Jakarta (WarkopPublik)--Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu (Sihdu), Rabu siang (26/08/2015) di ‘grebek’ (inspeksi mendadak) Komisi delapan di bawah komando Ketuanya langsung di Gedung Siskohat Kementerian Agama Lapangan Banteng Jakarta Pusat. Banyak pegiat media massa yang hadir, tidak tahu siapa yang mengundang mereka dalam aksi grebek ini. Grebek Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) ini dilakukan menyusul terlambatnya proses visa jemaah haji, hingga sebagian jemaah haji tertunda keberangkatannya menuju Tanah Suci.
Selang 4 jam pasca penggrebekan, berita di mediapun bermunculan satu persatu, seolah mengatakan permasalahan visa adalah kesalahan Kementerian Agama, kesalahan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), kesalahan Siskohat, dan yang menemukan kesalahan ini adalah anggota dewan yang terhormat. Menggiring opini publik untuk melakukan eksekusi dan apresiasi melalui pemberitaan adalah keniscayaan.
Hari berikutnya, komisi delapan menggelar rapat. Rapat yang beragendakan merevisi UU haji 13/2008. Rapat ini digelar ditengah kebutuhan solusi cerdas, santun dan bermartabat atas problematika visa jemaah haji, karena urusan visa melibatkan banyak pihak. Entah apa maksud rapat ini, apalagi dengan mengundang 'pakar' Anggito Abimanyu, mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mundur disaat menjelang penyelenggaraan haji 2014 akan dimulai. Bagai panglima perang yang meninggalkan prajuritnya di daerah tempur, tak ayal pukulan dan stabilisasi menjelang haji saat itu nyaris tak terkontrol. Mungkin kata 'pakar' perlu ditinjau kembali yang disematkan kepadanya. Kata itu lebih pantas dianugerahkan pada Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang menjabat sekarang, ditengah situasi nyaris tak terkontrol, Abdul Djamil panglima haji mampu mengerahkan pasukan di bawah komandonya mengendalikan dan menstabilisasi persiapan haji 2014. Survei kepuasan Badan Pusat Statistik (BPS) masuk dalam kategori memuaskan berideks 81.52 persen, hanya turun sedikit 1.17 persen dari tahun sebelumnya ditengah asumsi pesimistis publik ketika itu . Dan di bawah komandonya pula, fakta membuktikan layanan haji tahun ini banyak inovasi baru yang akan dinikmati jemaah haji, bukan hanya haji, layanan umrah juga dia sentuh yang selama ini nyaris terabaikan melalui program Gerakan Lima Pasti Umrah.
Kembali pada Siskohat, Siskohat merupakan media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dia bukan satuan kerja, lebih tepatnya adalah dia adalah alat pendukung kerja. Setiap terkait dengan koneksi jaringan dan data haji di Ditjen PHU akan memanfaatkan fasilitas teknologi ini. Pendaftaran, pembatalan, pelunasan dan terkait dengan haji niscaya akan memberdayakannya untuk validitas data, dan sistem tentu tidak dapat melakukan kebohongan.
Mungkin banyak orang yang tidak mengetahui apa itu Siskohat. Inilah gambaran singkat tentang Siskohat yang dibangun pasca peristiwa musibah wafatnya ratusan jemaah haji di terowongan Mina di tahun 1990-an. Kini Sikohat mengalami pengembangan baik pada aspek pencatatan keuangan atas pendaftaran, pelunasan dan pembatalan haji. Bukan hanya itu saja, Siskohat berintegrasi dengan penerbangan haji kaitannya pembentukan pramanifest, perbankan dalam hal mutasi keuangan dan pastinya dengan seluruh bidang haji provinsi, kabupaten dan kota. Banyak sudah yang dilakukan sistem ini, termasuk membatu penyelidik atas kasus korupsi haji yang di duga dilakukan oleh mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Sistem inilah yang dilihat dan diperhatikan oleh Pemerintah Arab Saudi sebagai pendukung keberhasilan pemerintah Indonesia dalam melayani jemaah haji setiap tahunnya.
Banyak negara yang melakukan kajian dan studinya untuk mempelajari mekanisme dan cara kerja sistem ini untuk menjadi bahan perbaikan penyelenggaraan haji di negaranya masing-masing, sebut saja Mesir, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Bahkan sistem ini pernah diminta dan dipakai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemilihan umum 1999 berbasis teknologi dalam penghitungan hasil dan rekapitulasi suara saat itu.
Inilah mengapa, pemerintah Arab Saudi meminta agar Indonesia menjadi proyek percontohan (pilot project) sistem e-hajj yang dibangun Arab Saudi, disamping jemaah haji Indonesia adalah jemaah terbesar di dunia. Sistem e-hajj ini baik, bagi Pemerintah Arab Saudi agar sebagai negara Khadamat Haramain memastikan seluruh jemaah haji dilayani dengan baik dengan kepastian hotel, penerbangan, katering dan lainnya. Mungkin penerapan e-hajj ini akan dikembangkan juga untuk umrah, Arab Saudi tidak menginginkan negaranya menjadi sorotan tajam negara Islam atas jemaah bervisa habis dan tidak pulang kembali ke negara asal dengan tujuan tertentu (over stay), karena memang hal itu bukan kekeliruan mereka dan tentu mau tidak mau Arab Saudi akan mengocek kantong anggaran negaranya untuk memulangkan jemaah over stay yang seharusnya bukan tanggungan negara penghasil minyak tersebut.
Mengawinkan dua teknologi antar negara ini bukan pekerjaan ringan, namun semua dapat dilakukan melalui Siskohat. E-hajj dapat berintegrasi, namun pada 7 Mei 2015, integrasi sistem ini ditutup Pemerintah Arab Saudi tanpa sebab yang jelas. Jadi bukan karena Siskohat tidak dapat berintegrasi, atau sumberdaya manusianya yang tidak cakap, namun karena sesuatu alasan yang tidak jelas. Penutupan ini, mau tidak mau harus diakukan dengan input data secara manual melalui portal e-hajj. Inilah titik permasalahannya.
Sebelum tahun 2013, perolehan visa dilakukan hanya dengan melakukan input biodata calon jemaah haji kepada web portal Kementerian Luar Negeri Arab Saudi MoFA (Ministry of Foreign Affairs), dan selanjutnya di teruskan ke Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi. Visa hajipun keluar.
2014, mekanisme ini berubah dengan penambahan scanner paspor atau Machine Readable Travel Document (MRTD) untuk mengakses web portal MoFA, sehingga untuk input primer data-data calon jemaah haji dilakukan secara otomatis dengan alat MRTD tersebut, ini adalah embrio implementasi web service e-hajj. Visapun keluar.
2015, input data calon jemaah haji tidak langsung ke portal MoFA, tetapi terlebih dahulu melalui Kementerian Haji Arab Saudi MoHaj (Ministry of Hajj), pararel dengan pelaksanaan input paket kontrak perumahan, katering, transportasi, dll yang mana item-item tersebut adalah domain kewenangan Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen PHU, dan pemeran utamanya adalah Teknis Urusan Haji (TUH) di Jeddah. Tanpa adanya pengisian paket-paket yang diwajibkan oleh MoHaj tersebut, mustahil biodata calon jemaah haji yang sudah diinput dalam web portal MoHaj akan di approved kemudian diteruskan ke MoFA hingga keluar visa. Pada fase ini sebenarnya MoHaj sudah memberikan bantuan dengan mengirim tenaga programmer ke Subdit Dokumen Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU selama dua minggu untuk berkoordinasi mengenai e-hajj, dan juga memberikan dispensasi bahwa visa haji dapat keluar tanpa semua paket-paket kontrak terisi 100 persen. Ada sekitar 90 ribu lebih jemaah yang visanya terbit tanpa melihat paket-paket e-hajj selesai atau tidak. Tetapi berikutnya, Pemerintah Arab Saudi melalui MoHaj mengintruksikan wajib prosedur e-hajj seperti semula. Hingga proses pengeluaran visa oleh Kedubes Arab Saudi menjadi vakum sekitar 2 minggu dan merambat menjadi keterlambatan visa secara nasional dan menyebabkan efek domino menjadi isu nasional.
Kondisi ini malah menjadi lebih buruk ketika penetapan Biaya Penyelenggaraan Haji pada akhir April (22/04/2015) dan sebulan setelahnya BPIH akhirnya diumumkan (27/04/2015). Pelunasan haji dapat berjalan mulai 1 Juni paralel dengan pengurusan paspor haji, dan 7 Mei input data e-hajj melalui web service integrasi Siskohat dibatalkan tanpa tahu apa sebabnya. Situasi kompleks ini yang menjadi penyebab proses keluarnya visa bermasalah. Artinya, ketika jalur web service dibatalkan dan diberlakukannya portal e-hajj untuk melakukan input data maka peran Siskohat samasekali tidak ada, karena peran web portal biasa yang berjalan dengan input berpola semi manual.
