Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Sabtu, 17 Maret 2018

Mau Tutup Wacana IPIHU, Arab Saudi Mesti Terbuka dan Silaturrahim

Isarah Al Washliyah
Foto: Isarah AW
Jakarta (WarkopPublik)--Arab Saudi menolak segala bentuk politisasi atau Internasionalisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (IPIHU). Arab Saudi menilai gagasan tersebut justru melecehkan Dua Tanah Suci yang menjadi tempat ibadah haji. Mereka mengajak muslim untuk bersatu menolak rencana politisasi tersebut.

Arab Saudi sudah gerah dan merasa terancam dengan wacana tersebut. Harusnya pemerintah Arab Saudi melakukan tujuh hal besar agar wacana itu tidak terus digulirkan.

Pertama, melakukan reformasi dan lebih kemuslimam terhadap managemen penyelenggaraan haji dan umrah. Baik pada aspek kelembagaan dan sistem. Juga reformasi di internal kelembagaan kedutaannya.

Kedua, membuktikan janji-janjinya seperti transparan atas musibah Mina 2015 dan santunan korban crane 2015.

Ketiga, komitmen dengan keputusan OKI 1987 dalam hal kuota.

Keempat, membuat kenyamanan beribadah dengan tidak arogan kepada jemaah saat beribadah. Beritikad kuat dalam silaturrahim dan tidak melecehkan dan anggap enteng dengan ulama di luar Arab Saudi.

Kelima, menertibkan sistem dan pola penentuan harga terkait haji dan umrah sehingga harga tidak menjadi liar dan monopoli.

Keenam, mengakomodir kepentingan mazhab dalam menjalankan ibadah.

Ketujuh, membuka ruang dengan seadilnya dalam menyampaikan data kuota haji yang riil.

Selama masih ada hal yang tertutupi, dan kurang menyamankan maka selama itu juga wacana internasionalisasi haji dan umrah akan terus bergulir.

Jika alasan menolak dikarenakan Dua Kota Suci adalah wilayah kedaulatan Arab Saudi, alasan ini adalah alasan secara 'De Jure'. Namun secara 'De Facto' Dua Kota Suci adalah tujuan seluruh Muslim. Tidak akan ada yang akan datang ke Arab Saudi untuk ibadah haji dan umrah apabila Dua Kota Suci itu bukan berada di sana. Jadi, analogi dengan perumpamaan dengan Masjid Istiqlal dinilai analoginya adalah analogi yang garing.

Apalagi mengajak seluruh muslim menolak wacana itu. Muslim yang mana yang mau diajak. Kalau boleh jujur, tidak semua muslim menyenangi Arab Saudi dengan layanannya yang terkesan angkuh itu. (Affan Rangkuti, Dewan Pakar Isarah Al Washliyah)

Kamis, 15 Februari 2018

Wacana Internasionalisasi Haji: Saudi Mesti Berkaca

Globe
Foto: globe-expert
Jakarta (WarkopPublik)--Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah melontarkan gagasan untuk mendirikan "Pemerintahan Internasional" untuk mengelola penyelanggaran ibadah haji, sebuah gagasan yang ditolak keras oleh Arab Saudi.

Gagasan itu ditenggarai sebagai sikap Iran menyusul insiden Mina pada tahun 2015. Iran mengritik Saudi, sebagai tuan rumah ibadah haji saat ratusan orang tewas dalam insiden itu, termasuk puluhan warga Iran.

Wacana internasionalisasi penyelanggaraan ibadah haji wacana yang menarik diantaranya Tanah Haram (Makkah dan Madinah) adalah tempat ritual ibadah umat Islam di seluruh dunia yang kebetulan wilayah itu merupakan bagian dari pemerintahan Arab Saudi. Mungkin inilah yang menjadikan wacana itu sulit untuk dilakukan, karena Arab Saudi adalah negara yang berdaulat.

Namun, ada kebaikan dalam wacana tersebut agar Arab Saudi menjadi lebih meningkatkan layanan baik haji maupun umrah, lebih ramah, pengertian dan filantropi dalam melayani. Sebisanya menghindar dari pemanfaatan situasi industrialisasi kebutuhan utama para jamaah.

Memang belakangan, pertumbuhan perekonomian di negara itu terpukul dengan turunnya harga minyak hingga potensi faktor pendapatan lain dilirik agar terjadi keseimbangan pendapatan. Mungkin dengan sangat terpaksa Saudi harus menghapus kebijakan welfare state (mungkin sementara). Sudah tidak ada lagi subsidi bagi rakyatnya, menaikkan harga minyak konsumen lokal, membuka pasar skunder Aramco yang semula tertutup dan gencar dalam industri jasa umrah sebagai tujuan ritual umat Islam di dunia.

Hanya saja agak kurang elegan, diliriknya industri jasa akhir zaman ini dilakukan dengan penerapan kebijakan yang dinilai ragu-ragu atau tarik ulur. Boleh jadi, ini sebagai penguji reaksi untuk selanjutnya dapat ditetapkan kebijakan yang bersifat mutlak.

Oktober 2017 lalu, dalam sektor industri jasa haji dan umrah, Arab Saudi diperkirakan memperoleh sekitar 32 miliar real saudi (8,5 miliar dolar AS).
8,5 miliar dolar equivalen dengan 110,5 triliun rupiah (asumsi kurs per dolar Rp.13.000). Pendapatan itu dari 2 juta jamaah haji.

Menurut statistik Mei-Juni 2017 yang dikeluarkan oleh Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, hingga pertengahan tahun ini sudah  sekitar 6,75 juta visa telah dikeluarkan untuk umat Islam untuk melakukan ziarah ke Makkah dan Madinah.

Jika rata-rata biaya umrah dunia sebesar 2 ribu dolar juta equivalen 26 juta rupiah akan terhimpun asumsi sebesar 87,7 triliun rupiah (175,5×50 persen). Variable pendapatan dari maskapai, biaya bandara, hotel, katering, transportasi darat, general service, konsumtif jamaah lainnya.

Asumsi besaran pendapatan Arab Saudi dari sektor industri jasa haji dan umrah pada Mei sd Oktober 2017 sebesar 198,2 triliun rupiah.

Apabila tak hati-hati, kurang mendisiplinkan terapan managemen  yang berdampak kepada kecenderung pelayanan haji dan umrah tidak meningkat (tetap atau menurun), maka ini dapat memperkuat wacana internasionalisasi tersebut. Saudi mesti berbenah total dan lebih baik lagi dalam melayani seluruh aktivitas berentitas penyelenggaraan haji dan umrah, itu langkah strategis untuk mengkerdilkan wacana internationalisasi itu. (ar/ar)

Sabtu, 20 Januari 2018

Ingin Urus Keuangan Transparan ya Pakai Sistemlah

Ilustrasi Blokchain
Foto: seats2meet.com
Bogor (WarkopPublik)--Tentu kita tahu bahwa sejarah mencatatkan ada sebuah piagam hukum tertulis pada 1793-1750 SM. Hukum tertulis yang disebut sebagai Piagam atau Hukum Hammurabi sebagai norma positif dalam mengatur prilaku masyarakat untuk menjadi tertib, jika tidak maka akan ada ganjaran hukuman yang diterima.

Peristiwa perbuatan melawan hukum terus berlangsung bahkan seperti cenderung meningkat termasuk tentang penggunaan keuangan, ini membuat masyarakat nyaris skeptis. Memang, ada banyak alasan mengapa sikap itu muncul. Bukan karena aparat hukum yang tidak sigap, akan tetapi jumlah penganganan kasus yang tidak sebanding dengan jumlah aparat. Bukan karena regulasi yang lemah, namun pelaksanaan teknis regulasi lebih membutuhkan energi baru melalui sebuah sistim.

Dulu, dalam transaksi keuangan lebih kepada penggunaan sistim konvensional. Bahkan pembayaran gaji saja harus rela mengantri, tandatangan lalu dapat amplop cokelat. Perkembangan teknologi semakin menyadarkan dalam efesien dan efektif.

Perkembangan itulah yang menantang kondisi untuk menghidupkan dan menyadarkan bahwa perlu suatu sistim yang mampu mengajukan, memverifikasi, menyetujui, membayar, mencatat dan sekaligus mengevaluasi lalu lintas pembayaran pada satuan kerja. Itu semua dapat dijawab dengan sistim, dan hasil rekam sistim detil tersebut menjadi data dan fakta dalam akuntabilitas.

Sistim juga akan memangkas proses panjang. Jika sebelumnya kegiatan atau program yang semula dilakukan dengan pengajuan sampai pembayaran dilakukan secara konvensional dengan surat dan pendukung lainnya.  Maka dengan sistim, proses ini dapat dipangkas tanpa menghilangkan tugas dan fungsi orang-orang yang terlibat dalam proses itu. Bedanya hanya merubah konvensional menjadi digitalisasi berbasis sistim.

Semua aktivitas keuangan akan menjadi lebih cepat, tepat dan akuntable dengan memakai sistim transaksi nontunai. Apakah itu pembayaran gaji, honor tambahan penghasilan lainnya, kegiatan, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja langsung dan belanja lainnya.

Orang-orang yang terlibat dalam sistim itu akan mampu melihat lalu lintas pengajuan sampai dengan pembayaran. Bahkan dokumen pertanggungjawaban pun akan dapat dilihat. Saat pemeriksaan penggunaan keuanganpun tidak membutuhkan lagi sajian cetak manual yang menghabiskan ratusan, ribuan bahkan jutaan lembar kertas.

Tingkat top dan middle leader akan mampu melihat aktivitas transaksi kapan dan dimanapun melalui dasboard di pc, laptop, tablet dan android. Memberikan persetujuan, memverifikasi bahkan menolak kapan dan dimanapun. Tidak ada batas ruang dan waktu. Saat ada kebutuhan data atas penggunaan anggaran, pelaksanaan program para leader akan mampu menjawab riil time. Tanpa perlu bertanya pada bawahannya.

Pelaksanaan sistim seperti ini bukan barang baru, bahkan di beberapa negara justru sudah mengembangkan sistim ini dengan penggunaan sidik jari. Identitas dalam berbelanja yang menggunakan debit, kredit dan identitas lainnya hanya butuh satu jempol. Kartu yang bertumpuk sudah tak terpakai dan diganti dengan jempol tangan.

Sistim yang dipakai berkonsep blockchain. Konsep yang terus akan berkembang dan dieksplorasi. Teknologi ini merupakan buku besar digital yang terdesentralisasi, yang meliputi transaksi-transaksi, dan bekerja dengan data yang diatur melalui serangkaian catatan yang disebut blok. Teknologi ini menggunakan sistem yang aman dan sangat penting untuk mengelola data keuangan.

Menjadi pertanyaan saat ini adalah mau dan siapkah kita mengikuti perubahan atau kita anti atau alergi atas perubahan? Jawabnya semua tergantung kepada kita, memilih proses mudah, cepat, tepat, aman, akuntable atau sebaliknya. (ar/ar)

Senin, 01 Januari 2018

Tugas Berat: Penentuan Biaya Haji 2018 (BPKH, Kemenag dan DPR Bakal Pusing)

Biaya haji murah?
Foto: ilustrasi/ar 
Bogor (WarkopPublik)--Prediksi saya biaya riil ongkos naik haji 2018 bisa mencapai Rp63 - Rp70 juta per orang. Setoran awal Rp25 juta, kekurangan riil yang harus dibayar jemaah per orang sebesar Rp45 juta (Rp70 - Rp25). Jika pemerintah masih melakukan subsidi apalagi dengan kehadiran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar Rp25 juta per jemaah maka jemaah membayar pelunasan per orang Rp20 juta (Rp25 juta setoran awal + Rp25 juta subsidi + Rp20 juta pelunasan). Jika pemerintah berani menekan biaya haji agar tidak naik atau kisaran sama seperti tahun lalu (kisaran Rp35 juta) maka pemerintah harus mensubsidi per jemaah sebesar Rp35 juta (Rp25 juta setoran awal + Rp10 juta pelunasan + Rp35 juta subsidi).

Asumsi ini memperhitungkan asumsi inflansi di Arab Saudi yang diprediksi sebesar 4,2%. Namun belum memperhitungkan gejolak The Feed per semester 2018. Apabila difaktori dengan dengan dampak feed biaya haji bisa mencapai Rp75 juta per orang.

Ini tantangan terberat BPKH, Kementerian Agama (Kemenag) dan yang terhormat DPR. Pilihan hanya dua. Pertama, mengambil langkah populis dengan mengikuti pemikiran pembangunan citra bahwa biaya haji murah dengan resiko penghamburan subsidi yang diambil dari hasil optimalisasi (bunga duit haji) dan kinerja BPKH akan diklaim omong besar karena ternyata tidak mampu menaikan jumlah subsidi menjadi atau mendekati dua digit persen malah menggerus duit optimalisasi. Contoh 50% (Rp35 juta = Rp25 juta + Rp10 juta) biaya haji ditanggung jemaah dan 50% (Rp35 juta) ditanggung jemaah yang belum berangkat (optimalisasi bunga haji)

Kedua, mengambil langkah tidak populis dengan mengambil kebijakan subsidi maksimum Rp25 juta dengan resiko biaya haji yang akan dilunasi jamaah sebesar Rp20-25 juta dan berdampak kepada impresi publik bahwa BPKH gagal dalam menekan angka ongkos naik haji. Contoh 64,3% (Rp45 juta = Rp25 juta + Rp20 juta) biaya haji ditanggung jemaah dan 35,71% (Rp25 juta) ditanggung jemaah yang belum berangkat (optimalisasi bunga haji).

Dua pilihan yang sama-sama tidak mengenakan. Namun kejujuran atas biaya haji yang sebenarnya justru akan membuka mata publik bahwa ongkos naik haji di Indonesia itu sebenarnya mahal. Memang harus mahal, karena itulah kenyataannya.

Jika dibandingkan dengan Malaysia biaya haji Lembaga pengelola haji di Malaysia, Tabung Haji (TH) tersiar info pada November 2017 lalu telah mengumumkan biaya naik haji Malaysia sebesar RM9.980 atau sekitar Rp32,93 juta untuk musim haji 2018 dari nilai biaya riil RM22.450, ekuivalen dengan Rp74,085 juta (kurs ringgit Rp3.300).

Artinya dari biaya haji riil RM22.450 (Rp74,085 juta) bayaran haji per jamaah sebesar 44% atau RM9.980 (Rp32,93) dan subsidi haji per jemaah sebesar 56% atau RM12.470 (Rp41,141 juta). Riil biaya haji Malaysia 2018 naik sebesar RM2.900 (Rp9,57 juta). Pada 2017 biaya haji riil Malaysia sebesar RM19.550 (Rp64,52 juta), pada 2018 menjadi RM22.450 (Rp74,085 juta). Ada kenaikan mencapai 15%.

Asumsi hitungan akan tidak jauh berbeda dalam biaya haji yang sebenarnya karena memang biaya haji itu pasti mahal, karena itulah kenyataannya, ini perlu diketahui dan disadari. Peningkatan biaya haji yang akan diikuti dengan meningkatnya subsidi dapat ditekan dengan beberapa faktor, itu pun jika negeri Paman Sam tidak melakukan manufer dalam konstelasi politik ekonomi dunia dan situasi politik Tanah Air normal.

Faktor Pertama, The Feed tidak mempengaruhi tingkat kenaikan mata uang dolar pada pertengahan semester 2018.

Faktor Kedua, lobi pemerintah untuk meningkatkan kuota dan peningkatan layanan di Masyair tidak dipaksakan. Agar posisi tawar ekonomi pemerintah kepada Arab Saudi lebih kuat dengan menekan angka harga penerbangan (Saudi Arabian Airlines), pemondokan di Arab Saudi, Transportasi, Katering dan entitas lain yang menyangkut biaya di sana.

Faktor Ketiga, meminta penerapan pajak zero khusus dan harga resmi pemerintah yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi atas entitas haji dengan mengabaikan  kebijakan welfare state yang sudah dilakukan. Harapannya pemerintah Saudi campur tangan dalam menentukan harga minimal perkawasan pemondokan dan harga minimal entitas haji lainnya seperti bus dan katering. (ar/ar)