film itu untuk ditonton oleh anak-anak ku. (ar/ar)

SPPD: Kabar Bahagia atau Beban si Tuan Rumah

Ilustrasi SPPD
 foto: dapo-dikmenhabiby87.blogspot.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--SPPD, singkatan perjalanan dinas bagi pegawai 'plat merah' pusat yang melaksanakan salah satu kegiatan rutin ke daerah. Redaksi pemantauan, pengawasan, penelitian dan sejenisnya menjadi dasar perjalanan dan tentunya sudah teralokasi dalam anggaran satuan atau unit kerja.

Dulu, SPPD ini menjadi salah satu kegiatan favorit dikalangan pegawai plat merah. Namun belakangan seiring dengan semakin meningkatnya fungsi pengawasan dan efesiensi pengeluaran, SPPD ini menjadi kegiatan yang 'diberdayagunakan' selain untuk tujuan substansi, juga sekaligus dapat menyambangi sanak saudara atau melancong.

Tidak jarang, aktivitas SPPD ini dipublish di akun media sosial, apakah saat sedang menjalankan tugas atau mengunjungi tempat tujuan wisata yang lagi masyur. Istilah kalangan 'senior dan baby boomer' "Sambil Menyelam Minum Air". Kalau istilah kalangan 'milenial' mungkin "Bekerja dan Berinspiratif".

Tapi, ada yang terlewatkan dalam peristiwa SPPD ini. Tempat tujuan adalah daerah. Kalau melihat dari gestur dan mimik si 'Tuan Rumah' dapat diasumsikan (pendapat pribadi) bahwa sebenarnya si 'Tuan Rumah' ini kurang bahagia. Kurang bahagia dapat disebabkan beberapa hal. Karena membuat repot si Tuan Rumah. Repot ini akan menjadi bahagia, apabila SPPD itu membawa kabar atau informasi yang 'indah semerbak'.

Repot itu berubah wujud menjadi loyal manakala yang ber-SPPD itu setingkat eselon 2 ke atas. Pagi, siang, malam pun akan dijabani si Tuan Rumah. Tapi jika yang ber-SPPD hanya setingkat pelaksana, eselon 4 dan 3 yah begitu deh, lihat dulu area dan ruang lingkupnya. Jika masuk dalam yang menentukan bisa 'cap jempol' pelayanannya.

Ini tidak sedang membahas sebuah budaya yang mungkin akan semakin bergeser membaik seiring berjalannya waktu. Tetapi lebih cenderung kepada penyadaran diri bahwa harus ada sebuah garis tegas yang jelas, agar tidak timbul asumsi-asumsi 'liar' dan dampak liar sebagai terjemahan asumsi-asumsi liar tersebut baik bagi si Tuan Rumah maupun yang ber-SPPD. (ar/ar)