Permasalahan sederhana ini menjadi besar, karena permasalahannya hanya pada aspek tertundanya penetapan BPIH yang berpengaruh pada validasi kontrak dan pelunasan serta pengurusan paspor. Ada dimensi Sumber Daya Manusia dalam hal alaih pengetahuan (transfer knowledge), ada dimensi kedisiplinan penerapan managemen, dan kurangnya tingkat keseriusan penerapan e-hajj secara web service dalam pengimputan. Permasalahan ini menjadi bahan intropeksi seluruh unit terkait, baik parlemen, Kementerian Agama maupun Pemerintah Arab Saudi. Intropeksi ini penting, mengingat apabila penerapan web service e-hajj dan bukannya web portal pada 2016 mendatang diberlakukan tanpa dispensasi, maka dibutuhkan membangun pengaturan (build management) penyelesaian dokumen haji agar dapat berjalan dengan baik. Tepatnya membuat cetak biru (blue print) pedoman penyelesaian visa berbasis web service e-hajj adalah fondasi awalnya, dan tentu transfer knowledge dan sosialisasi ke seluruh provinsi, kabupaten kota juga penting sebagai ujung tombak penyelesaian visa itu sendiri. Semua akan berjalan dengan baik juga tidak lepas dari kunci pembuka (key word) percepatan pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melanjutkan kontrak yang sudah berjalan di Arab Saudi. Mungkin kunci inilah yang menjadi agenda penting yang perlu dikawal ditengah kesibukan penyelenggaraan haji, ditengah munculnya masalah visa jemaah haji.
Hari Rabu siang kemarin (18/08/2015) Siskohat dipersalahkan, kembali sumberdaya Siskohat dipertanyakan keilmuannya, kembali urgensi dan eksistensi Siskohat di pandang sebagai sistem penuh masalah di tengah keberhasilannya dalam berkiprah hampir 32 tahun mendukung tugas negara dalam melayani jemaah haji. Hebatnya lagi, grebek yang dilakukan Komisi 8 adalah grebek yang jauh dari fatsun. Sumberdaya manusia di Siskohat diperlakukan persis seperti seorang tersangka dengan dicecar berbagai pertanyaan hampir secara serentak dari anggota dewan yang terhormat. Etika, sopan dan kesantunan sirna saat itu, yang terlihat adalah arogansi dan pertahanan ego, entah apa penyebabnya hingga kejadian itu terjadi, dan mungkin ini akan luput dari pemberitaan media mainstream. Bisa jadi kegagalpahaman apa itu e-hajj dan bagaimana prosedur teknis pelaksanaannya yang diduga penggrebekan itu terjadi, apalagi karena ada kata sistem e-hajj lantas Siskohatlah dipandang penyebabnya.
Tidak banyak yang tahu, bahwa pertanyaan akan bisnis proses Siskohat sudah berkali-kali diterangkan, namun kepada orang yang berbeda-beda. Berganti orang, kembali lagi sistem ini diterangkan kembali. Hingga mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa Siskohat bukan hanya sistem, namun juga buku pelajaran bagi peserta didik baru yang ingin mengetahui apa itu Siskohat, dan ini terus berulang. Bukan berarti Siskohat tidak memiliki buku panduan, buku ada bahkan sangat tebal, namun akan menjadi hiasan rak buku saat buku diberikan bagi yang memintanya. Kebanyakan itulah yang terjadi, lebih menyenangkan jika mengetahuinya dengan lisan, dan lisan memiliki distorsi yang tinggi karena otak manusia bukan maha penyimpan memori (mega server) yang dapat menerangkan tanpa salah.
Sumberdaya manusia di Siskohat sudah sangat maksimum merawat dan menjaga sistem ini dengan sekuat tenaga, meninggalkan istri dan anak-anak, mengabaikan hari libur dan bahkan pada hari kebesaran agama para SDM-nya. Ini dilakukan untuk jihad, jihad layanan haji, jihad Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk melayani jemaah haji Indonesia. Tidak ada kata libur, boleh libur secara pisik di tempat kerja, namun online terus dimanapun berada. Tak banyak juga yang tahu, merawat sistem ini dengan fasilitas dan sarana yang kurang memadai dan jauh dari kata yang disebut “kantor”. Semua itu tidak akan terlihat, yang ada hanya arogansi dan ego sektoral ditengah geliat realitas dan tantangan penyelenggaraan haji masa ke masa. (ar/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar