Balikpapan (WarkopPublik)--PT Timur Sarana (Tisa) Tour and Travel dari awal menggunakan sistem yang salah. Pola tak benar inilah yang akhirnya merugikan ribuan calon jemaah umrah dari Balikpapan. Pola yang dipraktikkan Tisa sebenarnya sudah diendus Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Balikpapan. Salah satunya tentang paket perjalanan yang dianggap tidak wajar. Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kantor Kemenag Balikpapan, Saleh, menyebut, “Sistem di Tisa sudah salah. Tahun lalu sudah saya sampaikan. Tisa tinggal menunggu waktu saja”.
Ditemui di kantornya, kemarin, Saleh menyebut, saat itu Kemenag belum mengambil tindakan karena Tisa masih memberangkatkan jemaah yang menjadi kewajibannya. Dalam kondisi seperti itu, Saleh mengatakan pihaknya serbasalah. Jika mengambil tindakan, pihaknya belum menerima salinan Peraturan Menteri Agama (PMA) 18/2015 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah sebagai acuan penindakan.
Peraturan yang ditetapkan pada 10 Maret 2015 baru diterima pada 15 Desember 2015. Sedangkan polemik Tisa di Balikpapan mencuat pada 9 Desember 2015. Saleh menuturkan, sesuai regulasi itu, setiap pembukaan kantor cabang penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) di luar domisili perusahaan, wajib memperoleh pengesahan dari kepala kanwil Kemenag. Hal tersebut diatur dalam pasal 8 PMA 18/2015.
Karena belum mengantongi salinan putusan terbaru itu, maka Saleh berpendapat, pihaknya mengacu pada keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Anggito Abimanyu. Dalam putusan bernomor 128/2014 dan ditandatangani pada 28 Februari 2014 itu, Tisa Tour and Travel mengantongi izin PPIU.
“Karena kalau kami masuk (mengambil tindakan) dikira ada kepentingan. Mereka memiliki izin dan mereka memberangkatkan jemaah,” ujarnya. Kekhawatiran Kemenag terhadap sistem PPIU Tisa Travel belakangan terbukti.
“Akhirnya ada korban,” katanya. Mengapa? Menurut Saleh, sistem pemberangkatan calon jemaah ibadah umrah yang dilakukan Tisa Travel diduga dengan cara subsidi sehingga murah. Tapi, dananya rentan macet. Uang yang disetor jemaah tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi keperluan jemaah haji. Melainkan diinvestasikan lagi untuk keberangkatan gelombang selanjutnya.
Sebagai contoh, jemaah yang berangkat periode Juli berdasarkan uang jemaah yang mendaftar Agustus. “Begitu sistemnya. Sistem tambal sulam. Seribu yang mendaftar, 200 yang berangkat,” ungkapnya. Dikatakan Saleh, apa yang terjadi dengan calon jemaah ibadah umrah Tisa Travel di Balikpapan murni disebabkan masalah internal perusahaan asal Jakarta itu. Dia pun meragukan dalih direksi Tisa Travel karena uang jemaah diinvestasikan ke bisnis batu bara kemudian mengalami kerugian. Terhadap tindakan yang akan ditempuh pemerintah, Saleh menyebut sanksi terberat dan maksimal adalah pencabutan izin.
“Sedangkan unsur pidana, biar polisi yang menindak. Karena itu kami akan bertemu dengan Polda Kaltim untuk mengamankan jemaah,” sebutnya.
Sembari proses hukum Tisa Travel berjalan, Saleh mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran kepada penyelenggara ibadah haji khusus dan perjalanan ibadah umrah di Balikpapan. Hingga saat ini, sambung dia, minus Tisa Travel, ada 14 agen perjalanan yang akan diverifikasi legalitasnya agar sesuai dengan PMA 18/2015.
Adanya penerbangan langsung dari Balikpapan menuju Jeddah disebut Saleh menjadi kesempatan banyak agen perjalanan mengambil untung. “Karena itu kami akan menurunkan tim. Jangan sampai berangkat tapi enggak bisa pulang. Lalu, jemaah diminta uang tambahan,” terangnya.
Ditemui di Asrama Haji Batakan pada Jumat 18 Desember 2015, Direktur Tisa Mawan Rosmawan mengatakan, ada masalah internal sehingga tak sanggup memberangkatkan jemaah. Menurut pria berkacamata ini, untuk periode keberangkatan Desember 2015, jumlah uang jemaah yang harus dikembalikan sebesar Rp 10 miliar. Mawan menyebutkan, pemberangkatan jemaah yang gagal dimulai sejak April hingga Desember. “Jumlahnya ada 1.200 jemaah (khusus Balikpapan). Untuk sementara kami stop semua. Tidak ada keberangkatan. Ini masalah internal,” ucapnya.
Apabila diakumulasikan dengan korban lain di Indonesia, maka calon jemaah umrah yang gagal diberangkatkan PT Tisa Tour berjumlah 3.800 orang. Sedangkan dana yang semestinya dikembalikan tersebut mencapai Rp 80 miliar. Komisaris Tisa Julianto Harahap menyebut, pihaknya hanya mampu mencicil dengan jangka waktu pengembalian selama 4-5 tahun. (kaltimpos/ar)
Ditemui di kantornya, kemarin, Saleh menyebut, saat itu Kemenag belum mengambil tindakan karena Tisa masih memberangkatkan jemaah yang menjadi kewajibannya. Dalam kondisi seperti itu, Saleh mengatakan pihaknya serbasalah. Jika mengambil tindakan, pihaknya belum menerima salinan Peraturan Menteri Agama (PMA) 18/2015 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah sebagai acuan penindakan.
Peraturan yang ditetapkan pada 10 Maret 2015 baru diterima pada 15 Desember 2015. Sedangkan polemik Tisa di Balikpapan mencuat pada 9 Desember 2015. Saleh menuturkan, sesuai regulasi itu, setiap pembukaan kantor cabang penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) di luar domisili perusahaan, wajib memperoleh pengesahan dari kepala kanwil Kemenag. Hal tersebut diatur dalam pasal 8 PMA 18/2015.
Karena belum mengantongi salinan putusan terbaru itu, maka Saleh berpendapat, pihaknya mengacu pada keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Anggito Abimanyu. Dalam putusan bernomor 128/2014 dan ditandatangani pada 28 Februari 2014 itu, Tisa Tour and Travel mengantongi izin PPIU.
“Karena kalau kami masuk (mengambil tindakan) dikira ada kepentingan. Mereka memiliki izin dan mereka memberangkatkan jemaah,” ujarnya. Kekhawatiran Kemenag terhadap sistem PPIU Tisa Travel belakangan terbukti.
“Akhirnya ada korban,” katanya. Mengapa? Menurut Saleh, sistem pemberangkatan calon jemaah ibadah umrah yang dilakukan Tisa Travel diduga dengan cara subsidi sehingga murah. Tapi, dananya rentan macet. Uang yang disetor jemaah tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi keperluan jemaah haji. Melainkan diinvestasikan lagi untuk keberangkatan gelombang selanjutnya.
Sebagai contoh, jemaah yang berangkat periode Juli berdasarkan uang jemaah yang mendaftar Agustus. “Begitu sistemnya. Sistem tambal sulam. Seribu yang mendaftar, 200 yang berangkat,” ungkapnya. Dikatakan Saleh, apa yang terjadi dengan calon jemaah ibadah umrah Tisa Travel di Balikpapan murni disebabkan masalah internal perusahaan asal Jakarta itu. Dia pun meragukan dalih direksi Tisa Travel karena uang jemaah diinvestasikan ke bisnis batu bara kemudian mengalami kerugian. Terhadap tindakan yang akan ditempuh pemerintah, Saleh menyebut sanksi terberat dan maksimal adalah pencabutan izin.
“Sedangkan unsur pidana, biar polisi yang menindak. Karena itu kami akan bertemu dengan Polda Kaltim untuk mengamankan jemaah,” sebutnya.
Sembari proses hukum Tisa Travel berjalan, Saleh mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran kepada penyelenggara ibadah haji khusus dan perjalanan ibadah umrah di Balikpapan. Hingga saat ini, sambung dia, minus Tisa Travel, ada 14 agen perjalanan yang akan diverifikasi legalitasnya agar sesuai dengan PMA 18/2015.
Adanya penerbangan langsung dari Balikpapan menuju Jeddah disebut Saleh menjadi kesempatan banyak agen perjalanan mengambil untung. “Karena itu kami akan menurunkan tim. Jangan sampai berangkat tapi enggak bisa pulang. Lalu, jemaah diminta uang tambahan,” terangnya.
Ditemui di Asrama Haji Batakan pada Jumat 18 Desember 2015, Direktur Tisa Mawan Rosmawan mengatakan, ada masalah internal sehingga tak sanggup memberangkatkan jemaah. Menurut pria berkacamata ini, untuk periode keberangkatan Desember 2015, jumlah uang jemaah yang harus dikembalikan sebesar Rp 10 miliar. Mawan menyebutkan, pemberangkatan jemaah yang gagal dimulai sejak April hingga Desember. “Jumlahnya ada 1.200 jemaah (khusus Balikpapan). Untuk sementara kami stop semua. Tidak ada keberangkatan. Ini masalah internal,” ucapnya.
Apabila diakumulasikan dengan korban lain di Indonesia, maka calon jemaah umrah yang gagal diberangkatkan PT Tisa Tour berjumlah 3.800 orang. Sedangkan dana yang semestinya dikembalikan tersebut mencapai Rp 80 miliar. Komisaris Tisa Julianto Harahap menyebut, pihaknya hanya mampu mencicil dengan jangka waktu pengembalian selama 4-5 tahun. (kaltimpos/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar