Running Text
Rabu, 31 Desember 2014
Jumat, 05 Desember 2014
Pil Sakit Jiwa Kerajaan Dag Dig Dud Der
Jakarta (WarkopPublik)--Konon, di negeri antah berantah terdapatlah sebuah kerajaan besar dan makmur yang bernama Kerajaan Dag Dig Dug Der. Besar karena luasnya wilayah kerajaan tersebut baik darat maupun lautnya. Makmur, karena banyaknya sumberdaya alam yang dikandung di bumi kerajaan tersebut.
Namun kebesaran dan kemakmuran kerajaan tersebut tidak membawa rakyatnya untuk terikut kemakmuran itu. Entah apa sebab, tak ada yang tahu, bahkan rakyatnya sendiri saja bingung mengapa hidup mereka tidak sebesar dan semakmur kerajaannya yang selama ini sangat dibanggakan.
Akhirnya, karena kebingungan dan kebanyakan energi yang terkuras memikirkan itu semua akhirnya semua rakyat menderita penyakit jiwa mungkin akibat banyaknya urat syaraf yang putus urat karena berfikir berlebihan setiap hari. Yah, berfikir hidup, berfikir masa depan, berfikir cari kerja, berfikir penyakit sosial, berfikir harga pada naik, multi berfikirlah pokoknya.
Hanya keluarga istana, para menteri, patih, dan laskar kemanan yang saat itu masih waras. Akhirnya, seluruh perintah yang diinstruksikan raja kepada mereka untuk disampaikan kepada rakyat tidak dapat berjalan karena rakyatnya semuanya telah sakit jiwa. Rakyat hanya tertawa manakala para menteri menyampaikan instruksi dari Paduka Raja, malah adakalanya disoraki.
Raja bingung, dan mengumpulkan seluruh para menteri, patih dan petinggi kemanan untuk mendapatkan masukan dalam menstabilkan kondisi ini. Semuanya tidak dapat memberikan pendapat dan masukan, jalan buntu.
Eh, ditengah kebingungan tersebut sontak semua yang hadir terkejut karena tukang kebersihan istana yang kebetulan sedang membersihkan meja makan mengatakan, “Maaf beribu maaf paduka, izinkan hamba untuk memberikan pendapat, apakah diizinkan paduka?”
Rajapun menjawab dengan wajah keraguan, “Silahkan dan jangan lama-lama!” Tukang kebersihan itu menjawab,”Walaupun ini bukan urusan hamba, namun ada baiknya paduka raja dan seluruh para menteri serta petinggi kemanan dan keluarga istana meminum sebuah pil untuk menstabilkan kondisi ini.”
“Pil apa itu hayooo sebutkan!” Bentak raja. “Pil untuk menjadi orang sakit jiwa paduka raja," Jawab tukang kebersihan dengan polosnya. “Karena kalau orang waras memimpin rakyat yang yang sakit jiwa atau sebaliknya pemimpin yang sakit jiwa memimpin rakyat yang waras maka tidak akan ada gunanya,” Tambah tukang kebersihan itu.
"Wah, bagus juga idenya. Para menteri, hayo lakukan penelitian dan secepatnya diproduksi pil itu. Agar segera kita konsumsi," perintah raja pada menterinya. (ar/ar)
Kamis, 04 Desember 2014
Usia Nikah, Upsss Ntar Dulu Ada Aturan Hukumnya Loh!
Jakarta (WarkopPublik)--Usia Nikahpun di atur. Kemerdekaan seseorang untuk menentukan haknya semakin terampas oleh pengaturan pernikahan dengan batas usia minimal. Entah apa makud dari ini semua, apakah bermaksud baik atau sebaliknya ada maksud lainnya. Hukum berlaku general dan bukan parsial. Baik jika pada keluarga yang mampu yang tingkat sosialnya ada, tentu mengejar pendidikan setinggi gunung dan karir setinggi langit menjadi tujuan. Komitmen "nikah" menjadi sebuah momok yang menakutkan dan tingkat kuatir yang tinggi penyebab gagalnya tujuan itu. Namun, bagaimana dengan keluarga lainnya? yang hanya bersandar atas hidup pas-pasan dan seolah anak menjadi beban bagi keluarga dan secepatnya untuk dinikahkan jika sudah akhir baliqh. Belum lagi, jika terjadi hubungan diluar nikah yang berdampak kepada kehamilan, sebagai akibat terbukanya media teknologi informasi dengan manfaat dan mudharatnya.
Semula berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut prasa batas 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria, kini prasa tersebut digugat untuk menjadi 18 dan 21 tahun karena dianggap bertentangan dengan konstitusi. Sontak saja, terjadi pro dan kontra atas penggugatan ini yang sekarang sedang dilakukan persidangan untuk menguji Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 di Mahkamah Konstitusi.
Silahkan perdebatkan prasa tersebut, hanya saya pribadi memberikan masukan bahwa, analisis dari semua aspek dan tidak hanya berbicara pada aspek agama ataupun konstitusi. Namun analisis juga dari aspek fakta dan realitas yang ada, agar jangan sampai hukum tersebut justru menjadi memasung kebebasan terutama pada seorang wanita. Jika seorang anak yang berusia 15 tahun, disebabkan faktor ekonomi, under control teknologi informasi berkeinginan bulat untuk menikah apakah belum hamil atau sudah hamil, kemudian menjadi terhalang oleh hukum yang sedang diperdebatkan ini dan selanjutnya anak tersebut bunuh diri, maka Anda-Anda yang menyusun hukum itulah orang yang paling bertanggungjawab.
Saya yakin, penyusun hukum tersebut pasti semuanya orang yang mampu baik harta maupun ilmu, sesekali ajaklah orang yang hidupnya miskin untuk ikut menyusun hukum itu agar Anda tahu bahwa pendapat Anda belum tentu dapat diterima oleh mereka. (ar/ar)
Kamis, 06 November 2014
Para Perindu Arafah

Jakarta (WarkopPublik)--Panas, padat, kemacetan
dimana-mana, riuh, ketegangan, cemas, dan berbagai macam aktivitas ibadah
dipertontonkan dan dijalani dengan tulus dan ikhlas. Seakan untuk menunjukkan
kepada Sang Penguasa Alam bahwa kami datang ke bait al atiq atas panggilan-Nya
dan sebagai bentuk kehambaan yang hakiki untuk menyantap hidangan ilahi di
padang arafah.
Semua orang terlihat tergesa-gesa
takkala akan menyambut beberapa hari lagi peristiwa penting, sebuah peristiwa
yang tidak semua orang dapat mengikutinya, wukuf di padang arafah.
Ekspresi penyesalan, kesedihan,
keceriaan lebur terlihat jelas pada wajah-wajah lusuh berdebu, lelah dan
sedikit kumal. Airmata penyesalan keluar, seolah menyampaikan pesan bahwa
mengapa tidak dari dahulu dapat menghadiri undangan itu. Sedih, karena begitu
banyaknya perbuatan yang tidak pantas dilakukan sebelumnya.
Ceria, karena akan menyambut
hamburan dan melimpahnya hidangan ilahi dengan taburan-taburan cahaya yang
indah. Sangat berbeda dengan saat mengunjungi pusat-pusat wisata mancanegara,
dan terlena dengan hedonisme dan konsumtif serta aktualisasi diri yang hanya
menyentuh pada kulit dan pikiran, jauh dari sentuhan emosional perasaan.
Hamparan kekeluargaan dibentang,
memiliki rasa persaudaraan yang sangat tinggi tanpa batas. Tidak mengenal
status sosial apapun. Semua melebur dalam kedamaian kekeluargaan dan tolong
menolong yang sangat tinggi. Tanpa instruksi, mengalir dalam panggilan kejiwaan
yang mendorong kuat untuk berbuat kebaikan.
Wajah-wajah orang yang dicintai
hadir dalam kerumunan ibadah itu, jelas dan nyata. Bibir-bibir kering bergumam
melantunkan dzikir di setiap saat dan di setiap waktu. Mempersiapkan dan
membekali diri untuk dapat berkonsentrasi penuh dalam menyantap hidangan ilahi itu.
Dan akhirnya, hari yang dinantikan itupun tiba.
Padang tandus itu ramai dengan
lilitan putih, bagai tebaran permadani putih, bagai kumpulan pingwin, bagai
hamburan kapas-kapas putih tebal yang menyelimuti padang pasir itu. Gema
talbiyah, gema dzikir, gema isak tangis terdengar sangat syahdu. Instrumental
yang tidak dapat dinotasikan dalam sebuah musik. Ketika saat itu tiba, ketika
taburan cahaya indah itu ditebar walau sesaat, pikiran terbang menuju arsy
penuh muatan dzikir dan talbiyah, bukan pikiran kosong dan bukan juga sebuah
lamunan.
Panasnya arafah menjadi sejuk
untuk sesaat. Saat itulah, puncak dari kehambaan yang menikmati hidangan yang
sangat nikmat sekali, bahkan bagai dedaunan kering, penikmat itu jatuh dan
merindu kepada nur-Nya agar kenikmatan itu terus dirasakan dan tidak mau melepaskan
kenikmatan itu, doapun diijabah. Wafat dalam keadaan ihram, sahid dalam pelukan
talbiyah dan selimut arafah.
Beruntunglah mereka yang tidur
dengan ihramnya dan akan bangkit kemudian dengan talbiyah untuk menyelesaikan
hajinya. Beruntunglah mereka yang telah menikmati hidangan ilahi dalam hamparan
padang yang luas dengan menu yang diracik dan disajikan langsung oleh Yang Maha
Agung. Ya Allah, undanglah kami, panggillah kami untuk dapat kembali menyantap
hidangan-Mu. (ar/ar)
Banjirnya Mahasiswa Asing Di USU: Menarik Diperbincangkan Bukan Untuk Dipersoalkan

Surat Edaran ditafsirkan
seolah-olah surat edaran adalah merupakan sebuah norma dan berdampak kepada
hukum. Penting untuk dilakukan kajian secara tata hukum terlebih dahulu untuk
menentukan apa kedudukan surat edaran ditinjau dari sudut pandang tata hukum
Indonesia. Apakah surat edaran masuk dalam norma hukum atau hanya sebatas
kedudukannya sebagai surat yang lebih tinggi dari surat biasa. Terlalu
premature jika ada yang menjadikan hal yang menarik seperti ini menjadi sebuah
persoalan, apalagi persoalan hukum.
Sebagai menambah khazanah dan
wawasan kita bahwa berdasarkan data dari Nesoindonesia
http://www.nesoindonesia.or.id/sistem-pendidikan/fakta-menarik bahwa jumlah
mahasiswa internasional di Belanda tahun 2012-2013 sebanyak 90.500 orang. Di
Jerman Sekitar 300.000 mahasiswa asing saat ini melanjutkan studi, angka ini
disampaikan oleh Menteri Pendidikan Johanna Wanka melalui sebuah wawancara
http://www.dw.de/jerman-senang-terima-mahasiswa-asing/a-17792273.
Belum lagi peningkatan mahasiswa
asing di Mesir, Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Australia. Pernahkah
dipermasalahkan, justru menjadi kebanggaan tersendiri bahwa negara mereka
menjadi sentra-sentra pendidikan di dunia internasional.
Pertanyaan yang menarik adalah
mengapa ada yang membatasi seseorang untuk menempuh pendidikan dengan landasan
Surat Edaran. Bukankah pembatasan tersebut membagun sebuah tirani dan sikap
tertutup kepada negara lain. Disaat sedang diintensifkannya budaya kita di
kancah dunia internasional menjadi kontradiktif dengan pembatas tersebut.
Justru semakin banyaknya minat masyarakat internasional untuk menempuh
pendidikan di Indonesia akan membangun brand building inilah Indonesia dengan
keragaman budaya dan masyarakatnya. Banyak hal yang bermanfaat atas itu semua,
karena estafetisasi informasi yang tentunya akan dibawa oleh mahasiswa
internasional tersebut ke masing-masing negaranya.
Tidak ada hal yang
dipermasalahkan tentang banyaknya minat mahasiswa asing untuk belajar di
Indonesia. Mungkin hanya sentimen personal atau juga hal lainnya yang lantas
dikaitkan dengan banyaknya mahasiswa asing, tentunya obyek hal itu berbeda dan
berbeda juga cara menyimpulkannya.
Cobalah melakukan metodologi
berfikir cerdas dengan menganalisa dari dasar sehingga kesimpulan juga benar
sehingga penghargaan yang diterima oleh USU dari tidak menjadi sentiment
negatif pada pandangan dunia pendidikan internasional karena menjadi persoalan
yang dibangun dengan dasar yang rapuh untuk itu kedudukannya lebih bijak
menjadi sebagai perbincangan positif yang menarik.
Universitas Sumatera Utara (USU)
telah menjadi perhatian dunia. Perhatian ini berkenaan dengan peringkat
internasional yang diraih oleh universitas ini, setidaknya inilah hal yang
disampaikan Rektor USU Prof. Syahril Pasaribu saat pengukuhan Prof. Zuriah dan
Prof. Ginda menjadi Guru Besar USU, Senin 22 September 2014 yang lalu. Inilah
potret Universitas yang sudah berumur 62 tahun dengan segala dinamika
positifnya dalam dunia pendidikan di tanah air dan internasional. (ar/ar)
Rabu, 24 September 2014
Pelarangan Haji Berkali-Kali, Kuatkah Parameternya?
Jakarta (WarkopPublik)--Belakangan ini muncul pemikiran akan pelarangan haji berkali-kali dengan alasan untuk mempersingkat antrian jemaah melalui sebuah aturan yang sebelumnya fatwa, namun MUI menolak untuk mengeluarkan fatwa atau kata-kata 'Saktinya". Entah dari mana munculnya pemikiran yang selayaknya dilakukan terlebih dahulu metodologi yang tepat dalam menghasilkan sebuah pemikiran yang tepat dan tidak salah.
Kalaulah alasannya untuk mempersingkat antrian, tentu cukup banyak opsi yang dapat dilakukan. Seperti melakukan moratorium, meninjau kembali formula kuota untuk masing-masing negara pengirim jemaah haji, melakukan test kemampuan manasik, peninjauan kembali validitas data di Siskohat dan lainnya. Tidak serta merta mengambil kesimpulan dengan pemikian prematur di atas. Mengapa prematur? Karena kebijakan ini tanpa parameter kajian yang mendalam.
Pemikiran prematur ini bisa jadi sebagai dampak desakan "publik terbatas" atau hanya sekedar retorika dan pencitraan saja. Antrian terjadi disebabkan oleh tingkat keinginan orang berhaji tinggi yang menembus angka 2,7juta daftar tunggu dari quota 168.800.
Namun pernahkah publik terbatas ini berfikir bahwa ini hanya bersifat musiman? Mengapa musiman, karena parameternya adalah stabilitas ekonomi, peranan lembaga keuangan dan proyek perluasan Masjidil Haram. Bagaimana jika stabilitas ekonomi tidak baik, bagaimana jika perbankan menerapkan tingkat bunga tinggi atas talangan haji, apa boleh haji berhutang sebagai dampak peranan bank atas dana talangan, bagaimana jika proyek perluasan Masjidil Haram sudah rampung? Dengan daya tampung Mataf (area tawaf) yang semula 42ribuan menjadi 150ribuan perjam atau bisa jadi lebih. Quota dasar haji Indonesia bisa jadi akan kembali normal 211.000 atau mungkin bertambah 2 kali lipatnya karena Mataf daya tampungnya sudah besar.
Saya tertawa geli dan lucu membaca komentar dukungan atas aturan ini yang datang dari ormas islam, dan tokoh agama. Justru saya mau bertanya kepada mereka, apakah mereka pernah memikirkan tentang patameter itu? Butuh kajian atau analisis yang mendalam melalui metodologi yang tepat, bukan pertemuan 2-3 hari lantas memutuskan sesuatu yang akhirnya akan menjadi prematur.
Belum lagi jika metodologi tersebut bereferensi atas data dan kemampuan Siskohat dalam validitas data, berapa banyak jemaah yang sudah berhaji kemudian mendaftar kembali. Apakah mencapai batas maksimum atau tidak. Data haji khusus saja belum dikelola dengan baik, mencari tahu estimasi keberangkatannya saja hanya bisa dengan telephon, subyektif sekali. Bagaimana dengan data haji reguler, sudah beres belum, lagi-lagi subyektif. Mencari tahu motivasi orang untuk kembali melakukan ibadah haji. Boleh jadi pengetahuan manasik dan pelayanan ibadah yang diperolehnya selama berhaji baik dari pemerintah ataupun Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) kurang terserap dan terlayani dengan baik sehingga keinginan untuk menyempurnakan ibadah haji menuntutnya untuk kembali berhaji.
Referensi qaedah fiqh dengan menggunakan pisau analisis juga sangat penting berdasarkan nash qod’i. Apa benar, diperbolehkan seseorang dilarang untuk melaksanakan sebuah ibadah walaupun berulangkali. Nabi saw tidak pernah memakruhkan apalagi mengharamkan haji berkali-kali.
Setidaknya ada dua payung hukum yang besar yang menjamin hak seseorang dalam kaitannya dengan agama. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2 dan Universal Declaration of Human Rights pada angka 10 Bebas memeluk agama. Untuk itu, dalam kaitannya kepada sebuah hak tidak niscaya dapat dilakukan pemikiran-pemikiran yang belum mendasar untuk dipublikasikan. Bukan tidak mungkin, jika pemikiran tanpa dilandasi metodologi dan referensi yang tepat disampaikan akan membawa pengaruh kepada orang lain yang merasa akan tersandera hak-haknya.
Bahkan budaya ekspose pemikiran tanpa dilandasi hal dimaksud di atas akan membudaya pada pemikiran lainnya. Boleh jadi esok lusa akan ada pelarangan orang untuk melakukan shalat sunnat dan hal sunnat lainnya terkait ibadah.
Sejarah mencatatkan bahwa pernah terjadi kekosongan jemaah haji di Indonesia pada tahun 1945-1949 yang disebabkan oleh: (1) Kondisi ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia dalam keadaan tidak berdaya sama sekali; (2) Sebagaimana suatu bangsa yang baru merdeka negara dalam penataan; (3) Bangsa Indonesia dihadapkan kepada perang kemerdekaan. Penyebab di atas dapat dikategorikan dalam keadaan darurat.
Apakah kondisi mempersingkat antrian masuk dalam keadaan darurat sehingga ada pemikiran untuk pelarangan haji berkali-kali? Bahkan perihal penyakit mers dan ebola yang menjadi trending topik kesehatan di Arab Saudi saja belum masuk dalam kategori darurat sehingga munculnya pelarangan, yang ada hanya himbauan. Pelarangan hanya dilakukan bagi orang yang terbukti telah terjangkiti penyakit mematikan tersebut agar tidak menular kepada yang lain.
Pemikiran yang keliru akan melahirkan kekeliruan-kekeliruan lainnya. Disebabkan pemikiran yang dituangkan dalam aturan tanpa kajian analisis yang kuat dan parameter yang tidak jelas. (ar/ar)
Kamis, 10 Juli 2014
Petugas Haji Kawekawean
Jakarta (warkopPublik)--Untuk menjadi petugas haji
di Kota Bekasi ada yang member Rp.10 juta ada juga yang berani
memberi Rp.20 juta. Sudah bisa ditebak yang lolos jadi petugas haji tentu yang
memberi lebih besar. Konon ada 6 orang jumlahnya. Kepala Kementerian Agama Kota
Bekasi, H Adul Rosyid melalui Kasie Haji dan Umrah, H Mujani , berkilah, kalau
rekrutmen petugas haji melalui seleksi oleh Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat
dan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Jadi kalaupun ada pungutan, bukan
cuma Kementerian Agama Kota Bekasi yang makan duitnya. Silahkan memaknai
sendiri apa maksud ucapan Mujani tersebut," Poskotanews.com.
“Peserta
yang jelas-jelas hanya mengisi sebagian kecil materi soal, namun kenyataannya
malah lolos. Pengumuman kelulusan hasil tes juga dilakukan hanya berselang
sehari setelah tes. Tanggal 14 Mei 2014 seleksi, tanggal 15 Mei 2014 libur, dan
tanggal 16 Mei 2014 hasil seleksi diumumkan,” Beben Ridwan, salah seorang
peserta Seleksi Petugas Haji utusan Forum Pondok Pesantren Kabupaten Garut.
“Membayar untuk menjadi petugas haji di sini
sudah menjadi rahasia umum," RH dan JC Medan Sumatara Utara.
“Petugas Haji Kloter, Non Kloter, Temus,
Mukimin harus diumumkan di media massa agar publik mengetahui sesuai dengan
UU/25 tentang Pelayanan Publik dan UU/14 tentang Keterbukaan Informasi Publik
dan membangun sentiment positif publik atas kinerja Ditjen PHU,” Adi Barata
Bogor Jawa Barat.
Disepakati
dahulu, apakah petugas haji adalah pekerjaan atau silaturrahmi. Jika disepakati
petugas haji adalah kegiatan silaturrahmi maka tesis tentang petugas haji
adalah arisan atau kenduri nasional adalah benar. Penting untuk diketahui
adalah bahwa Penyelenggaraan ibadah haji adalah tugas nasional, benar bahwa hal
ini dibawah koordinasi Kementerian Agama. Tapi tidak benar juga jika
Kementerian Agama melakukan rekruitmen atas petugas haji secara terbatas karena
berpotensi transaksional, harusnya dilakukan dengan sistem rekruitmen terbuka
pada seluruh publik. Artinya Publik dengan persyaratan yang sudah ditetapkan
dapat mengikuti proses rekruitmen ini. Karena selama ini Kementerian Agama
melakukan pola rekruitmen petugas haji dengan kategori terbatas.
Penempatan
petugas pada Daker dan Sektor tidak proporsional. Pada Daker yang tidak
langsung melayani jamaah jumlah petugas yang lebih banyak dibandingkan dengan
petugas yang ada di sektor. Sektor hanya memiliki 45 petugas untuk melayani
jamaah sebanyak 30 s.d 50 kloter. Sedangkan di Daker memiliki petugas berjumlah
70 s.d 80 orang yang pekerjaannya tidak jelas. Kelemahan ini terjadi akibat
sistem rekruitmen yang berorientasi pada kenduri petugas atau petugas yang
bergilir yang berunsur sanak, keluarga, handaitolan, kerabat dan sedikit yang
professional. Jadi tidak heran jika ada seorang petugas haji jika dihitung
telah melakukan haji berkali-kali.
Menjadi
petugas haji adalah langkah strategis dalam menghindar dari antrian yang
rata-rata mencapai 12 tahun. Kemungkinan untuk melaksanakan ibadah secara
personal lebih besar daripada melayani orang yang akan melaksanakan ibadah. Dalam
sistem Pendayagunaan sumber daya manusia, jelas hal ini sangat tidak efektif
karena jika seseorang bertugas lebih dari dua kali dalam tugas yang sama maka
motivasi akan menurun. Tidak heran jika publik mengatakan bahwa petugas haji
adalah haji abidin, haji atas biaya negara. Kritisi publik ini harusnya sejak
dari dulu harusnya ditindaklanjuti, namun sayang kritisi ini diabaikan dan
akhirnya menjadi tesis dan terbukti kebenarannya tanpa pernah melakukan
langkah-langkah perbaikan. Jadilah predikat sentiment negative publik atas haji
abidin menjadi brand building yang sudah sulit untuk dikembalikan kepada
fitrahnya bahwa petugas haji adalah pelayan duyufurrahman.
Pembahasan
ini tidak mengupas kelemahan, namun mengajak para pegiat haji di negeri ini
untuk mewujudkan sesuatu yang lebih konkrit dan professional dalam melayani
jamaah haji. Wacana yang pernah bergulir bahwa petugas haji tidak perlu
melakukan haji karena harus konsentrasi untuk melayani tidak pernah
direalisasikan, walaupun wacana tersebut sangat baik. Baik sebagai jaminan
pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji lebih terfocus, jelas dan terarah
dan hal ini adalah mandat jamaah haji kepada petugas, mandat yang tertuang di
dalam UU 13/2008 Kepastian atas Keuangan-Pelayanan-Ritual (KPR). Hal ini juga
merupakan tujuan untuk menjadikan jamaah haji bertahap menjadi jemaah haji yang
mandiri dengan pelayanan, transfer kenowladge dari petugas haji hasil
rekruitmen terbuka. Pelaksanaan rekruitmen terbuka lebih bersifat obyektif,
profesional, dan tidak diskriminatif, karena penyelenggaraan ibadah haji adalah
tugas nasional, jelas mandat undang-undang menyampaikan hal itu. Sehingga ke
depan akan memperoleh point ke 6 dari 18 pokok pembenahan haji untuk kembali
kepada fitrahnya, bahwa haji adalah rukun Islam dan itu adalah hak personal
setiap individu yang jelas diatur dalam UUD 1945 maupun di dalam Declaration of
Human Right.
1. Melakukan pembenahan akad atas setoran awal wajib dengan syariah Islam tanpa ada penyampuran dengan akad konvensional;
2. Menghapus nama “setoran awal” dan disesuaikan dengan nama akad dalam transaksi syariah;
3. Proses haji dengan benar sesuai dengan fiqh syariah;
4. Mengedepankan kebutuhan, bukan keinginan dengan melakukan uji publik apa yang dibutuhkan oleh jemaah haji;
5. Memperbolehkan waris untuk menggantikan calon jemaah haji yang meninggal sebelum berangkat haji;
6. Mengurangi jumlah petugas haji baik kloter maupun non kloter dengan memberikan edukasi sepanjang tahun kepada calon jemaah haji untuk menjadi haji yang mandiri;
7. Melakukan kontrak semuanya di tanah air atas sarana dan sarana pendukung penyelenggaraan haji;
8. Mempublikasi laporan keuangan berdasarkan masing-masing nama calon/jemaah haji;
9. Melepaskan penyelenggaraan haji khusus dan umrah secara total kepada penyelenggara haji yang memiliki izin resmi dan masih berlaku;
10. Menghapus living cost;
11. Pembayaran biaya penyelenggaraan haji dari awal sampai dengan akhir dengan memakai satu mata uang;
12. Membentuk panitia pengelolaan Dana Abadi Umat dari seluruh perwakilan Ormas Islam yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah;
13. Menjamin pelaksanaan manasik haji jemaah secara personal dengan memastikan pelaksanaannya benar dan tidak salah sesuai syariah dengan membuat rekam administrasi personal dicatat, disampaikan kepada jemaah haji yang bersangkutan;
14. Memastikan calon jemaah haji yang mendaftar memenuhi syarat istithaah yang dikeluarkan oleh Ormas Islam yang sebelumnya memberikan kewenangan kepada Ormas Islam untuk menentukan Isthithaah atau tidak calon jemaah haji sebelum mendaftar;
15. Menutup sementara pendaftaran haji sampai dengan selesainya penerapan pelaksanaan akad secara syariah atas dana haji yang sudah terkumpul;
16. Melaksanakan Taklimatul Hajj Wal Umrah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi;
17. Menunjuk BPS BPIH bank syariah yang sehat sesuai dengan UU/23 tentang Perbankan Syariah berdasarkan penilaian dari BI dan MUI bagian pengawasan Bank Syariah;
18. Membuka dan melakukan open rekruitmen untuk ditempatkan di Ditjen PHU baik staff maupun pejabat.
(ar/ar)
Rabu, 04 Juni 2014
Reset Akad Penyelenggaraan Haji
Jakarta (WarkopPublik)--Sebenarnya berbicara tentang keuangan haji dengan kondisi seperti ini, kondisi amr UU Nomor 13/2013 sulit utk di syariahkan karena ketidakjelasan akad setoran awal. Untuk memulainya adalah dengan mengubah regulasi dan mengembalikan seluruh dana haji pada akad dasar, agar pembenahan menjadi syariah dapat dilakukan dengan baik pada seluruh akad pada setiap transaksi yang melibatkan dana haji.
Jika tidak, maka seluruh akad yang terjadi akan cacat karena tidak sesuai dengan qawaid fiqhiyyah. Maka itu pelaksanaan sadd al-dara'i mutlak dilakukan untuk mencegah atau menutup proses yang tujuannya haram sebelum terjadi.
Kerjasama dengan IDB keterkaitan ibadah haji memang baik dan terarah. Namun perlu juga untuk dilakukan beberapa tinjauan terkait skema tersebut. Karena dalam konsep bai' (jual beli) ada kebebasan yang dilakukan atas harga dan Nabi saw tidak pernah membuat keputusan dengan mengatakan pasarlah yang menentukan.
Jelas, jika pasar yang menentukan maka jual beli akan menjadi seimbang tanpa didominasi oleh kapitalis penguasa dana dan otoritas, pasarpun akan menjadi seimbang. Ini juga penting, karena dalam transaksional atas jual beli harus ada akad antara penjual dan pembeli yang berorientasi pada littarodin (sama-sama ridha). Akad tersebut adalah syarat atas sahnya sebuah jual beli.
Kecuali jika pasar dalam kadaan tidak normal, kondisi dimana pedagang melakukan manipulasi pasar dan mengambil keuntungan yang sangat besar sehingga kepentingan masyarakat umum dalam keadaan bahaya. Saat seperi inilah dilakukan pematokan harga (tas'ir).
Kalaulah dana haji dalam implementasinya diinvestasikan dalam prespektif pengelolaan dan pelayanan yang lebih baik, tentu semua akan mengatakan setuju. Namun, tinjaulah dahulu atas konsep wakalah dari jemaah haji kepada wakilnya, katakanlah Menteri Agama.
Mewakalahkan dana tersebut harus dengan akad yang tertulis, sebagai bentuk penyerahan kepercayaan dan memberikan kekuasaan dari jemaah haji kepada Menteri Agama. Apakah akad wakalah tersebut sudah dibuat secara tertulis terhadap 2 jutaan waitinglist dan yang akan menyusul sebagai waitinglist? Jika belum, maka seluruh akad yang telah terjadi adalah akad yang cacat. Karena ketika ada nash yang jelas maka ijtihad tidak dibutuhkan lagi.
Bukan tidak mungkin, pelaksanaan kerjasama dengan IDB atas pengelolaan dana haji pada aspek hewan dam, investasi proyek, penempatan dana haji berbasis syariah dan berkonsep murabahah dapat menimbulkan gejolak perekonomian Masyarakat Timur Tengah terutama Arab Saudi. Belum lagi adanya gejolak dari jamaah yang tahu fiqh, pasti akan tidak menerima unsur gharar dan riba dalam pembayaran dam dikarenakan hasil optimalisasi dana haji untuk pembayaran dam diperoleh sebagain besar dari deposito (bunga).
Ini akan mencederai ibadah jamaah haji, termasuk juga subsidi atas pemondokan, katering. Karena awalnya sudah dibangun diatas fondasi akad yang cacat. Untuk pembayaran dam berpotensi terjadinya sentimen negatif dan reaktif pelaku ekonomi setempat karena tidak menyenangi penerapan tas'ir atas hewan dam karena tidak adanya kejadian luar biasa sehingga penetapan tersebut dilakukan.
Setidaknya ada 18 pokok pembenahan dalam melakukan reset haji kembali kepada fitrahnya sesuai dengan fiqh baik syariah maupun muamallah:
1. Melakukan pembenahan akad atas setoran awal wajib dengan syariah Islam tanpa ada penyampuran dengan akad konvensional;
2. Menghapus nama "setoran awal" dan disesuaikan dengan nama akad dalam transaksi syariah;
3. Melakukan proses haji dengan benar sesuai dengan fiqh syariah;
4. Mengedepankan kebutuhan, bukan keinginan dengan melakukan uji publik apa yang dibutuhkan oleh jemaah haji;
5. Memperbolehkan waris untuk menggantikan calon jemaah haji yang meninggal sebelum berangkat haji;
6. Mengurangi jumlah petugas haji baik kloter maupun non kloter dengan memberikan edukasi sepanjang tahun kepada calon jemaah haji untuk menjadi haji yang mandiri;
7. Melakukan kontrak semuanya di tanah air atas sarana dan sarana pendukung penyelenggaraan haji;
8. Mempublikasi laporan keuangan berdasarkan masing-masing nama calon/jemaah haji;
9. Melepaskan penyelenggaraan haji khusus dan umrah secara total kepada penyelenggara haji yang memiliki izin resmi dan masih berlaku.
10. Menghapus living cost;
11. Pembayaran biaya penyelenggaraan haji dari awal sampai dengan akhir dengan memakai satu mata uang;
12. Membentuk panitia pengelolaan Dana Abadi Umat dari seluruh perwakilan Ormas Islam yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah;
13. Menjamin pelaksanaan manasik haji jemaah secara personal dengan memastikan pelaksanaannya benar dan tidak salah sesuai syariah dengan membuat rekam administrasi personal dicatat, disampaikan kepada jemaah haji yang bersangkutan;
14. Memastikan calon jemaah haji yang mendaftar memenuhi syarat istithaah yang dikeluarkan oleh Ormas Islam yang sebelumnya memberikan kewenangan kepada Ormas Islam untuk menentukan Isthithaah atau tidak calon jemaah haji sebelum mendaftar;
15. Menutup sementara pendaftaran haji sampai dengan selesainya penerapan pelaksanaan akad secara syariah atas dana haji yang sudah terkumpul:
16. Melaksanakan Taklimatul Hajj Wal Umrah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi;
17. Menunjuk BPS BPIH bank syariah yang sehat sesuai dengan UU/23 tentang Perbankan Syariah berdasarkan penilaian dari BI dan MUI bagian pengawasan Bank Syariah;
18. Membuka dan melakukan open rekruitmen untuk ditempatkan di Ditjen PHU baik staff maupun pejabat.
(ar/ar)
Langganan:
Postingan (Atom)