Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Senin, 29 Juni 2015

Perlu Ada Direktorat Jenderal Umrah dan Wisata


Jakarta (WarkopPublik)--Penyelenggaraan ibadah umrah bebeapa tahun belakangan ini kerap menuai permasalahan. Permasalah ini diduga timbul ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, umrah adalah ibadah, namun dalam proses perjalannya, tidak selamanya jemaah ibadah umrah kembali ke tanah air. Namun transit ke negara yang memilki situs atau artepak perjalanan Islam dunia, semisal Mesir dan Turki. Kedua, pelaksaan umrah dilakukan dengan dua kondisional, inline dengan pelaksanaan haji dan inline dengan traveling. Ketiga, tingginya angka pertumbuhan jemaah haji dengan jumlah kuota yang terbatas. Keempat, pemberlakuan izin pelaksaan penyelenggaraan umrah yang masih rancu dengan pelakasaan umrah yang inline dengan travelling, hingga banyaknya travel yang tidak memilki izin penyelenggaraannya dari Kementerian Agama (Kemenag) tetap saja menyelenggarakannya. Mungkin baginya izin umrah itu tidak penting karena telah mengantongi izin travel dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

Pada hal yang terakhir (keempat) ada benarnya, karena prosesi umrah paling lama berdurasi 3 jam. Tawaf-Sa'i dan Tahallul. Selesailah proses umrah, dan lebih banyak penjalanan program traveling pada situs dan artefak perjalanan Islam baik di Makkah, Madinah, Jeddah dan berlanjut ke Mesir dan Turki.

Pernah seorang pegiat industri jasa haji dan umrah mengatakan bahwa Kemenag dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) kurang tepat memberlakukan izin perjalanan ibadah umrah. Karena bisa saja, Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kemenag memberlakukan hal yang sama untuk memberlakukan izin perjalanan ibadah bagi umat nasrani ke Jerussalem. Kalau ini terjadi, berapa banyak sebuah travel mengantongi izin. Perlu dibenahi sebenarnya umrah masuk dalam kategori Pilgrims atau wisata. Kalau perjalanan haji jelas, itu pilgrims karena proses perjalannya tidak ada yang diprogram untuk ke negara lain dan visanya juga adalah visa haji.

Memang, ketika kolonial Belanda saat menjajah nusantara memberlakukan regulasi itu hanya untuk perjalanan ibadah haji, bukan perjalanan Ibadah umrah. Melalui volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat) hanya mengeluarkan regulasi haji yang disebut dengan Pilgrims Ordonantie kisaran tahun 1922.

Jadi jika dilihat dari anatomi perjalanan ibadah umrah, pelaksanaannya tidak sertamerta hanya umrah saja. Namun ada di dalamnya wisata. Artinya ada dua parameter, ibadah dan wisata. Dengan dua parameter ini maka jika dikaitkan dengan tugas kementerian maka ini adalah tugas Kementerian Agama dan Kementerian Pariwisata.


Kurang elok juga, jika permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan perjalanan ibadah umrah selalu yang disoroti adalah Kemenag. Benar jika permasalahan itu terjadi saat umrah, jika terjadi setelah selesai umrah apakah Kemenag juga yang disoroti. Karena ada redaksi umrah maka Kemenaglah yang seolah yang paling bertanggungjawab. Namun, Kemenag juga ada latahnya. Izin penyelenggaraan umrah tidak disubstansionalkan hanya dalam rangkaian proses perjalanan ibadah umrah saja. Jika perjalanannya inline dengan wisata maka bijaknya izin dikeluarkan bersama dengan Kemenpar. Atau keduanya dilakukan dengan izin bersama antara Kemenag dan Kemenpar. Jadi ada tanggungjawab renteng dalam pelaksanaannya. Artinya pembentukan Direktorat Jenderal Umrah dan Wisata dinilai penting untuk dibentuk. Nantinya, apakah direktorat jenderal ini dibawah Kemenag atau Kemenpar biarlah petinggi negeri ini yang menentukan. Terpenting penyelenggara dan jemaah umrah dan wisata ritual terlayani dengan baik tepat dan tidak salah. Direktorat jenderal ini juga melayani selain umrah karena ada wisata ritualnya. Jadi wisata ritual agama selain Islam juga terwadahi semua. (ar/ar)

Selasa, 16 Juni 2015

Uang Bekal Jemaah Haji

Jakarta (WarkopPublik)--Living cost atau biaya hidup diberlakukan sejak tahun 19​71​, pemberlakuan living cost ketika itu sebesar 10​.000​ rupiah dan lebih popolar dengan nama bekal jemaah haji.​

Berlakunya UU Nomor 17/1999 yang dan selanjutnya diamandemen menjadi UU Nomor 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, menjadikan living cost adalah keniscayaan dengan penetapan nilai sebesar 1.500 real yang diberikan kepada masing-masing jemaah.​ Terakhir pemberian living cost dalam bentuk rupiah sebesar 4 juta rupiah dilakukan pada tahun 1998.

Pemberian living cost itu bukanlah kebaikan pemerintah, namun diambil dari setoran lunas jemaah haji. Artinya setoran lunas jemaah haji, ketika akan berangkat akan dikembalikan sebesar itu.

Mungkin lebih tepat living cost ini adalah dana ditahan. Seolah terlihat pemerintah berbaik hati kepada jemaah haji, padahal dana tersebut adalah bahagian dana setoran lunas yang dikembalikan kepada jemaah. Mungkin saja saat sebelum 2001, pemerintah menilai bahwa jemaah haji perlu dijamin memiliki uang bekal saat melakukan perjalanan, namun pada era sekarang semua sudah berubah dari segala aspek.

Model pengembaliannya cenderung berasas penukaran valuta asing (valas). Setoran awal dilakukan dengan rupiah, pelunasan dilakukan dengan dollar dan pengambalian dana ditahan yang disebut dengan living cost dalam bentuk real.

Ada yang sedikit menggelitik, mengapa pemerintah berasasakan valas seperti ini. Ada baiknya kita lihat sejarah biaya penyelenggaraan ibadah haji sebelum tahun 2001, untuk menjadi bahan kajian sebelum menetapkan sebuah kebijakan.

Penyelenggaraan haji sebelum tahun ​2001 biayanya ditetapkan dalam rupiah bahkan living cost-nyapun juga dalam bentuk rupiah. Sejak tahun 2001 sd sekarang biaya penyelenggaan ibadah haji ditetapkan dalam dollar dan living cost-nya dalam bentuk real.

Proses valas ini memiliki implikasi terutama pada kecenderungan apresiasi mata uang asing terhadap rupiah dan margin lembaga finance atas komisi pertukaran mata uang asing saat pemberian living cost dalam bentuk real. Bisa mencapai 1 persen atau lebih komisi uang asing akan menambah beban pertukaran mata uang tersebut.

Arab Saudi pada tiga wilayah kunjungan perjalanan ibadah haji (Jeddah-Makkah-Madinah) dalam satu waktu musim haji adalah tempat berkumpulnya jemaah haji dari seluruh dunia. Mata uang negara yang dibawa jemaah haji berlaku dan menjadi nilai tukar yang sah setidaknya pada saat itu.

Cina salah satu contoh negara yang menganut sistem living cost. Biaya penyelenggaraan ibadah haji di negeri tirai bambu ini sebesar 2​5​.000 yuan renminbi. Jemaah haji Cina diberikan penyelenggaranya sebesar 5.000 yuan reminbi, diberikan dalam mata uang yuan reminbi dan saat jemaah hajinya tiba di Arab Saudi.

Ada baiknya pemerintah meniru pola living cost jemaah haji Cina. Setidaknya existensi rupiah dicintai oleh bangsa sendiri di negeri lain, potensi kebocoran, biaya komisi uang asing, dan menekan laju inflasi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah terkait living cost ini. Pertama, living cost ditiadakan maka dipastikan biaya haji akan semakin murah. Kedua, living cost diberikan maka diberikan langsung oleh pihak perbankan saat keberangkatan jemaah haji. Pemberiannyapun dalam bentuk dollar, real atau dalam rupiah sesuai kurs saat pelunasan dilakukan. Ketiga, jika living cost diberikan maka diberikan dalam bentuk kartu merchant yang sudah bekerjasama dengan seluruh gerai market yang berada di Arab Saudi, untuk yang ini perlu waktu terkait kemampuan berfikir jemaah yang tidak sama dampak dari keragaman jemaah itu sendiri. Salam Muhasabah. (ar/ar)