Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Jumat, 29 Desember 2017

Sepertinya, Pendatang Pas Pimpin Sumut (Kalau Aku Ditanya: Setuju Sekali)

Siti Aisyah Pulungan dan sang ayah
Foto: Akbar/Okezone
Bogor (WarkopPublik)--"Dulu semasa aku kecil dan remaja saat di Sumatera Utara (Sumut) beredar istilah di masyarakat saat itu seperti Semua Urusan Melalui Uang Tunai, Katebelece, Cuma Buang Angin yang Gratis, Cari yang Haram Saja Susah Apalagi yang Halal, Ujung ujungnya Duit, dll. Mudah-mudahan saja istilah seperti itu saat ini di sana tidak sepopular dulu atau mungkin semakin popular," Affan Rangkuti.

Sumut, adalah provinsi yang masuk dalam tujuh besar dalam pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal rasuah. Predikat yang akan melekat seumur hidup, walaupun bisa diperbaiki akan tetap memiliki bekas. Andaisaja ini tidak menjadi catatan bagi Provinsi Sumut, namun sejarah tidak mencatat andaisaja. Sayangnga sejarah hanya mencatat bukti dan kenyataaan.

Perkembangan Sumut belum menggembirakan. Bagaimana dapat gembira, dua gubernur sudah dikerangkeng KPK karena kasus korupsi. Bukan hanya gubernur, sejumlah anggota dewan pimpinan daerahnya pun ikut dipenjara dalam kasus itu. Bahkan kasus itu menurut informasi tetap dilanjutkan sebab kasusnya tidak pernah dihentikan. Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara pun sempat terseret kasus korupsi.
Kasus korupsi di Sumut melibatkan banyak lini, dari walikota, bupati, anggota DPRD, hingga gubernur.

Soal miskin dan pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat jumlah penduduk miskin di provinsi itu mencapai 1,45 juta jiwa. Jumlah pengangguran terbuka di Sumut pada posisi Agustus 2017 sebanyak 377.000 orang.

Narkoba, Badan Narkotika Nasional mencatat warga yang menjadi pengguna dan terdampak narkoba di Sumut berjumlah sekitar 350 ribu orang dan tersebar di 33 kabupaten kota.

Kesehatan, Ombudsman RI perwakilan Sumut menilai kualitas layanan rumah sakit (RS) di Sumut masih buruk. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya keluhan masyarakat yang melapor ke Ombudsman. Salah satu anggota DPRD mengungkapkan pada 2015 terdapat 1.152 kasus gizi buruk yang tersebar di berbagai kabupaten kota di Sumut.

Pendidikan, Kejaksaan Tinggi Sumut membidik kasus penerimaan siswa secara "siluman" di SMA Negeri di Medan yang tidak melalui jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online.

Terbaru, harus 'ditiru' ada universitas Islam di Sumut menyelenggarakan seminar Jejak Pelacur Arab dalam Seni Baca Alquran. Mantabkan, bagus sekali seminar itu untuk 'ditauladani'.

Itu masih secuil bagaimana 'hebat dan luar biasanya' sebagian pemimpin di Sumut dalam melayani dan mengajarkan 'sesuatu' pada masyarakatnya.

Ada pepatah tua mengatakan. Jika ingin air di dalam bak menjadi bersih dan jernih, buatlah pancuran agar air baru masuk. Jika tidak maka air di bak tidak akan pernah akan berubah, tetap airnya tak bersih dan tak jernih. (ar/ar)

Kamis, 28 Desember 2017

Daging Dam Haji Perkuat Kebijakan Indonesia Sehat Bergizi

Domba Suffolk, salah satu jenis domba untuk dam
Foto: habaloen.com
Bogor (WarkopPublik)--Kajian ini pernah disampaikan pada 2013 lalu. Saat ini kembali dimunculkan oleh Lukman Hakim Saifuddin (Menag) dalam pengelolaan daging dam haji. Jika ini dapat segera diimplementasikan, akan bermanfaat bagi orang yang membutuhkan kebutuhan atas gizi.

Hanya saja, Menag harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan berpengaruh buruk pada pasar Kakiyah (pasar rakyat) pemotongan hewan di Mina. Namun pada prinsipnya mendorong pemanfaatan daging dam itu sangat baik. Baik bagi jamaah haji, karena ada kepastian hewan damnya dipotong dengan syarat yang terpenuhi. Serta baik, bermanfaat bagi orang yang menerima daging dam tersebut.

Seekor kambing punya karkas (tulang daging, tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan) sekitar 50 % dari berat hidup. Pemotongan hewan modern Moissem, di kawasan Mina yang dikelola Islamic Development Bank (IDB) memiliki kambing dengan berat hidup kisaran 25 kg. Karkasnya lebih kurang 12 kg. Jumlah ini, akan mampu dihasilkan daging tanpa tulang sekitar 75% dari berat karkas atau sekitar 9 kg.

Terkomulatif sebanyak 1.989.00 juta kg ekuivalen 1.989 ton (9 kg x 221.000 jamaah haji). Andaikata daging tanpa tulang itu dikirim ke Indonesia ditaksir pembiayaannya sebesar 8 riyal per kg sudah termasuk pengalengan. Dibutuhkan biaya sebesar 55,7 milyar rupiah untuk mengirimnya ke Indonesia.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih kurang 27 juta jiwa. Pertahun akan tersedia untuk dikonsumsi daging dam haji untuk 1,98 juta penduduk miskin. Biaya pengalengan dan kirim masih lebih murah daripada 1,98 juta penduduk miskin didistribusi dengan daging (bukan daging dam). Harga per kilo daging di Tanah Air kisaran 100 ribu rupiah atau ekuivalen dengan 198,9 milyar rupiah.

Masih ada selisih lebih hemat sebesar 143 miliar rupiah apabila daging dam dimanfaatkan untuk kebutuhan gizi penduduk miskin di Indonesia.

Ini sebagai potret kajian sadd adz-dzari'ah dalam tinjauan matematik. Hingga daging dam lebih bermanfaat pengelolaannya, dan haji pun akan menjadi bagian pendukung nyata dalam kebijakan Indonesia sehat dan bergizi. (ar/ar)

Rabu, 27 Desember 2017

Berani Gencar Promosi Manasik, Paten!

Praktisi haji umrah Affan Rangkuti
Foto: citraindonesia.com
Bogor (WarkopPublik)--Prosesi ibadah umrah bagi beberapa kalangan kadangkala menjadi beban psikologis tersendiri. Psikologis itu salah satunya disebabkan kemampuan manasik. Sering kita perhatikan pelaksanaan manasik dilaksanakan ditempat yang cukup mewah, hotel misalnya. Mungkin ini dinilai penting dalam strategi promotif penyelenggara. Jepret sana, jepret sini naik dilinimasa media sosial atau media lainnya. Memang itu bukan suatu kekeliruan, akan tetapi takaran ukuran kemampuan manasiknya bagaimana. Boleh jadi yang dibimbing mengerti, boleh jadi tidak.

Standarisasi pola bimbingan manasik umrah mungkin belum dibakukan. Penting menjawab problematika ini, perlu sebuah konsep praktis agar jemaah ibadah umrah lebih yakin dan percaya diri bahwa umrah adalah ibadah yang lebih mengutamakan pisik, adapun doa-doa lebih bermakna pada media untuk lebih khusuk dalam proses penghambaan diri yang melebur dalam konsentrasi, penghayatan kepada Allah Swt hingga menimbulkan satu kenikmatan yang dirasakan. Dan, melihat kenyataan itu butuh panduan ibadah praktis manasik umrah yang tidak bertentangan dengan rukun, syarat, dan wajib.

Membuat hal baru sangat baik, daripada tidak samasekali. Sekaligus menggugah pemerintah untuk secepatnya membuat standarisasi dan pola bimbingan manasik umrah yang mewadahi semua kalangan, hingga ada pilihan bagai sajian menu di restoran nasi Padang. Jangan hanya menetapkan harga minimal saja karena kajian harga minimal sudah dilakukan jauh sebelum adanya rencana penetapan itu. Masih banyak hal lainnya yang tidak kalah penting seperti penguasaan manasik umrah.

Ini belum lagi perihal siapa yang akan tanggungjawab jika ada city tour alias melancong ke negara di luar Arab Saudi. Kan gak lucu apabila ada persoalan lantas 'meriam' diarahkan ke Lapangan Banteng (Kemenag). Jadi norma yang akan dikeluarkan nantinya benar-benar harus dicermati agar mewadahi kepentingan bersama, bukan kepentingan tertentu. Nanti akan terkesan jenaka jika setiap tahun norma berubah, paling tidak ada kajian estimasi berapa tahun norma ini diperkirakan mesti diubah, kecuali ada kebutuhan yang sangat luar biasa. Karena ia (norma) dibangun dari keinginan dan nilai yang ada pada masyarakat luas, akan menjadi bijak jika terlebih dahulu diuji ke publik.

Kembali ke manasik umrah, mestinya ada panduan. Seperti ada panduan bagi orang tak bisa baca tulis tapi bisa mendengar dan melihat. Ada panduan bagi orang disabilitas (mata, telinga, atau anggota badan lainnya). Ada panduan bagi orang tidak atau kurang bisa berbahasa Indonesia (bisa bahasa daerah saja). Ada panduan bagi orang yang tidak bisa baca doa atau niat dalam aksara Arab. Ada panduan lengkap bagi orang yang ingin keringkasan dan praktis karena ingin khusuk tanpa dipenuhi bacaan-bacaan yang tidak wajib, dll.

Tidak bisa kita menyamaratakan jemaah umrah seolah semuanya laki-laki, semuanya muda, semuanya normal. Jemaah itu beragam. Ada yang pintar, ada yang kurang atau tidak pintar, ada yang sekolah, ada yang tidak, ada disabilitas, ada yang tua, ada muda, ada wanita, ada yang hanya tahu bahasa daerah dll, komplekslah.

Mungkin akan ada yang mengatakan wah ribet dong. Ya mesti ribet, karena mereka kan bayar. Kalau bayarannya kurang atas biaya manasik ya mesti dihitung benar agar menjadi tidak kurang. Mereka pada prinsipnya mau ibadah umrah, bukan mau melancong. Kalau urusan lancong-melancong itu lain lagi dimensinya. Jadi apabila kurang biayanya ya hitung ulang. Manalah ada di dunia ini ada proses belajar ramai-ramai dan dilakukan sekali dua kali lalu hasilnya yang diajari langsung tahu dan mengerti. Hebat sekali gurunya jika itu ada.

Apa artinya jika berumrah jika tak mengerti apa-apa. Hanya ikut mutawif, apa yang disampaikan mutawif saat prosesi ibadah. Iya jika jemaahnya dengar, iya jika jemaahnya bisa ikuti, iya jika jemaahnya tahu bahasanya. Iya jika mutawif bertanya kepada masing-masing apakah ada yang belum mengikuti. Realitanya bagaimana. Ini belum lagi soal mutawifnya mazhab apa, Syafii kah, Hambali kah, Maliki kah, Hanafi kah.

Kemampuan itu diperoleh dari diri sendiri dan bantuan orang atau pihak lain agar menjadi mampu. Justru para penyelenggaralah yang memiliki peran vital dalam membantu agar kemampuan itu ada terutama manasik. Jangan sampai sepulang umrah hanya bisa menceritakan oh hotelnya megah, pesawatnya bagus, makanannya enak, pergi ke sana, pergi ke sini, belanja sana, belanja sini dll. Sementara urgensinya kurang bisa dihayati dan diceritakan kepada orang lain bagaimana nikmatnya prosesi ibadah ini. Kasihankan, kalau sudahlah capek tapi kurang mendapat apa-apa kecuali hanya belanjaan dan selfie lalu unggah.

Penyelenggara punya tugas moral dalam menafkahi kebutuhan manasik. Tidak cukup hanya promosi hotel berbintang, pesawat besar, makan lezat, bus exekutive, bayar boleh cicil, atau boleh hutang (ini masih beda pendapat). Justru substansinya minim dipromosikan (manasik). "Kami akan bimbing Anda manasik umrah sampai bisa, setelahnya baru kita berangkat" atau "Pertanggungjawaban kami dunia dan akhirat, maka kami harus pastikan manasik umrah bisa Anda kuasai" ada tidak yang promosi itu, kalau ada mesti diapresiasi.

Mungkin promosi manasik dinilai kurang menguntungkan atau kurang menarik. Padahal itu substansinya. Masalah diterima atau tidak manasik itu nantinya bukan kita yang menilai. (ar/ar)

Senin, 25 Desember 2017

Kuota Haji, Masyarakat Perlu Tahu dan Bijak

Kuota haji 13 tahun terakhir
Foto: Affan Rangkuti
Bogor (WarkopPublik)--Lukman Hakim Saifuddin dan rombongan saat ini sedang berada di Arab Saudi. Agendanya antara lain adalah penambahan kota haji, penambahan kuota petugas haji dan peningkatan layanan di Mina. Nah masalah kuota haji kita ini masih sangat relevan bahkan lebih dari formula 1 permil penduduk muslim suatu negara sesuai hasil keputusan OKI 1987. Kuota haji kita diberi 211.000. Kalau riil harusnya kuota haji Indonesia adalah sebesar 207.176 karena jumlah penduduk muslim sebanyak 207.176.162 (SP BPS 2010). Ada kenaikan 3.824 dari kuota dasar haji untuk 2010 jika merujuk pada jumlah muslim SP BPS 2010.

Berikut ini rincian kuota jemaah haji dalam 13 tahun terakhir:

1. Kuota haji 2005: 205.000
2. Kuota haji 2006: 205.000
3. Kuota haji 2007: 210.000
4. Kuota haji 2008: 207.000
5. Kuota haji 2009: 207.000
6. Kuota haji 2010: 211.000 (kuota haji kita diberi 211.000. Kalau riilnya harusnya kuota haji adalah sebesar 207.176 karena jumlah penduduk muslimnya sebanyak 207.176.162 (SP BPS 2010). Ada kenaikan 3.824 dari kuota dasar haji untuk 2010 jika merujuk pada jumlah muslim SP BPS 2010.
7. Kuota haji 2011: 211.000
8. Kuota haji 2012: 221.000 (ada tambahan 10.000 dari 211.000)
9. Kuota haji 2013: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
10. Kuota haji 2014: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
11. Kuota haji 2015: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
12. Kuota haji 2016: 168.800 (ada potongan 42.000 atau 20% dari 211.000 karena proyek perluasan Masjidil Haram)
13. Kuota haji 2017: 221.000 (kuota kembali normal 211.000 karena proyek perluasa  Masjidil Haram selesai dan ada tambahan 10.000)
14. Kuota haji 2018: Prediksi 221.000 (kuota dasar 211.000 ditambah tambahan 10.000)

Artinya masyarakat luas harus memahami bahwa ada formula dalam urusan kuota haji ini. Sepatutnya kita bersyukur bahwa ternyata kuota haji justru berada pada angka di atas formula 1 permil dari jumlah penduduk muslim di Indonesia. Jika pun kita uji dengan survei penduduk antar sensus (supas) sesuai UU 16/1997 tentang Statistik pada Pasal 8  dan Pasal 9 maka angka kuota haji masih di atas formula 1 permil.

Tak perlu kita seperti mendesak pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota melalui Menteri Agama. Hingga akhirnya mau tak mau si menteri pun harus menyuarakan itu pada Arab Saudi. Kasihan juga, padahal kuota itu sudah di atas formulasi OKI 1987. Memang kita sebenarnya maunya ditambah berapa lagi.

Kita juga harus menyadari bahwa suatu formula dibuat bukan tanpa dasar. Memangnya yang berhaji hanya muslim dari negara kita saja. Apakah jika ditambah seperti yang kita mau agar haji jadi cepat antrian misalkan 230.000 atau 250.000 lalu membuat kita nyaman. Itu semua butuh proses, perlu perluasan, perlu pembangunan di wilayah Masyair (Mina, Muzdalifah, dan Arafah). Kalau tidak maka akan terjadi penumpukan ditenda tidur sempit-sempitan, belum lagi urusan water closet (wc), apa mau atau bisa mengantri berjam-jam disaat kebelet atau mau kebelet.

Nanti kalau kurang atau tidak nyaman lalu ribut, recok sana sini dan anggap Kementerian Agama (Kemenag) tidak becus urus jemaah. Musim haji tahun 2017 dengan jumlah kuota 221.000 itu Indeks Kepuasan Jemaah Haji (IKJH) sebesar 84.85. Angka indeks ini terbilang di luar perdiksi. Kenapa, jumlah petugas kurang dan banyak kekurangan lainnya seperti layanan di Mina. Apakah tahun esok akan lebih baik, tidak ada jaminannya. Apalagi jika kuota haji tetap ditambah 10.000 (221.000) dengan kondisi petugas kurang, layanan di Mina kurang dll. Jika pun petugas haji ditambah dan layanan Mina ditingkatkan angka 84.85 itu belum tentu naik, tetap saja sudah sangat bersyukur karena bisa saja angka itu turun. Mengapa begitu, ya karena banyak faktor yang mempengaruhi contoh faktor alam, karakteristik jemaah, situasi politik, karakteristik petugas dll. Karakteristik ini selalu berubah. Jamaah kemarin dengan mendatang beda orang, petugas kemarin dengan mendatang 30-40% beda orang, situasi politik dalam dan luar negeri (Timur Tengah) mendatang juga belum tentu sama dengan kemarin.

Lalu apa langkah yang dilakukan Kemenag dalam hal ini. Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah.., "dan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah." Tekad diaplikasikan dengan pola, standarisasi, dan pembakuan dalam menjalankan dan meningkatkan program pelayanan haji. Ada managemen yang sudah dibangun, ditata dan terus dtingkatkan. Setelah semua dilakukan barulah Kemenag menyerahkan kepada Allah Swt. (ar/ar)

Kabupaten Bogor Masih Berwajah 'Kusam'

Safari sosial Ade Whardana Adinata
Foto: facebook Ade Whardana Adinata
Bogor (WarkopPublik)--"Jadilah rakyat miskin disaat engkau menjabat, dan jadilah pejabat manakala engkau bertemu penjahat"

Kalimat ini sepertinya cocok untuk bupati Bogor mendatang. Sedikit meluangkan waktu mengikuti salah satu akun media sosial (medsos) salah satu calon Bupati Bogor. Ternyata banyak hal yang menarik dalam aktivitas dan safari sosialnya. Banyak temuan-temuan kemanusiaan dalam dimensi ekonomi dan sosial. Memang, medsos saat ini menjadi salah satu jendela informasi yang tidak bisa diabaikan bahkan justru diandalkan. Banyak riset terkait tentang itu.

Soal Kabupaten Bogor. Siapa sih yang mau untuk hidup miskin. Tak ada yang sudi untuk menjadi manusia yang minim kepintaran. Tak akan ada yang rela untuk menjadi manusia berpenyakit. Tak kan ada yang mau untuk hidup tanpa pekerjaan.

Pemetaan dan identifikasi masalah dinamika sosial ekonomi yang didapati membuat kita terperangah. Bahkan boleh jadi diprediksi ada fenomena gunung es yang menyelimuti kabupaten ini. Lebih kaget lagi disaat media menulis Bogor ”Surga” LGBT. Rasa kuatir, cemas, takut dan amarah pun muncul. Bagaimana tidak, namanya orang tua dipastikan akan cemas dengan kondisi ini.

Harga kehidupan sosial di Kabupaten Bogor boleh disebut terbilang mahal. Setiap waktu mata dan telinga orang tua digunakan dengan seksama dalam meradar pergaulan anak. Tak masalah dikatakan lebay, kepo atau sotoy (istilah anak terkini). Orang tua hanya memastikan bahwa anaknya jelas bergaul kemana dan dengan siapa.

Dimana pemerintah Kabupaten Bogor. Apakah pernah para pemangku jabatan ini berkala melakukan kajian, penelitian dalam menjawab dinamika dan persoalan sosial yang terjadi. Apakah karena mereka habis waktu dan energi karena berkutat pada masalah kemiskinan sebagai prioritas, sedang soal lainnya dikesampingkan. Sajian data dari salah satu media nasional menyebutkan bahwa Kabupaten Bogor menduduki posisi 10 daerah termiskin dari 27 kabupaten dan kota seprovinsi Jawa Barat. Angka penduduk miskin mencapai 8,92 persen dari jumlah penduduk mencapai 5,5 juta jiwa. Artinya 490 ribu orang lebih masyarakat kabupaten itu hidup miskin. 490 ribu orang berpotensi pada entitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dll. Potensi itu bisa saja membentuk sikap dan kepribadian yang menyimpang.

Sudahlah rakyat miskin, pejabatnya saat aktif malah terbelit kasus korupsi. Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan terkait suap alih fungsi lahan pada 7 Mei 2014 silam. Selain Yasin, lembaga anti rasuah itu juga menangkap Muhammad Zairin mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan juga sudah divonis kurungan penjara dan denda atas kejahatan yang dilakukan. Mereka divonis atas menerima suap senilai 4,5 miliar rupiah guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan. Selain mereka berdua, divonis juga 'para juragan' dan mendekam dalam 'hotel prodeo', mereka adalah Yohan Yap dan Cahyadi Kumala.

Itu soal kemiskinan dan potensi dampak yang ditimbulkan. Bagaimana soal pendidikan. Ada satu sekolah di wilayah Parung bersemayam ajaran sesat di dalamnya. Herannya, saat kasus ini terkuak barulah ada investigatif bahwa sekolah itu belum memiliki izin dari dinas pendidikan Kabupaten Bogor. Di luar logika jawaban itu, mengapa. Pertama letak sekolah jelas di salah satu jalan lintas ramai Bogor Jakarta. Kedua, sekolah sudah memiliki dua rombongan belajar untuk setiap tingkatan. Untuk tingkat SMP baru ada kelas 7 dan kelas 8, sedangkan untuk tingkat SMA baru ada kelas 10 dan kelas 11. Ketiga, sudah beroperasi sekitar 1,5 tahun. Aneh bukan, tidak akan aneh jika melihatnya dalam dimensi 'kepentingan'.

Hal di atas masih sejumput dari sekeranjang persoalan lain yang masih menumpuk dan menjadikan Kabupaten Bogor berwajah 'kusam'. Bupati Bogor mendatang akan ditantang untuk mampu mengubah wajah itu menjadi 'ceria'. Ada keyakinan dan harapan besar yang akan memimpin nanti mampu melakukan itu di bumi Prayoga Tohaga Sayaga Kuta Udaya Wangsa, Bumi Tegar Beriman. (ar/ar)

Sabtu, 23 Desember 2017

Dua Jempol Buat Turki Yaman dan Terima Kasih Trump

Presiden Turki
Recep Tayyip Erdogan
Foto: alamislam.com
Bogor (WarkopPublik)--Peristiwa aneksasi Yerusalem sudah terjadi berulang kali sejak era kuno.  Kembali dunia dikejutkan dengan pengakuan 'aneksasi' sepihak Amerika Serikat (AS) terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Melalui Donald Trump sebagai Presiden AS melakukan gerakan aneksasi politik. Dunia pun bergejolak paska pengakuan itu (06/12/2017).

Aneksasi dijawab dengan aneksasi. Dalam sidang istimewa darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York (21/12/2017), sebanyak 193 anggota majelis umum PBB melakukan pemungutan suara atas resolusi yang menolak keputusan Presiden AS Donald Trump. Hasilnya, 128 anggota mendukung resolusi, sembilan negara menolak sementara 35 lainnya abstain.

Trump pun gagal dalam menyulut gejolak politik dunia yang sudah hampir padam soal Timur Tengah. Walaupun usahanya bisa terbilang sudah berjalan namun akhirnya dieliminir melalui Resolusi PBB Nomor A/ES‑10/L.22 yang menyatakan status Yerusalem sebagai ibu kota Israel "tidak berlaku". Sebelumnya draf resolusi ini diajukan oleh Yaman dan Turki sebagai perwakilan negara-negara Arab dan Islam (draf resolusi Nomor A/ES-10/L.22) dan ditolak keras oleh AS. Usaha keras Trump tanpa dia sadar malah memperkuat persatuan negara Islam dan mengisolasi AS.

Donald pun semakin terpukul dengan pengakuan itu, bagaimana tidak, negara pemilik Hak Veto selain AS pun tidak mendukungnya (Rusia, China, Inggris, Prancis).

Berikut rincian negara mendukung, menentang, abstain, dan tidak memberikan suara untuk resolusi menolak Yerusalem ibu kota Israel:

Negara-negara yang mendukung resolusi: Afghanistan, Albania, Aljazair, Andorra, Angola, Armenia, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belarus, Belgia, Belize, Bolivia, Botswana, Brasil, Brunei, Bulgaria, Burkina Faso, Burundi, Cabo Verde, Kamboja, Chad, Chile, China, Comoros, Kongo, Costa Rica, Cote d'Ivoire (Pantai Gading), Kuba, Siprus, Korea Utara, Denmark, Djibouti, Dominika, Ekuador, Mesir, Eritrea, Estonia, Ethiopia, Finlandia, Prancis, Gabon, Gambia, Jerman, Ghana, Yunani, Grenada, Guinea, Guyana, Islandia, India, Indonesia, Iran, Irak, Irlandia, Italia, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Kuwait, Kyrgyzstan, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Liechtenstein, Lithuania, Luksembourg, Madagascar, Malaysia, Maladewa, Mali, Malta, Mauritania, Mauritius, Monako, Montenegro, Maroko, Mozambique, Namibia, Nepal, Belanda, Selandia Baru, Nikaragua, Niger, Nigeria, Norwegia, Oman, Pakistan, Papua New Guinea, Peru, Portugal, Qatar, Korea Selatan, Rusia, Saint Vincent dan Grenadines, Saudi Arabia, Senegal, Serbia, Seychelles, Singapura, Slowakia, Slovenia, Somalia, Afrika Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swedia, Swiss, Suriah, Tajikistan, Thailand, Makedonia, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, Tanzania, Uruguay, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, Yaman, Zimbabwe

Negara-negara yang menolak resolusi: Guatemala, Honduras, Israel, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, Togo, Amerika Serikat

Negara-negara yang abstain: Antigua, Barbuda, Argentina, Australia, Bahamas, Benin, Bhutan, Bosnia Herzegovina, Kolombia, Kroasia, Republik Ceko, Republik Dominika, Guinea Ekuatorial, Fiji, Haiti, Hungaria, Jamaika, Kiribati, Latvia, Lesotho, Malawi, Meksiko, Panama, Paraguay, Filipina, Polandia, Rumania, Rwanda, Kepulauan Solomon, Sudan Selatan, Trinidad, Tobago, Tuvalu, Uganda, Vanuatu.

Negara yang tidak memberikan suara: Republik Afrika Tengah, Republik Demokrasi Kongo, El Salvador, Georgia, Guinea-Bissau, Kenya, Mongolia, Myanmar, Moldova, Saint Kitts Nevis, Saint Lucia, Samoa, San Marino, Sao Tome-Principe, Sierra Leone, Swaziland, Timor Leste, Tonga, Turkmenistan, Ukraina, Zambia. (ar/ar)

Kamis, 21 Desember 2017

Nilai Kemanusiaan yang Seperti Apa

Salah satu acara ILC
Foto: property dari TVone 
Bogor (WarkopPublik)--Dalam hal simulasi, orang mendiami suatu realitas, di mana perbedaan antara yang nyata dan fantasi, antara asli dan palsu itu tipis. Butuh tingkat pengetahuan yang luas, bijak dan cermat untuk mengujinya. Karena ada proses metamorfosis realitas menjadi semi realitas dengan hasil akhirnya hiperrealitas. Ini bisa medekonstruksi hal yang benar menjadi keliru dan keliru menjadi sebuah kebenaran.

Ini biasa dan bukan hal baru, manun akankah ini menjadi biasa juga jika bersentuhan dengan urusan agama? Contoh Islam, Islam juga punya gaya khas soal ini, namun Islam membangun siyasah dengan al Ahkam melalui proses manhaj. Itu sandaran Islam dalam menentukan sikap dalam sosial politik yang diterjemahkan dalam qawaid fiqhiyyah (kaidah fiqh) akhirnya menjadi qanun.

Qanun dapat diadopsi menjadi hukum positif. Karena hukum positif bersumber salah satunya dari qanun. Inilah Islam. Islam tak memaksa harus ikut dalam pemikiran Islam, maka Islam juga jangan dipaksa untuk mengikuti arus pemikiran yang bukan Islam. Apa yang terjadi saat ada arus pemikiran yang dipaksakan, perdebatan dan pertentangan tajam akan terjadi.

Butuh satu solusi cerdas dan mewadahi agar perdebatan tajam itu tidak memunculkan konflik. Ada norma yang mesti dibuat hingga norma itu mengisi ruang-ruang kosong, tidak cukup hanya berbicara nilai kemanusiaan dalam kerangka komprehenship, butuh tafsir jelas nilai kemanusiaan yang seperti apa yang mesti dilakukan.

Semisal senyum adalah nilai kemanusiaan, maka senyum yang bagaimana dan dalam kondisi apa hingga senyum menjadi nilai kemanusiaan. Jika mengelus adalah nilai kemanusiaan, maka elusan seperti apa dan dalam kondisi apa hingga elusan itu menjadi nilai kemanusiaan. Apabila melayani orang adalah nilai kemanusiaan, maka melayani yang seperti apa dan kondisi yang bagaimana hingga melayani itu agar menjadi nilai kemanusiaan. (ar/ar)

Perlu Manasik Haji Lintas Kampus

Kakbah
Foto: islamiclandmarks.com
Bogor (WarkopPublik)--Jika peserta didik Taman Kanak-Kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melaksanakan manasik akbar, itu sudah tidak asing lagi dimata dan telinga kita. Tapi, jika mahasiswa melaksanakan manasik, ini baru hal yang menarik. Lebih menarik lagi, jika dilakukan bukan oleh lembaga pendidikan Islam atau mahasiswa jurusan terkait agama Islam.

Nah, tersiar kabar Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Widya Pratama di Pekalongan mengikuti kegiatan Manasik Haji, Minggu (17/12/2017). Program manasik haji ini masuk dalam program mata kuliah yang wajib diikuti di STMIK itu. Hebat kan, perlu dua jempol buat pengelolanya.

Setelah dikulik, program manasik haji bagi mahasiswa baru STMIK telah ada sejak 2010. Wah luar biasa, Ditjen PHU perlu tahu informasi sebagus ini. Program mereka ini bisa menjadi penopang program-program Kemenag dalam urusan manasik. Sepertinya Ditjen PHU harus keluar 'kandang' nih, bangun program Manasik Haji Lintas Kampus.

STMIK mewajibkan mahasiswanya ikut dalam salah satu mata kuliahnya. Padahal lembaga pendidikan mahasiswa itu bukan lembaga pendidikan agama Islam. Jika STMIK bisa, harusnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi agama Islam juga bisa, bukan cuma bisa tapi harusnya menjadi lokomotif penggerak agar kampus-kampus umum mau melakukannya. (ar/ar)

Minggu, 17 Desember 2017

Boikot Paman Sam, Siapa yang Untung?

Ilustrasi boikot produk Amerika
Foto: portal-islam.id
Bogor (WarkopPublik)--Presiden Donald Trump bagai menantang dunia dengan mengumumkan secara resmi pengakuan Amerika atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan pemindahan kedutaan besar Paman Sam ke kota itu.

Duniapun bergejolak. Aksi protes dari berbagai negara terjadi dan meminta Trump untuk mencabut pernyataan resminya itu. Termasuk Indonesia, masyarakat muslimnya pada hari ini melakukan seruan penolakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Lebih kurang dua juta umat Islam Indonesia ikut dalam aksi bela Palestina berkumpul di Monumen Nasional Jakarta Pusat pada Minggu (17/12/2017).

Selain menyerukan penolakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, aksi ini  juga mengajak umat Islam memboikot segala hal yang berkaitan dengan Amerika Serikat (AS).

Muncul asumsi saya soal seruan penolakan atau boikot yang berkaitan dengan Amerika yang kini didengungkan untuk kesekian kalinya. Ada barang dan jasa yang berhubungan dengan itu. Mungkin kita akan dapat melepaskan diri dari parfum Elizabeth Arden, rokok Marlboro. Mudah juga kita palingkan wajah dari tekonologi Apple, IBM, Intel atau nyamannya otomotif Hammer, Chevrolet, Buick, GMC dan Cadillac.

Kita juga bisa tak memikirkan  pujian karena memakai fashion Hanesbrands, Ralph Lauren, Calvin Klein, Vans Heusen atau Tommy Hilfiger. Itu bisa kita gantikan dengan merek lain yang murah, tak masalah jika tak dipuji yang penting aurat tertutup. Mudah bagi kita dengan tidak menggunakan itu karena selain harganya yang super mahal, tempat membelinya juga tertentu.

Namun, apakah kita dapat melepaskan diri dari media sosial Facebook, Twitter, WhatsApp, Gmail atau Google. Dan bagaimana juga dengan sistem utama sistem persenjataan (alutsista) kita yang masih menggunakan produk Amerika itu.

Enam tahun kita diembargo dalam soal pengadaan senjata militer (1999-2005), embargo yang dilatarbelakangi tuduhan pelanggaran HAM yang dilakukan di Timor Timur, seperti peristiwa Santa Cruz. Akibatnya pesawat-pesawat produk AS yang dioperasikan oleh Indonesia terpaksa digrounded karena  pengiriman suku cadang pesawat-pesawat dihentikan. F-16 Fighting Falcon, sejumlah armada F-5 Tiger, sampai pesawat angkut militer C-130 Hercules. Bukan hanya itu, beberapa pesawat Hawk 109/209 buatan Inggris sebagai sekutu sekutu AS juga ikut terkena embargo.

Embargo sudah dicabut, Indonesia telah menerima hibah dari AS sejumlah pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Penguatan alutsista dengan helikopter serang AH-64D Apache Longbow. Bahkan Indonesia telah memesan 30 AIM-9X-2 rudal Sidewinder,  AIM-9X-2 rudal captive pelatihan udara, Blok II unit bimbingan rudal taktis, dan rudal udara pelatihan dummy dll.

Ini belum termasuk produk barang jasa buatan Amerika di bidang percetakan, alat kesehatan, pendidikan dan lainnya. Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah mandiri dengan rencana memboikot segala hal yang berkaitan dengan Amerika Serikat. Selanjutnya siapa yang akan diuntungkan atas boikot ini nantinya, produksi barang jasa dalam negeri atau malah bergantung ke negeri lain. (ar/ar)

Seminar di UIN Sumut: Usut Tuntas Biang Keroknya

Tema seminar di UIN Sumut
Foto: hidayatullah.com
Bogor (WarkopPublik)--'Tuhan Membusuk', inilah tema Orientasi Studi Cinta Akademik dan Almamater (Oscar) Mahasiswa Baru (Maba) 2014 di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabayaya Jawa Timur, yang digelar pada 28 hingga 30 Agustus 2014 silam. Tema yang cukup kontroversi, radikal plus 'ngeri' yang bisa memunculkan penafsiran luar biasa bagi yang membacanya.

Alih-alih sadar, pada 11 Desember 2017 kembali kampus Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut) menyelenggarakan seminar bertajuk “Jejak Pelacur Arab dalam Seni Baca Alquran”. Judul seminar  yang membangkitkan amarah ini tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Apakah mereka yang terlibat dalam seminar ini lupa, pura-pura lupa atau mungkin menantang munculnya gelombang persoalan. Gelombang penuntutan untuk mempidana penghinaan sudah berkali-kali terjadi.

Lia Eden

Nama Syamsuriati alias Lia Eden sempat heboh di awal tahun 2000-an. Lia yang mengaku sebagai pemimpin ajaran Tahta Suci Kerajaan Tuhan itu dua kali dipenjara karena penodaan agama. Kasus pertama adalah ketika dia menyerukan penghapusan seluruh agama. Lia akhirnya dijatuhi hukuman penjara 2 tahun 6 bulan pada tahun 2006. Seolah tak kapok, Lia kembali mengulangi perbuatannya. Kali ini, dia menyebarkan ratusan brosur yang berisi penistaan agama. Akibatnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Juni 2009 mengganjal Lia dengan hukuman penjara 2,5 tahun.

Tajul Muluk

Kasus penistaan agama juga terjadi pada tahun 2012, pimpinan Syiah Kabupaten Sampang, Tajul Muluk dianggap melakukan penodaan agama karena menyatakan kitab suci Alquran yang beredar saat ini tidak orisinal. Tajul kemudian divonis penjara 2 tahun penjara.

Antonius Bawengan

Di Temanggung, seorang pendeta bernama Antonius Richmond Bawengan akhirnya divonis 5 tahun penjara karena dinilai melecehkan agama Islam dan Katholik. Kasusnya terjadi pada 2010 saat dia menyebarkan pamflet dan buku anti Bunda Maria. Parahnya, sang pendeta juga mengutip ayat Alquran.

Arswendo Atmowiloto

Budayawan Arswendo Atmowiloto pernah divonis 4 tahun akibat dinilai menodai agama pada tahun 1990. Saat itu, Arswendo masih menjabat sebagai pemimpin redaksi Tabloid Monitor. Pada salah satu edisinya, media tersebut menampilkan hasil jajak pendapat tentang tokoh idola para pembaca. Hasilnya, Soeharto menjadi tokoh paling diidolakan. Yang dipermasalahkan adalah, Arswendo berada di urutan 10, di atas Nabi Muhammad Saw yang berada di posisi 11.

Permadi

Pernah ditangkap karena telah melakukan penistaan agama karena mengatakan Nabi Muhammad Saw adalah diktator. Kejadian itu terjadi tahun 1993/1994. Akhir-akhir ini permadi juga meminta kepada kepolisian agar ditegakkan keadilan hukum kepada Ahok seperti yang dialami oleh dirinya.

Ahok

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihukum 2 tahun penjara pada Mei 2017. Ahok dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan soal Alquran Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggara seminar bertajuk “Jejak Pelacur Arab dalam Seni Baca Alquran” di UIN Sumut ini mesti diusut tuntas. Alasannya jelas, ada aturan main secara hukum apalagi jika pihak yang terlibat adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Bagi yang bukan PNS maka ada sejumlah Undang-undang (UU) yang berlaku. Yaitu UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Bagi yang PNS selain UU di atas masih ada peraturan yang mesti dilaksanakan. Yaitu PP 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PMA 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua Pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah, PMA 10 Tahun 2016 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.

Minta maaf silahkan bahkan seribu kali minta maaf pun tak masalah. Karena kata maaf tidak akan serta merta menghapus hukum yang berlaku. Hukum harus ditegakkan, karena hukum adalah hukum yang berlaku bagi siapa pun tanpa kecuali. (ar/ar)

Jumat, 15 Desember 2017

Jaga Wibawa: Kemenag Harus Tepis Opini Ketiadaan Biaya Soal Haji dan Umrah

Ilustrasi pemerintahan bersih dan berwibawa
Foto: alimpolos.blogspot.co.id
Bogor (WarkopPublik)--Hasil Survei Indeks Bisnis Wells Fargo/Gallup Small Business tentang media sosial sebagai media e-commerce yang dirilis pada November lalu ditemukan bahwa kurang dari separuh (44 persen) pemilik mengatakan bahwa bisnis mereka memiliki strategi media sosial aktif. (news.gallup.com, 9 November 2017).

Sebanyak 53 persen pemilik mengatakan bisnis mereka memiliki kehadiran media aktif di Facebook. Perbedaan antara jumlah yang menganggap dirinya memiliki strategi media sosial dan jumlah yang lebih besar yang ada di facebook menyarankan beberapa pemilik menggunakan yang terakhir, namun tidak secara sistematis. Sekitar sepertiga dari pemilik mengatakan mereka memiliki kehadiran di linkedln.

Pengaruh media sosial penting dalam membantu mereka memperoleh pelanggan baru (54 persen), membantu pasar bagi pelanggan baru dan yang sudah ada (53 persen) dan memungkinkan mereka untuk mengiklankan bisnis mereka (52 persen).

Apabila hasil survei ini kita diskursuskan dalam pengembangan model edukasi haji dan umrah akan diyakini tingkat sebaran edukasi akan semakin kuat. Hingga tingkat kriminalitas, kekeliruan pelaksanaan dalam manasik dapat ditekan juga anasir-anasir nakal pinjaman dapat direduksi.

Hasil penelitian itu searah dengan data yang disampaikan Komenterian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis bahwa pengguna internet di Indonesia menurut lembaga riset pasar e-Marketer mencapai 83,7 juta orang pada 2014. (Kominfo.go.id, 24 November 2014).

Jumlah itu mendudukkan Indonesia di peringkat 6 terbesar di dunia (Tiongkok, Amerika  Serikat, India, Brazil, dan Jepang) dalam hal jumlah pengguna internet. Pada 2017 diperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang.

Secara keseluruhan, jumlah pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan bakal mencapai 3 miliar orang pada 2015. Tiga tahun setelahnya, pada 2018, diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di bumi bakal mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan. Ponsel dan koneksi broadband mobile terjangkau mendorong pertumbuhan akses internet di negara-negara yang tidak bisa mengandalkan fixed line, mungkin karena masalah infrastruktur atau biaya.

Kedua hasil survei ini dapat menjadi pandangan berbasis survei bagi Kementerian Agama (Kemenag) dalam membangun dan melakukan pola-pola baru dan terkini dalam edukasi kepada seluruh peserta haji dan umrah maupun calon peserta (umat Islam). Menjaga wibawa pemerintah dari pernyataan "kurang anggaran".

Salah satu pelaku industri haji dan umrah menilai masyarakat perlu memiliki literasi ibadah haji dan umrah. Namun, tugas departemen agama itu terkendala anggaran. Mereka mengeluh, saat harus bersosialisasi mereka kekurangan dana, tak ada anggarannya. (Republika.co.id, 13 Desember 2017). Pernyataan 'sangat santun' kepada pemerintah (Kemenag) ini dapat dijadikan sebagai pemicu untuk bergegas melakukan perubahan-perubahan terukur dan terstruktur agar utuh tersampaikan ke masyarakat.

Disamping itu, juga sebagai uapaya mengembalikan langkah dan arah berfikir berdasar mandat UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dalam berhindar dari konflik kepentingan (pasal 1 angka 14). Menjalankan Asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagai prinsip (pasal 1 angka 17) meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum dan pelayanan yang baik (Pasal 10 ayat 1).

Mana tahu ada undangan peresmian atau acara seremonial internal pelaku industri haji dan umrah seperti pembukaan kantor dan lainnya, sementara yang diundang adalah pemangku jabatan dibidang dimaksud. Sebaiknya bacalah, pahami dan laksanakan UU 30/2014 itu dengan baik dan benar agar wibawa meningkat. (ar/ar)

Selasa, 12 Desember 2017

Tekan Konflik, Jadikan Filantropi Sebagai Gaya Hidup

Gambar memviral terkait
"persekusi" oleh elemen ormas
yang menolak safari dakwah
Ustaz Abdul Somad
di Bali, Jumat (08/12/2017)
Foto: m.hidayatullah.com
Bogor (WarkopPublik)--Karl Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah pertentangan kelas". Menarik apa yang disebutkan tokoh yang namanya santer di bicarakan di dunia ini. Pertentangan dapat menimbulkan konflik. Masing-masing berusaha mempertahankan hidup, eksistensi, dan prisipnya. Bisa konflik pribadi, rasial, politik, antar kelas sosial, antar kelompok, internasional, berbasis massa.

Diduga faktor penyebab sebagai dampak semakin tajamnya perbedaan pendirian dan perasaan, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan kebudayaan, kesenjangan ekonomi, kedekatan kepemimpinan, ketidakadilan yang dirasakan, penegakan hukum, dll.

Beberapa hasil survei dapat menjadi pandangan komparatif bagi beberapa kalangan sebagai referensi opini bersifat kritisi dan apresiasi, bahkan dapat memperjelas garis bahwa persoalan konflik penting sebagai konsentrasi untuk diurai, ditekan tingkat pertumbuhannya.

Maret 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk). Agustus, BPS juga mengungkapkan, telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang. Lain lagi Hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2017. SPTK diperoleh angka sebesar 70,69 pada skala 0–100. Indeks ini merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimoni).

Kerukunan Umat Beragama (KUB), Puslitbang Kementerian Agama pada Maret  2017 menyebutkan indeks KUB 2016 berada pada angka 75,47 persen, naik 0,11 persen dari tahun sebelumnya, yakni 75,36 persen. Ada tiga variable yang diukur, yaitu  aspek kesetaraan, toleransi, dan kerjasama. Kalau dua aspek pertama sudah di atas 76 persen (78,4 persen dan 76,5 persen), aspek kerjasama baru mencapai angka 42 persen. Diklaim indeks KUB pada 2015 ada tiga daerah dengan kerukunan agama tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (83,3 persen), Bali (81,6 persen) dan Maluku (81,3 persen). Survei dilakukan secara kuantitatif dan dengan sample multistage random sampling responden 2.720 orang, dan margin of error 17 persen.

Langkah-langkah menekan tumbuhnya tingkat konflik atau pencegahan, tentu berbagai pihak dan kalangan lebih sadar untuk menanamkan sifat dan nilai kemanusian, mendengar dengan seksama, intensitas berkomunikasi, bekerjasama, memberdayakan semua unsur dengan tidak melihat suku, agama, ras dan golongan (proporsional). Ini dalam melemahkan stereotip, melemahkan jarak sosial, menekan perubahan kepribadian yang keliru, dan proporsional dalam dominasi (fatsun).

Pola dan langkah tepat dalam penyelesaian konflik juga penting untuk dibangun, diajarkan dan disosialisasikan sebagai salah satu gaya hidup. Seperti konsiliasi, usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Mediasi, proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Arbitrase, usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Hingga terjaga dan terpeliharanya integrasi yang serasi dan harmonis. (ar/ar)

Semua Dapat Dibicarakan Baik-Baik

Gambar memviral terkait
"persekusi" oleh elemen ormas
yang menolak safari dakwah
Ustaz Abdul Somad
Di Bali, Jumat (08/12/2017)
Foto: m.hidayatullah.com
Bogor (WarkopPublik)--Jangan pancing kisah 1998-2001. Cukuplah itu menjadi catatan kelam dan semoga tak pernah terulang kembali persamaan kisahnya hari ini, esok dan mendatang.

Dia hanya pria yang kurus. Badannya tak tegap, dia hanya mau berdakwah. Jangan lihat dia nya, tapi pandang apa yang dibawanya. Dia tak membawa senjata tajam, tak membawa pistol, tak membawa senapan mesin, tak membawa bazoka meriam ataupun bom. Dia hanya membawa dakwah.

Kalaulah dakwahnya salah atau keliru atau menyakiti maka luruskanlah dakwahnya atau kritiklah dakwahnya. Bukan dengan membentak, memaki dengan bahasa yang kasar apalagi sampai bawa senjata tajam.

Ada cara yang santun, ada cara bijak, ada cara bermartat. Ada hukum yang mengatur, karena dia hidup dalam sebuah tatanan dan prosedur hukum. Dia dan lainnya sama, sama-sama harus taat dan patuh atas hukum itu. Bukan hukum-hukum pribadi, bukan hukum kelompok dan bukan juga hukum organisasi apalagi hukum rimba.

Sudah lelah dengan keributan, kisruh dan tebaran kebencian. Tak ada manfaat, tak ada guna, tak ada faedah. Hanya menguras tenaga, pikiran, waktu dan biaya. Namun, adakalanya sabar jadi kontrol dan ada merendah diri jadi sandaran. Adakalanya juga sabar dan rendah diri itu dapat diacuhkan. Hingga khilaf bisa ternomorsatukan. Pertikaianlah yang terjadi, bisa panjang bisa juga pendek bisa juga tak terselesaikan.

Menjaga diri, berkoordinasi, berkomunikasi adalah hal yang perlu dilakukan. Bukan merasa diri paling hebat, paling jago, paling sakti, paling bertatoo atau paling banyak. Semua untuk kebaikan dan kedamaian. Jagalah nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai hubungan dan nilai-nilai komunikasi. Agar energi, pikiran, waktu dan biaya dapat lebih bermanfaat. Hingga tumbuh rasa bahagia yang tinggi. Badan sehat, pikiran sehat, hidup sejahtera, aman dan damai. (ar/ar)

Minggu, 10 Desember 2017

Perlu Pemetaan Pendapatan Negara dari Industri Jasa Haji dan Umrah

Ilustrasi peningkatan pendapatan negara
Foto: google.com
Bogor (WarkopPublik)--Kerajaan Arab Saudi diperkirakan memperoleh sekitar 32 miliar real saudi (8,5 miliar dolar AS) dari penyelengraan ibadah haji Oktober lalu. (Republika, Minggu 10 Desember 2017).

8,5 miliar dolar equivalen dengan 110,5 triliun rupiah (asumsi kurs per dolar Rp.13.000). Pendapatan itu dari 2 juta jamaah haji.

Menurut statistik (Mei-Juni 2017) yang dikeluarkan oleh Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, hingga pertengahan tahun ini sudah  sekitar 6,75 juta visa telah dikeluarkan untuk umat Islam untuk melakukan ziarah ke Makkah dan Madinah. (Republika, Senin 26 Juni 2017).

Jika rata-rata biaya umrah dunia sebesar 2 ribu dolar juta equivalen 26 juta rupiah akan terhimpun asumsi sebesar 87,7 triliun rupiah (175,5×50 persen). Variable pendapatan dari maskapai, biaya bandara, hotel, katering, transportasi darat, general service, konsumtif jamaah lainnya.

Asumsi besaran pendapatan Arab Saudi dari sektor industri jasa haji dan umrah pada Mei sd Oktober 2017 sebesar 198,2 triliun rupiah.

Lalu kita memperoleh apa dalam industri jasa haji dan umrah ini. Belum pernah ada rilis resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) atas pendapatan terhadap kisaran 210 ribu jamaah haji dan kisaran 600 ribu jamaah umrah per tahun. Harusnya ada multiplier effect atau hasil kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional. Misalnya pajak, investasi dan lainnya.

Pemerintah semestinya melakukan langkah pemetaan terhadap industri sampai akhir zaman tersebut. Pos pendapatan bisa disisir dari pajak jasa umrah, pajak jasa haji, pemanfaatan full penerbangan nasional, pemanfaatan asrama haji, pemberdayaan industri kecil menengah entitas haji dan umrah dll.

Inikan tidak, kita hanya memperoleh dan disuguhi masalah. Sudah saatnya industri ini dipetakan agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan aset dan pengurang pengangguran. Hasil pemetaan tersebut sebagai salah satu formula penerbitan regulasi, tidak cukup dengan peraturan menteri saja namun melalui peraturan presiden. (ar/ar)

Sabtu, 02 Desember 2017

Seorang Anak Nasrani Tertembak Saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw (Kisah Nyata)

Peringatan Maulid
Nabi Muhammad Saw
Foto: google.com
Bogor (WarkopPublik)--"Hanya satu kalimat agung "Allahu Akbar" yang terucap olehku. Manakala aku membaca sebuah postingan salah satu akun media sosial. Postingan itu mampu menggetarkan seluruh badanku. Aliran darahku mengalir deras, degup jantungku kecang, bibirku bergetar dan air mata pun mengalir. Akupun tersadar bahwa apa yang terjadi pada setiap organ dan sel yang berada dalam tubuhku sedang bertakbir. Takbir saat otakku sedang menangkap apa yang sedang aku baca dan mengirimkan pesan kepada seluruh organ, sel dan jaringan yang ada di tubuh. Terlepas dari benar atau tidaknya tulisan di bawah ini bukan hal yang harus aku perdebatkan. Tulisan ini mampu mengantarkan ragaku beserta organnya untuk bertasbih memuji kebesaran Allah Swt. Selamat membaca," Affan Rangkuti.

Pada saat itu, di Libanon Selatan, kebiasaan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, mereka rayakan secara turun temurun dan selalu dimeriahkan dengan menembakkan senjata api ke atas untuk menunjukkan kegembiraan.

Ketika itu seorang anak Nasrani dari keluarga Ghatas yang terkenal terlihat asyik menonton meriahnya peringatan Itu. Tanpa disadari, sebuah peluru nyasar menembus kepalanya. Anak itu pun jatuh tersungkur bersimbah darah dan seketika itu juga ibunya berteriak histeris.

Maka dengan segera anaknya dilarikan ke Rumah Sakit Ghasan Hamud. Namun rumah sakit tersebut angkat tangan karena tidak mampu menangani pendarahan yang begitu hebat.

Lantas anak itu dirujuk ke Rumah Sakit Amerika yang memiliki banyak dokter ahli dan spesialis. Sama halnya dengan Rumas Sakit Ghasan, pihak Rumah Sakit Amerika itupun angkat tangan juga.

Karena panik penuh kecewa, ibu sang anak berteriak dengan kerasnya sambil berseru, "Di manakah engkau hai Muhammad yang mengaku sebagai Nabi?"

"Lihatlah apa yang dilakukan umatmu kepada anakku karena merayakan hari kelahiranmu," teriaknya kembali.

Pada saat itu dokter kepala yang memimpin perawatan keluar ruangan menemui sang ibu dan memintanya agar melihat anaknya untuk yang terakhir kali. Ibu Nasrani itu dengan lemas dan dipapah masuk ke ruangan, diikuti dengan keluarnya para dokter.

Namun Keajaiban terjadi, ketika sang ibu sudah di dalam ruangan, ternyata dia melihat anaknya sedang duduk di tepi tempat tidur sambil berteriak kepada ibunya, "Tutup semua pintu dan jendela nya ibu! Dia jangan diperbolehkan keluar!"

Antara percaya dan tidak si ibu mendekati anaknya untuk memastikan kondisi anaknya. Sungguh sesuatu yang tidak masuk akal. Kondisi anaknya begitu sehat dan bugar serta tidak ada bekas luka tembakan sama sekali di kepalanya, apalagi bercak darah.

"Anakku apa yang terjadi?“ tanya sang ibu terheran antara percaya dan tidak. Anaknya menjawab, "Ibu, dia datang mengelus kepalaku sambil tersenyum."

“Siapa dia sayang?" tanya ibunya lagi.
"Muhammad...Muhammad...Ibu,“ jawab anak itu.

Subhanallah, ternyata teriakan kesal si ibu karena anaknya tertembak umat Muhammad saat merayakan hari kelahirannya itu dijawab tunai oleh Allah Swt.

Beberapa menit kemudian, berkumpullah semua dokter untuk melihat kenyataan di hadapan mereka. Ibu, anak dan semua dokter Nasrani yang menyaksikan keajaiban tersebut saat itu juga mengikrarkan sahadat (masuk Islam).

"Kami bersaksi tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad benar-benar utusan Allah"

Ini kejadian nyata yang ditakdirkan oleh Allah Swt untuk menunjukkan keagungan junjungan kita Sayyidina Muhammad Shalallaahu 'alaihi wassalam.

Tiada yang tidak mungkin bagi Allah Swt. Shallu 'Alan Nabi. (ar/berbagai sumber media)