![]() |
Safari sosial Ade Whardana Adinata Foto: facebook Ade Whardana Adinata |
Kalimat ini sepertinya cocok untuk bupati Bogor mendatang. Sedikit meluangkan waktu mengikuti salah satu akun media sosial (medsos) salah satu calon Bupati Bogor. Ternyata banyak hal yang menarik dalam aktivitas dan safari sosialnya. Banyak temuan-temuan kemanusiaan dalam dimensi ekonomi dan sosial. Memang, medsos saat ini menjadi salah satu jendela informasi yang tidak bisa diabaikan bahkan justru diandalkan. Banyak riset terkait tentang itu.
Soal Kabupaten Bogor. Siapa sih yang mau untuk hidup miskin. Tak ada yang sudi untuk menjadi manusia yang minim kepintaran. Tak akan ada yang rela untuk menjadi manusia berpenyakit. Tak kan ada yang mau untuk hidup tanpa pekerjaan.
Pemetaan dan identifikasi masalah dinamika sosial ekonomi yang didapati membuat kita terperangah. Bahkan boleh jadi diprediksi ada fenomena gunung es yang menyelimuti kabupaten ini. Lebih kaget lagi disaat media menulis Bogor ”Surga” LGBT. Rasa kuatir, cemas, takut dan amarah pun muncul. Bagaimana tidak, namanya orang tua dipastikan akan cemas dengan kondisi ini.
Harga kehidupan sosial di Kabupaten Bogor boleh disebut terbilang mahal. Setiap waktu mata dan telinga orang tua digunakan dengan seksama dalam meradar pergaulan anak. Tak masalah dikatakan lebay, kepo atau sotoy (istilah anak terkini). Orang tua hanya memastikan bahwa anaknya jelas bergaul kemana dan dengan siapa.
Dimana pemerintah Kabupaten Bogor. Apakah pernah para pemangku jabatan ini berkala melakukan kajian, penelitian dalam menjawab dinamika dan persoalan sosial yang terjadi. Apakah karena mereka habis waktu dan energi karena berkutat pada masalah kemiskinan sebagai prioritas, sedang soal lainnya dikesampingkan. Sajian data dari salah satu media nasional menyebutkan bahwa Kabupaten Bogor menduduki posisi 10 daerah termiskin dari 27 kabupaten dan kota seprovinsi Jawa Barat. Angka penduduk miskin mencapai 8,92 persen dari jumlah penduduk mencapai 5,5 juta jiwa. Artinya 490 ribu orang lebih masyarakat kabupaten itu hidup miskin. 490 ribu orang berpotensi pada entitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dll. Potensi itu bisa saja membentuk sikap dan kepribadian yang menyimpang.
Sudahlah rakyat miskin, pejabatnya saat aktif malah terbelit kasus korupsi. Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan terkait suap alih fungsi lahan pada 7 Mei 2014 silam. Selain Yasin, lembaga anti rasuah itu juga menangkap Muhammad Zairin mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan juga sudah divonis kurungan penjara dan denda atas kejahatan yang dilakukan. Mereka divonis atas menerima suap senilai 4,5 miliar rupiah guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan. Selain mereka berdua, divonis juga 'para juragan' dan mendekam dalam 'hotel prodeo', mereka adalah Yohan Yap dan Cahyadi Kumala.
Itu soal kemiskinan dan potensi dampak yang ditimbulkan. Bagaimana soal pendidikan. Ada satu sekolah di wilayah Parung bersemayam ajaran sesat di dalamnya. Herannya, saat kasus ini terkuak barulah ada investigatif bahwa sekolah itu belum memiliki izin dari dinas pendidikan Kabupaten Bogor. Di luar logika jawaban itu, mengapa. Pertama letak sekolah jelas di salah satu jalan lintas ramai Bogor Jakarta. Kedua, sekolah sudah memiliki dua rombongan belajar untuk setiap tingkatan. Untuk tingkat SMP baru ada kelas 7 dan kelas 8, sedangkan untuk tingkat SMA baru ada kelas 10 dan kelas 11. Ketiga, sudah beroperasi sekitar 1,5 tahun. Aneh bukan, tidak akan aneh jika melihatnya dalam dimensi 'kepentingan'.
Hal di atas masih sejumput dari sekeranjang persoalan lain yang masih menumpuk dan menjadikan Kabupaten Bogor berwajah 'kusam'. Bupati Bogor mendatang akan ditantang untuk mampu mengubah wajah itu menjadi 'ceria'. Ada keyakinan dan harapan besar yang akan memimpin nanti mampu melakukan itu di bumi Prayoga Tohaga Sayaga Kuta Udaya Wangsa, Bumi Tegar Beriman. (ar/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar