Doha (WarkopPublik)--Dua produsen terbesar minyak mentah dunia, Arab Saudi dan Rusia, Selasa (16/02/2016), sepakat membekukan produksi untuk menyokong harga, yang sudah anjlok 70% akibat kelebihan pasokan kronis.
Kesepakatan tercapai dalam pertemuan tertutup di Doha, Qatar, yang juga diikuti menteri energi dari pihak tuan rumah serta menteri energi dari Venezuela, produsen besar dari Amerika Selatan.
Menteri Perminyakan Saudi Ali Al Naimi mengatakan, langkah tersebut mengandung persyaratan negara-negara produsen besar lainnya bersedia ikut serta. Kesepakatan ini dirancang untuk menstabilkan pasar, menyusul kejatuhan dramatis harga minyak mentah sejak pertengahan 2014.
“Berdasarkan pertemuan, keempat negara siap untuk membekukan produksi minyak pada level Januari, jika produsen-produsen besar lain juga melakukan hal sama,” ujar Menteri Energi Rusia Alexander Novak.
Saudi adalah produsen terbesar dunia saat ini dan produsen terbesar di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak atau OPEC.
Sedangkan Rusia adalah produsen terbesar dunia non-OPEC. Venezuela dan Qatar juga merupakan produsen anggota OPEC.
Produksi minyak mentah harian Saudi dan Rusia saat ini mencapai lebih dari 10 juta barel per hari (bph).
Setelah kesepakatan Saudi-Rusia di Doha, pembicaraan akan dilanjutkan dengan melibatkan Iran dan Irak di Teheran, ibukota Iran. Pertemuan lanjutan ini dijadwalkan, Rabu (17/2) waktu setempat.
“Kami tidak menginginkan harga berfluktuasi terlalu besar. Kami juga tidak mengingikan pasokan berkurang. Yang kami inginkan adalah bagaimana memenuhi permintaan dan harga yang stabil,” tutur Naimi.
Kesepakatan empat negara di Doha menandai langkah pertama di antara para produsen OPEC dan produsen non-kartel untuk mengerem kejatuhan harga sejak hampir 19 bulan lalu. Saudi dan para produsen OPEC lain sebelumnya menolak untuk memangkas produksi guna mempertahankan pangsa pasar.
Strategi tersebut ditempuh untuk menyingkirkan para produsen yang biayanya lebih tinggi, khususnya para produsen minyak shale di Amerika Serikat (AS). Saudi menyatakan, pihaknya hanya akan mempertimbangkan pemangkasan produksi jika para produsen lain sepakata melakukan hal sama.
Tekanan agar produksi minyak mentah dunia dikurangi makin besar karena kemerosotan harga sudah berdampak luar biasa, yakni cekaknya penerimaan negara-negara produsen dari minyak. Rusia yang perekonomiannya sedang resesi termasuk yang paling terdampak akibat merosotnya penerimaan. Bahkan Saudi pun tahun lalu membukukan rekor defisit anggaran. Naimi mengatakan, keputusan empat negara adalah awal dari proses selama beberapa bulan ke depan.
Kesepakatan Saudi, Rusia, Qatar, dan Venezuela berdampak positif terhadap harga minyak, dalam perdagangan Selasa. Pada awal sesi siang, harga minyak mentah Brent Laut Utara untuk pengiriman April 2016 naik 50 sen menjadi US$ 33,89 per barel.
Sedangkan harga minyak acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Maret 2016 naik 41 sen menjadi US$ 29,85 per barel dibandingkan level penutupan, Senin (15/02/2016). (beritasatu/ar)
Kesepakatan tercapai dalam pertemuan tertutup di Doha, Qatar, yang juga diikuti menteri energi dari pihak tuan rumah serta menteri energi dari Venezuela, produsen besar dari Amerika Selatan.
Menteri Perminyakan Saudi Ali Al Naimi mengatakan, langkah tersebut mengandung persyaratan negara-negara produsen besar lainnya bersedia ikut serta. Kesepakatan ini dirancang untuk menstabilkan pasar, menyusul kejatuhan dramatis harga minyak mentah sejak pertengahan 2014.
“Berdasarkan pertemuan, keempat negara siap untuk membekukan produksi minyak pada level Januari, jika produsen-produsen besar lain juga melakukan hal sama,” ujar Menteri Energi Rusia Alexander Novak.
Saudi adalah produsen terbesar dunia saat ini dan produsen terbesar di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak atau OPEC.
Sedangkan Rusia adalah produsen terbesar dunia non-OPEC. Venezuela dan Qatar juga merupakan produsen anggota OPEC.
Produksi minyak mentah harian Saudi dan Rusia saat ini mencapai lebih dari 10 juta barel per hari (bph).
Setelah kesepakatan Saudi-Rusia di Doha, pembicaraan akan dilanjutkan dengan melibatkan Iran dan Irak di Teheran, ibukota Iran. Pertemuan lanjutan ini dijadwalkan, Rabu (17/2) waktu setempat.
“Kami tidak menginginkan harga berfluktuasi terlalu besar. Kami juga tidak mengingikan pasokan berkurang. Yang kami inginkan adalah bagaimana memenuhi permintaan dan harga yang stabil,” tutur Naimi.
Kesepakatan empat negara di Doha menandai langkah pertama di antara para produsen OPEC dan produsen non-kartel untuk mengerem kejatuhan harga sejak hampir 19 bulan lalu. Saudi dan para produsen OPEC lain sebelumnya menolak untuk memangkas produksi guna mempertahankan pangsa pasar.
Strategi tersebut ditempuh untuk menyingkirkan para produsen yang biayanya lebih tinggi, khususnya para produsen minyak shale di Amerika Serikat (AS). Saudi menyatakan, pihaknya hanya akan mempertimbangkan pemangkasan produksi jika para produsen lain sepakata melakukan hal sama.
Tekanan agar produksi minyak mentah dunia dikurangi makin besar karena kemerosotan harga sudah berdampak luar biasa, yakni cekaknya penerimaan negara-negara produsen dari minyak. Rusia yang perekonomiannya sedang resesi termasuk yang paling terdampak akibat merosotnya penerimaan. Bahkan Saudi pun tahun lalu membukukan rekor defisit anggaran. Naimi mengatakan, keputusan empat negara adalah awal dari proses selama beberapa bulan ke depan.
Kesepakatan Saudi, Rusia, Qatar, dan Venezuela berdampak positif terhadap harga minyak, dalam perdagangan Selasa. Pada awal sesi siang, harga minyak mentah Brent Laut Utara untuk pengiriman April 2016 naik 50 sen menjadi US$ 33,89 per barel.
Sedangkan harga minyak acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Maret 2016 naik 41 sen menjadi US$ 29,85 per barel dibandingkan level penutupan, Senin (15/02/2016). (beritasatu/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar