![]() |
Ilustrasi Persaingan Bisnis. Foto: www.maxmanroe.com |
Persaingan Bisnis, Itu Biasa
Perekonomian yang berkembang berdimensi empat sektor (perusahaan, konsumen, lembaga keuangan, negara (domestik/internasional) menjadikan persaingan industri semakin ketat dengan kepentingan masin-masing. Persoalan harga dan kualitas akan bergeser mengikuti tujuan dan keinginan konsumen.
Disinilah fenomena umrah 'reformis' berharga murah menjadi kekuatan memperoleh pasar, karena perusahaan mengggunakan mekanisme pasar empat sektor, dan ini sudah dilakoni pelaku industri jasa umrah reformis. Langkah pelopor umrah murah diikuti kompetitor lain karena dianggap akan menggerus pasarnya. Pada kondisi ini, kompetitor juga diprediksi melakukan unjuk kekuatan dengan berbagai cara dan gaya agar budaya ekonomi 'konservatif' atas bisnis yang dilakoninya tidak terganggu dengan berusaha menekan laju pertumbuhan dan kemajuan pengusung biaya umrah murah.
Pergeseran Budaya Kompetitor
Kecenderungan ancaman ini membentuk budaya baru kompetitor dengan mematok harga murah juga. Tetapi belum dapat meninggalkan budaya konservatifnya. Memang, merubah budaya akut sulit karena sudah terbiasa dengan membangun harga konservatif yaitu harga menyenangkan, yakni harga berprofit tinggi walaupun kuantitas sedikit. Perlu waktu merubah menjadi harga reformis, harga murah dengan keuntungan ditentukan jumlah kuantitas.
Harga konservatif umrah biasanya diklaim kisaran di atas 20 juta rupiah. Asumsi harga yang berorientasi pada profit mutlak. Misalkan dengan harga di atas 20 juta rupiah maka profit akan diperoleh sebesar satu juta rupiah. Harga ini nyaris tidak bergeser walaupun jumlah kuantitas lebih dari satu.
Harga reformis, harga berkisar 13 jutaan hingga 15 jutaan rupiah ini cenderung berasumsi dengan kaedah ekonomi pasar dan memanfaatkan jaringan ekonomi empat sektor. Profit yang dibangun tidak mutlak, karena berorientasi kepada kuantitas. Kuantitas banyak maka profit akan semakin tinggi. Hingga tidak heran jika dalam market lebih menguatkan diri dan gencar memanfaatkan kanal informasi media sosial dan jaringan yang mengakar.
Pengusung harga reformis ini menekankan kepada market kelas menengah dan bawah. Keinginan hanya untuk dapat melaksanakan ibadah umrah namun kandas disebabkan biaya yang mahal. Kondisi ini dikelola dengan baik bagi pengusung harga reformis. Asumsi jamaah pada market ini sederhana yaitu dapat melaksanakan ibadah umrah.
Ah Tak Mungkin
Kalimat itu akan serta merta terlontar atas ketidaksiapan dengan perubahan budaya. Semakin dinamisnya perkembangan ilmu pengetahuan kata tak mungkin bisa menjadi mungkin. Persoalan bukan pada kata mungkin atau tak mungkin. Persolannya adalah mau atau tidak merubah arah pemikiran bahwa dalam sebuah perekonomian ada dinamisasi, ada pergerakan, ada kemajuan dalam membangun sebuah pasar. Dengan strategi, dan analisis investasi kelayakan yang diperhitungkan dengan cermat, teliti, tepat dan terukur.
Biaya umrah konservatif di atas 20 juta rupiah secara natural terbantah. Kata tak mungkin yang cenderung memarginal biaya umrah reformis justru banyak dilakoni pelaku bisnis industri jasa 'akhir zaman' ini, bahkan ada yang digawangi langsung oleh asosiasi haji dan umrah. Kedudukan hukum asosiasi yang melakukan trading dalam industri jasa umrah tentu harus didalami, termasuk pemungutan biaya visa yang tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Pemerintah Berpotensi Rubah Kebijakan
Dasar hukum berhubungan dengan industri barang dan jasa tidak dapat berdiri sendiri. Termasuk industri jasa umrah. Ada beberapa dasar hukum yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait yang semestinya menjadi bahan kebijakan dalam menyempurnakan arah dan kebijakan tentang industri jasa umrah. Selama ini, UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan turunannya menjadi dasar hukum tunggal. Padahal, entitas industri jasa umrah tidak hanya berdimensi ibadah saja. Banyak entitas yang semestinya diatur dalam rangka menyempurnakan kebijakan yang sudah terbentuk. Disinilah pentingnya untuk memasukkan unsur dari dasar hukum lainnya dalam menyempurnakan Peraturan Menteri Agama (PMA) 18/2016 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Diantara dasar hukum yang semestinya masuk sebagai penyempurnaan regulasi tentang umrah seperti, UU 7/2014 tentang Perdagangan, UU 30/2002 tentang Rahasia Dagang, UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, UU 16/2001 tentang Yayasan, UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU 10/1998 tentang Perbankan, UU 21/2008 tentang tentang Perbankan Syariah, UU 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Informasi Keterbukaan Publik dan UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perpres 44/ 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan Paket Kebijakan Ekonomi. Juga memperhatikan konsensus luar negeri seperti Deklarasi Phnom Pehn 2012, Visi Arab 2030, Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik.
Pelaku Industri Butuh Badan Usaha Bersama
Menjaga pasar industri jasa umrah dan persaingan antar harga saat membutuhkan satu badan usaha. Badan usaha yang menjamin semua dimensi berperihal industri jasa umrah dan haji. Seperti membentuk holding company. Artinya perusahaan industri jasa umrah melakukan penggabungan satu badan usaha atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis.
Kehadiran holding company ini akan lebih terukur dan dapat menjamin stabilitas dan eksistensi pelaku industri jasa. Karena sifatnya dapat melakukan trading dan sosial. Keterbutuhan wadah selama ini melalui asosiasi akan menjadi lebih berkemajuan dengan pembentukan holding, dan tidak berperan ganda. Pihak Arab Saudi akan berhubungan langsung dengan holding company.
Semua adalah pilihan, pilihan untuk menterjemahkan industri jasa umrah baik dalam manifestasi regulasi, terapan dan hubungan internasional. Pemberdayaan dan pengelolaan industri akhir zaman ini dapat dijadikan faktor penunjang pendapatan nasional, gairah pertumbuhan ekonomi dan kepekaan sosial. Wallahu A'lam. (Affan Rangkuti, Alumni Magister Ekonomi Islam UIKA Bogor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar