Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Jumat, 30 September 2016

Serial 6: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
 Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Jemaah Haji Makan Uang Haram?

Uang setoran awal haji kisaran terkumpul 80 trilyunan rupiah. Pengelolaannya hingga saat ini diklaim dikelola secara syariah dengan menunjuk bank syariah sebagai Bank Penerima Setoran Haji Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH).

Ada 6 hal pokok yang disoroti Bendahara Umum Ormas Islam Al Washliyah Raditya Perwira. Bunga, investasi, nirlaba, syariah, konvensional, kedudukan pengawas yang membidanginya terkait itu.

Raditya mengatakan bahwa, kita tahu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.

Kita juga tahu OJK bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Dan kita juga tahu bahwa dana haji ditempatkan pada deposito, giro, dan instrumen investasi Sukuk.

Dan kita juga sama-sama tahu bahwa dana haji juga ditempatkan sebagai penyertaan modal salah satu bank syariah.

Serta kita sama-sama tahu bahwa dana haji katanya dikelola syariah tapi kenyataannya 'syariah' . Laporan dana haji jelas tertulis ada bunga.

Terakhir kita tahu bahwa bank syariah ditunjuk sebagai bank penerima setoran pengelola dana haji.

"Kenapa harus bank syariah, bank umum banyak. Kenyataannya pengelolaan dana haji masih abu-abu syariah nya, masih mengandung bunga dalam penelolaannya. Boleh jadi bunga sekarang sudah difatwakan halal. Tapi saya tidak pernah baca," kata Raditya melalui pesan tertulisnya, Sabtu (24/09/2016).

OJK harus turun tangan dalam hal ini. Jangan kebanyakan 'duduk' melihat persoalan entitas kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Dan dana haji tidak bisa dilepaskan dari praktek ekonomi empat sektor. "Kalau diserahkan sama Inspektorat, BPK, BPKP ya bukan tusi mereka itu," kata Raditya.

Aktivis Islam ini menantang OJK. "Berani gak OJK lakukan pemeriksaan pada dana haji ini. Karena kalau masih bunga, tapi menunjuk perbankan syariah ya sama saja buat umat bingung nanti. Haji ibadah, haji adalah rukun Islam. Jadi harus bersih dari praktek-praktek konvensional. Jika masih juga seperti itu ya MUI harus keluarkan fatwa bahwa bunga tidak haram," tegas Raditya.

Kalau hanya 'duduk' nanti banyak penyakit. "Ya biar sehatlah badan, paling tidak ya gak pegal-pegal lah," sindir Radit. (ar/Bisnissyariah.co.id)

Serial 5: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Pepatah mengatakan bahwa lidah memang tak bertulang.

Salah satu inisiator terbitnya UU 34/2015 tentang Pengelolaan Keuangan Haji Ramadhan Harisman mengatakan bahwa tahun depan Badan Pengeleloaan Keuangan Haji (BPKH) terbentuk. Sepertinya sang inisiator ini sering buat pernyataan yang tidak jauh panggang dari api.

Kalau kita baca di media, ini orang yang katanya ahli keuangan sering buat pernyataan yang hampa. Dulu pernah mengatakan akan memberikan sanksi pada bank penerima setoran jika melakukan praktek dana talangan haji. Lalu pernah juga mengatakan pengembalian dana pembatalan haji 7 hari kerja. Nyatanya masih banyak yang mengeluh proses pengembalian tidak seperti 'syair' yang dikatakannya itu.

Baca di media juga, dia mengatakan bahwa buku manasik akan dicetak dan didistribusikan oleh bank penerima setoran haji.

Entah benar apa tidak, entah janji apa tidak. Kalaupun benar maka mana ada makan siang yang gratis. Apakah mau, perbankan itu bagi-bagi buku manasik gratis?

Sudah capek mungkin masyarakat mendengar janji-janji manis si inisiator ini. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan laporan keuangan haji 2015 lalu yang dipersoalkan DPR saja tidak jelas akhir ceritanya.

Laporan keuangan haji 2015 lalu yang sempat heboh kini masuk angin, gak jelas akhir ceritanya.

Tentang optimalisasi, selalu didengungkan bahwa ongkos haji turun dan layanan haji meningkat.

Mau dihitung pakai ilmu apapun namanya biaya pasti naik. Ongkos haji turun karena ada subsidi dari dana optimalisasi outsatanding dana haji yang sudah mencapai 80 trilyun rupiah.

Apakah subsisi jemaah haji setiap tahun sama. Jika tidak sama maka artinya ada disparitas, ada perbedaan perlakukan dan ini jelas tidak berkeadilan. Bahkan bisa dikategorikan MLM.

Jadi ya tidak usalah buat pernyataan dan janji-janji seperti 'syair cinta'. Masyarakat sudah cerdas sekarang ini. Globalisasi informasi sudah tanpa batas. (ar/kabarumrahhaji.com)

Kamis, 29 September 2016

Serial 4: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Kasihan Tuan A.

Tuan A ingin pergi haji. Tuan A menyetorkan uangnya sebesar Rp. 25.000.000. Karena keterbatasan kuota, maka Tuan A harus mengantri selama 20 tahun untuk dapat berangkat haji. Apa manfaat yang diperoleh Tuan A atas seoran awal Rp.25.000.000 tersebut selama menunggu selama 20 tahun?

Pertama, Tuan A tidak memperoleh nilai waktu uang. Kedua, Tuan A tidak memperoleh asuransi. Ketiga, Tuan A membatalkan diri maka uangnya akan kembali hanya Rp.25.000.000.

Lalu apakah Tuan A rugi? Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu berangkat haji.

Simulasi pertama. Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat suku bunga deposito pertahun diasumsikan rata-rata 7 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.60.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Simulasi Kedua. Bagaimana jika uang Tuan A tersebut diinvestasikan pada saham?

Return atau imbal hasil reksa dana saham setiap tahunnya rata-rata mencapai di atas 17 persen , bahkan bisa di atas 20 persen. Ini tentu jauh dari bunga deposito dan kenaikan angka inflasi.

Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu:

Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat imbal reksa dana saham pertahun diasumsikan 20 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.125.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Simulasi Ketiga. Karena masih belum jelasnya kesyariahan dana haji, terbukti dengan masih menggunakan bunga, maka jika Tuan A memasukkan uangnya pada lembaga keuangan/koperasi/MLM/Ponzi yang memberikan bunga 10 persen perbulan maka mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu.

Diketahui setoran awal Tuan A Rp.25.000.000, disebut nilai sekarang (Pv). Tingkat suku bunga perbulan 10 persen pertahun diasumsikan rata-rata 120 persen, disebut suku bunga (i)/tahun. Masa menunggu haji 20 tahun, disebut jumlah periode (n).

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php. Hasilnya akan diperoleh sebesar Rp.60.000.000. Artinya Tuan A akan memiliki uang Rp.625.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Namun, Tuan A karena mau beribadah maka dia masukkan uangnya untuk setoran awal. Ditengah masa menunggu haji 20 tahun, Tuan A membutuhkan modal tambahan untuk usahanya. Akhirnya Tuan A membatalkan hajinya pada 10 tahun kemudian. Apa yang diperoleh Tuan A. Dia hanya mendapatkan Rp.25.000.000 dan proses pencairannya pun lama. Kasihan ya Tuan A. (ar/Bisnissyariah.co.id)

Serial 3: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Pedagang Sayur dan Petugas Bank.

Cerita ini adalah cerita ilustrasi, cerita dasar dan umum ditanya, apa pendapat Anda tentang hal ini?

Seorang pedagang sayur keliling yang berusia 60 tahun ingin menunaikan ibadah haji bersama istrinya. Istrinya juga berumur 60 tahun. Sudah hampir 30 tahun mereka mengumpulkan uang untuk dapat melakukan setoran awal. Dan akhirnya terkumpullah uang sebesar 50 juta rupiah. Memang, untuk mendapatkan nomor porsi setoran awal per orang ditarif sebesar 25 juta rupiah. Selanjutnya pedagang sayuran keliling ini mendatangi bank penerima setoran haji untuk menyetorkan uangnya tersebut:

Pedagang Sayur: Ini semua syarat sudah saya bawa temasuk uang setoran awal. Pedagang memberikan syarat administrasi dan uang setoran awal sebesar 50 juta rupiah kepada petugas bank penerima setoran awal.

Petugas Bank: Baik pak, akan kami proses. Selanjutnya petugas melakukan proses dan memberikan bukti telah melakukan penyetoran awal kepada pedagang sayur untuk dibawa ke Kementerian Agama Kabupaten/Kota dimana dia tinggal. Nanti bukti ini bawa ke Kementerian Agama Kabupaten Kota domisili bapak ya. Disana bapak mengisi Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) dan sekaligus pencetakan nomor porsi.

Pedagang Sayur: Baiklah. Oh ya saya mau bertanya, kira-kira estimasinya kapan ya saya dan istri dapat pergi haji?

Petugas Bank: Jika sudah mendaftar dan memperoleh nomor porsi rata-rata menunggu 20 tahun pak.

Pedagang Sayur: Berarti umur saya 80 tahun saat pergi haji ya.
Petugas Bank: Ya pak.

Pedagang Sayur: Jika saya dalam masa menunggu tersebut, katakanlah 10 tahun, lalu saya butuh dana, apakah boleh saya membatalkan pendaftaran haji saya?

Petugas Bank: Boleh pak.

Pedagang Sayur: Berapa lama cairnya?

Petugas Bank: Lebih kurang 17 hari kerja pak.

Pedagang Sayur: Tetangga saya lama katanya cairnya bahkan berbulan-bulan baru cair. Berapa yang saya terima?

Petugas Bank: Sama pak 25 juta bapak, 25 juta istri bapak.

Pedagang Sayur: Kalau saya jadikan modal 50 juta itu dengan dagang sayur selama 10 tahun maka kemungkinan saya dapat untung minimal 16 juta rupiah. Mengapa kok dikembalikan tetap 50 juta, uang saya diapakan saja?

Petugas Bank: Itu sudah ketentuan yang berlaku pak.

Pedagang Sayur: Selama masa menunggu itu saya dapat fasilitas apa? Apakah ada asuransi? Misalkan saya sakit apakah saya dapat asuransi kesehatan?

Petugas Bank: Bapak tidak dapat apa-apa selama masa menunggu.

Pedagang Sayur: Baiklah, satu lagi pertanyaan saya. Apakah uang saya yang mengendap itu dibayar zakatnya?

Petugas Bank: Tidak pak.

Pedagang Sayur: ???????

(ar/Bisnissyariah.co.id)

Serial 2: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Jemaah Nikmati Bunga Dana Haji? Bunga-Ujrah, Nirlaba-Investasi.

Keuangan Haji senantiasa bermasalah dan menjadi sorotan yang tidak terselesaikan. Pada medio Oktober 2014 lalu, telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Harapannya adalah, pengelolaan keuangan haji semakin baik.

Namun, dibalik harapan itu justru menjadi pertanyaan bagaimana mungkin pengelolaan keuangan haji menjadi baik? Jika didalam pasal yang ada di dalam Pasal Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tersebut justru tidak sejalan dengan pasal-pasal berikutnya. Juga pasal-pasal yang ada di Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tersebut tidak sejalan dengan pasal-pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Ketidaksejalanan itu pada aspek Keuangan dan pengelolaannya.
Berikut ketidaksejalanan dan kesesuaian tersebut:

UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

Pasal 1
Angka 7 Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPS BPIH adalah BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH YANG DITUNJUK OLEH BPKH.

Pasal 2
Pengelolaan Keuangan Haji BERASASKAN:
a. prinsip syariah;
b. prinsip kehati-hatian;
c. manfaat;
d. NIRLABA;
e. transparan; dan
f. akuntabel.

Pasal 46
(1) Keuangan Haji wajib dikelola di BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH.
(2) Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat DITEMPATKAN DAN/ATAU DIINVESTASIKAN.
(3) Dalam melakukan penempatan dan/atau investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.

Pasal 48
(1) PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, INVESTASI LANGSUNG DAN INVESTASI LAINNYA.
(2) PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai PENEMPATAN DAN/ATAU INVESTASI Keuangan Haji diatur dalam Peraturan Pemerintah.

DAN PASAL-PASAL LAINNYA YANG BERMATERI TENTANG INVESTASI YANG TIDAK SEJALAN DENGAN PASAL 2 YANG MENYEBUTKAN BERASASKAN NIRLABA. SILAHKAN DIBACA UU NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI.

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Pasal 2
Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip NIRLABA.

Pasal 22
(1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL YANG DITUNJUK OLEH MENTERI.
(2) Penerimaan setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan kuota yang telah ditetapkan.

Pasal 23
(1) BPIH yang disetor ke rekening Menteri melalui BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikelola oleh Menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat.
(2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung untuk membiayai belanja
operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.

SILAHKAN DIBACA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI.

KESIMPULAN:
1. Pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang bermateri tentang keuangan tidak sejalan. Azas NIRLABA versus INVESTASI.

2. Pasal-pasal Pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI dan UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang bermateri tentang keuangan tidak sejalan. Azas NIRLABA versus INVESTASI dan BANK SYARIAH DAN/ATAU BANK UMUM NASIONAL YANG DITUNJUK OLEH MENTERI versus BPS BPIH adalah BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH YANG DITUNJUK OLEH BPKH.

3. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI dan UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI masih berlaku.

4. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI pernah diubah melalui PERPU pada bulan juli tahun 2009 yaitu: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI MENJADI UNDANG-UNDANG yang mengubah “Pasal 7, “Pasal 32 “Pasal 40 pada materi hak Jemaah haji dan penggunaan paspor internasional yang semula paspor cokelat. SILAHKAN DIBACA UU NOMOR 34 TAHUN 2009 tersebut.

PERTAANYAANNYA ADALAH:

1. Apakah mungkin jika Badan Pengelola Keuangan Haji terbentuk sesuai dengan amanat UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 dapat melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai harapan dengan ketidaksejalanan dan kesesuaian antar pasal dan antar UU tersebut, jika di dalam pasal yang ada di dalam Pasal UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 tersebut justru tidak sejalan dengan pasal-pasal berikutnya. Juga pasal-pasal yang ada di UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 tersebut tidak sejalan dengan pasal-pasal yang ada pada UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI. Ketidaksejalanan itu pada aspek Keuangan dan pengelolaannya.

2. Dijelaskan dalam penjelasan pasal UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI yang dimaksud dengan ASAS “NIRLABA” adalah pengelolaan Keuangan Haji dilakukan melalui pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Jemaah Haji dan kemaslahatan umat Islam, namun dengan tidak ada pembagian deviden bagi pengelolanya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata NIRLABA berarti bersifat tidak mengutamakan pemerolehan keuntungan. Sedangkan ASAS berarti; 1 dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat); 2 dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi); 3 hukum dasar. Apakah ada difinisi lain selain dari KBBI tentang ASAS dan NIRLABA?

3. Mengapa tidak dilakukan PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG sebagaimana yang pernah dilakukan dengan terbitnya UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI MENJADI UNDANG-UNDANG?

4. Ditunjuknya BANK UMUM SYARIAH DAN/ATAU UNIT USAHA SYARIAH sebagai bank pengelola keuangan haji apakah tidak memunculkan pendapat bahwa terjadi monopoli karena ada dua regulasi tentang perbankan yaitu UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN dan UNDANG-UNDANG 21 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH?
5. Apakah bank syariah benar telah menjalankan prinsip syariah sesuai syariah Islam? Dan apakah bank umum adalah riba? (ar/Kabarumrahhaji.com)

Serial 1: Halal Haram Pengelolaan Dana Haji

Jemaah haji tiba di Tanah Air
Foto: Dokumentasi PPIH Bekasi
Jakarta (WarkopPublik)--Tujuh Kecederaan Pengelolaan Keuangan Haji Dalam Prespektif Syariah.

Uang setoran awal haji hingga saat ini berjumlah 80 trilyunan rupiah. Pengelolaannya hingga saat ini diklaim dikelola secara syariah dengan menunjuk bank syariah sebagai Bank Penerima Setoran Haji. Menarik jika membahas tentang dana setoran haji tersebut. Mengapa menarik, karena masih terdapat cidera terkait akad dalam implementasinya.

Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta rupiah yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.

Cidera kedua, Kementerian Agama dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kementerian Agama belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.

Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.

Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).

Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.

Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.

Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu.  Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.

Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.

Untuk itu, ada baiknya pengelolaan dana haji ini dibahas bersama dengan para pakar fiqh muamallah. Bahas dari a-z agar tidak ada lagi cidera dalam pengelolaannya. Ini pun jika disepakati bahwa pengelolaannya secara syariah. Jika tidak ya tidak masalah, sah-sah saja. Tetapi apakah calon jemaah haji mau dikelola bukan syariah.

Pemahaman keuangan dalam kajian perekonomian empat sektor bukan ilmu yang gampang untuk diserap oleh masyarakat. Kita menyadari bahwa ilmu fiskal dan moneter tidak dapat dengan mudah untuk diajarkan pada calon jemaah haji. Rata-rata jemaah haji hanya bersandar pada niat dan tulus ikhlas, yang penting dapat menunaikan ibadah haji.

Tugas kita bersama yang semestinya untuk membangun dan menambal kecideraan itu dengan etika dan moral dalam menjalankan prinsip syariah pengelolaan keuangan haji. Itupun jika disepakati bahwa pengelolaanya berprinsip syariah. Jika tidak, maka tidak perlu kita berbicara dan membangun skema akad sesuai syariah. (ar/Bisnissyariah.co.id)

Selasa, 27 September 2016

BPK Temukan 9 Keganjilan Keuangan Haji, Al Washliyah Desak KPK Investigasi

Al Washliyah
Foto: PB AW
Jakarta (WarkopPublik)--Komisi VIII DPR RI menggelar rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/09/2016). Rapat membahas kinerja Kementerian Agama (Kemenag) terkait penyelenggaraan ibadah haji.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK, terdapat sembilan temuan dengan opini wajar dengan pengecualian.

Sembilan temuan yang disampaikan BPK meliputi:

1. Saldo aset tetap neraca per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.134.903.943.691 tidak dapat diyakini kewajarannya.

2. Saldo utang BPIH terkait sebesar Rp77.828.074.334.345 tidak dapat diyakini.

3. Perhitungan sisa dana operasional sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011, tidak mengakomodir risiko perubahan nilai tukar mata uang, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp63,07 miliar antara sisa kas riil dari personal haji tahun 2015 dengan jumlah yang disetorkan kepada DAU (Dana Alokasi Umum). Atas nilai tersebut belum ditetapkan status dan peruntukannya.

4. Kebijakan penetapan  Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) belum mempertimbangkan prinsip keadilan bagi calon jemaah haji daftar tunggu. Sebagai contoh dengan menggunakan simulasi perhitungan menggunakan tingkat imbal deposito sebesar BI Rate, maka diketahui dari Rp3.735.970.884.175 nilai manfaat yang dapat dipergunakan untuk operasional haji 2015 hanya Rp1.388.212.981.111,11.

Sedangkan sisanya sebesar Rp2.347.757.903.063,89 berasal dari nilai manfaat  setoran awal jemaah yang belum berangkat pada 2015.

5. Penyimpanan dan pencatatan pendapatan hasil gugatan terhadap perusahaan ANA Catering senilai SAR27.000.000,00 ekuivalen Rp99.596.021.857,00 di giro setoran lunas tidak tepat. Atas penerimaan tersebut, seharusnya dicatat sebagai pendapatan lain-lain dari operasional haji tahun 2015 pada Subdit PAOH. Sehingga dapat diperhitungkan dalam penghitungan sisa dana operasional haji yang akan dilimpahkan ke DAU, karena dana tersebut merupakan sisa operasional dana haji tahun sebelumnya.

6. Penyusunan laporan keuangan pada Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag Kabupaten/Kota serta laporan keuangan tingkat Eselon I Pusat belum sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011.

7. Penggunaan deposito setoran awal Haji Khusus sebesar USD133.308.116,16 untuk membiayai inderect cost tidak didukung dengan dengan sistem dan prodesur yang memadai.

8. Pembenaran biaya operasional pengelolaan Dana Abadi dan biaya sewa staff teknis Kantor Urusan Haji sebesar Rp1.873.526.884,00 pada pelaksanaan Anggaran Operasional Haji (PAOH) tahun 1436 Hijriah atau 2015 Masehi tidak tepat, dan seharusnya dibiayai menggunakan APBN.

9. Biaya pemondokan Jemaah Haji di Madinah melebihi pagu awal yang ditetapkan oleh DPR sebesar SAR28.297.447,00 ekuivalen sebesar Rp94.450.652.647,66.

Menyikapi temuan BPK ini, Bendahara Umum Pengurus Besar Al Washliyah Raditya Perwira mengatakan tak heran dengan temuan itu.

"Sebelumnya saya sudah menyampaikan bahwa sedikitnya ada tujuh kecederaan dalam pengelolaan keuangan haji. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah kami minta secara terbuka (melalui media masa) untuk periksa agar pengelolaan dana haji ini sesuai syariah," kata Raditya melalui pesan tertulisnya, Senin malam (26/09/2016).

Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.

Cidera kedua, Kemenag dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kementerian Agama belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.

Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.

Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).

Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.

Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.

Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu.  Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.

Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.

"Kami minta agar KPK menindaklanjuti hasil temuan BPK itu. Segera lakukan investigasi, ini dana umat, dana untuk ibadah. Kemarin pejabat tinggi masalah 100 juta saja diproses, ini trilyunan loh. Jangan sampai dana haji ternodai bahkan oleh bunga bank sekalipun. Dana haji inikan disetorkan pada bank syariah. Kalau namanya syariah ya harus sesuai tuntunan Islam. Kalau tidak ya lelang saja, bank mana yang bisa berikan imbal jasa (ujrah) tinggi maka bank itu yang akan menerima setoran haji. Jadi lebih adil dan transparan," sindir Raditya. (ar/rilis)

Minggu, 25 September 2016

Jemaah Haji Makan Uang Haram?

Ilustrasi bunga bank
Foto: media
Jakarta (WarkopPublik)--Uang setoran awal haji kisaran terkumpul 80 trilyunan rupiah. Pengelolaannya hingga saat ini diklaim dikelola secara syariah dengan menunjuk bank syariah sebagai Bank Penerima Setoran Haji Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH).

Ada 6 hal pokok yang disoroti Bendahara Umum Ormas Islam Al Washliyah Raditya Perwira. Bunga, investasi, nirlaba, syariah, konvensional, kedudukan pengawas yang membidanginya terkait itu.

Raditya mengatakan bahwa, kita tahu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.

Kita juga tahu OJK bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Dan kita juga tahu bahwa dana haji ditempatkan pada deposito, giro, dan instrumen investasi Sukuk.

Dan kita juga sama-sama tahu bahwa dana haji juga ditempatkan sebagai penyertaan modal salah satu bank syariah.

Serta kita sama-sama tahu bahwa dana haji katanya dikelola syariah tapi kenyataannya 'syariah' . Laporan dana haji jelas tertulis ada bunga.

Terakhir kita tahu bahwa bank syariah ditunjuk sebagai bank penerima setoran pengelola dana haji.

"Kenapa harus bank syariah, bank umum banyak. Kenyataannya pengelolaan dana haji masih abu-abu syariah nya, masih mengandung bunga dalam penelolaannya. Boleh jadi bunga sekarang sudah difatwakan halal. Tapi saya tidak pernah baca," kata Raditya melalui pesan tertulisnya, Sabtu (24/09/2016).

OJK harus turun tangan dalam hal ini. Jangan kebanyakan 'duduk' melihat persoalan entitas kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Dan dana haji tidak bisa dilepaskan dari praktek ekonomi empat sektor. "Kalau diserahkan sama Inspektorat, BPK, BPKP ya bukan tusi mereka itu," kata Raditya.

Aktivis Islam ini menantang OJK. "Berani gak OJK lakukan pemeriksaan pada dana haji ini. Karena kalau masih bunga, tapi menunjuk perbankan syariah ya sama saja buat umat bingung nanti. Haji ibadah, haji adalah rukun Islam. Jadi harus bersih dari praktek-praktek konvensional. Jika masih juga seperti itu ya MUI harus keluarkan fatwa bahwa bunga tidak haram," tegas Raditya.

Kalau hanya 'duduk' nanti banyak penyakit. "Ya biar sehatlah badan, paling tidak ya gak pegal-pegal lah," sindir Radit. (ar/rilis)

Andai Saya Jadi Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono
Foto: media
Jakarta (WarkopPublik)--Banyak yang menyayangkan Agus Harimurti Yudhoyono harus meninggalkan karir militernya di TNI AD. Langkah berani untuk ikut dalam Pilkada DKI Jakarta.

Saya pribadi sangat yakin, keputusan yang diambil bukan sekedar keputusan lempar dadu atau lempar koin. Andaikata saya jadi Agus, maka saya akan melakukan keputusan yang sama dengan segala konsekuensi yang akan terjadi. Apa alasan saya?

Pertama, karir militer saya belum tentu semulus, semudah dan selancar seperti yang diperkirakan orang kepada saya.

Kedua, kondisi dan situasi kehidupan politik saat ini membutuhkan perubahan yang riil. Percuma saya dikatakan cerdas, pintar namun diam melihat situasi.

Ketiga, ayah saya mantan presiden. Cukup banyak dinamisasi yang terjadi saat beliau memimpin. Dan saya tahu betul bagaimana ayah saya sepanjang hidupnya memikirkan rakyat nya. Beliau semakin menua, dan saya harus melanjutkan perjuangan beliau untuk rakyat, ini perang kebajikan saya yang nyata.

Keempat, terlalu banyak saya mendengar keluhan rakyat atas kepemimpinan yang ada, agama saya seolah terolok tanpa wibawa. Penekanan toleransi untuk kemakmuran adalah keharusan. Berbicara santun tanpa menyakiti.

Kelima, janji perbaikan, kenyamanan, keadilan, ketentraman, kesejahteraan merangkak dan entah kapan secara nyata dan merata sampai kepada rakyat.

Keenam, nyaris hilangnya wibawa kepimpinan ditengah terbukanya sedikit demi sedikit ruang-ruang penggerusan rasa nasionalisme.

Ketujuh, jiwa militer saya bangkit untuk memerangi secara langsung kebodohan, kemiskinan, dan untuk bertahap mengembalikan kepercayaan rakyat pada pimpinannya. Inilah perang saya yang sebenarnya.

Keputusan untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta adalah keputusan saya, memutuskan untuk berperan langsung dalam kehidupan rakyat. Alhamdulillah, orangtua dan istri saya meridoi pilihan saya. Rido orang tua dan istri adalah juga rido Allah Swt. Kalau saya tidak terpilih, masih ada hari esok untuk saya berbuat secara langsung dan nyata untuk rakyat Indonesia. Karir militer bukan saya tinggalkan, karena sejatinya semua kita adalah militer. Pejuang bangsa dan negara untuk merebut kesejahteraan umum bagi rakyat dari belenggu kondisi kebodohan dan kemiskinan. (ar/ar)

Sabtu, 24 September 2016

Ini Pola Travel Nakal di Yogyakarta

Lutfi Hamid bersama awak media di Yogyakarta
Foto: Mario Effendi Chaniago
Yogyakarta (WarkopPublik)--Kementerian Agama (Kemenag) mengakui sudah mempelajari pola-pola gerakan travel haji dan umrah tak berizin. Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha, Kantor Wilayah Kemenag DI Yogyakarta Lutfi Hamid, saat menghadiri kegiatan Diskusi Terbuka dengan belasan wartawan di salah satu rumah makan sederhana di kawasan Sleman, Yogyakarta, Jumat pagi (23/09/2016).

Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan, bahwa travel haji tak berizin ketika melancarkan aksinya tidak bergerak sendirian. “Ia selalu bergerak dan berlindung dibalik travel haji berizin di Jakarta. Nah, ketika sudah dapat jemaah, mereka langsung menyetorkannya ke sana (tavel haji berizin). Dan, masuknya melalui kantong-kantong pengajian majelis taklim, pola MLM, pola arisan, memanfaatkan figur tokoh tertentu dan seterusnya,” ujar Lutfi Hamid.

Pemerintah, sambung dia, sebetulnya tidak mengenal namanya travel haji berizin. “Kita menyebut travel haji berizin itu PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus). Kalau sudah punya izin PIHK, ya, otomatis sudah punya izin umrah. Nah, travel berizin umrah itu disebut Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),” ucap Lutfi lagi. (ar/ar)

Jumat, 23 September 2016

Visa Berbayar, Arab Sudah Tepat Ambil Keputusan

Ilustrasi Visa
Foto: Indopos
Yogyakarta (WarkopPublik)--Visa berbayar yang direncanakan akan diterapkan pemerintah Arab Saudi pada Muharram mendatang saya kira sudah tepat. "Alasannya jelas dan rasional," kata Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah Affan Rangkuti melalui pesan singkatnya menanggapi rencana visa bayar tersebut, Jumat (23/09/2016).

Pertama, ditinjau dari stabilitas ekonomi. Pemerintah Arab Saudi mengalami defisit anggaran yang tidak kecil jumlahnya. Dan akan melakukan stabilitas pertumbuhan ekonomi pasca turunnya harga minyak dunia dengan menaikkan GDP mereka mencapai 20 persen dari haji, umrah dan wisatawan jejak sejarah Islam.

Kedua, ditinjau dari pengeluaran. Memangkas anggaran subsidi dan berbagai layanan umum sebagai bagian dari langkah pengetatan anggaran menyusul defisit yang terjadi.

Ketiga, aktivitas adalah biaya. Kemungkinan yang dinilai visa tadinya tidak berbiaya, namun sebenarnya berbiaya. Namun dapat disubsidi melalui pendapatan negara yang mengandalkan minyak sebagai andalannya.

Keempat, pengeluaran bermultiplier effect. Sebagai dampak defisit tentu mempengaruhi biaya layanan lainnya seperti kesehatan yang selama ini gratis dan hal lainnya.

Kelima, sebelum 3 Maret 1938 Arab yang penduduknya dulu nomaden mengandalkan pendapatan dari para jemaah yang beribadah ke Makkah dan Madinah. Sebagai untuk mendongkrak pendapatan perkapita dalam pertumbuhan ekonomi juga untuk pembiayaan Dua Kota Suci.

Ekonom Syariah ini juga mengatakan bahwa langkah yang dilakukan pemerintah Arab Saudi adalah langkah tepat. Kita harus ingat bahwa sebelum minyak ditemukan sebelum tahun 1930-an, Arab Saudi mengandalkan jemaah yang datang. Jadi untuk apa dipersoalkan pengenaan biaya visa. Apalagi haji dan umrah memang untuk kalangan yang mampu. Lagi pula apa yang kita nikmati sekarang dalam layanan di Makkah dan di Madinah yang diberikan Arab Saudi adalah untuk umat Islam.

"Pernahkah kita berfikir, bahwa Dua Kota Suci itu biayanya tidak kecil untuk perawatan agar jemaah merasa nyaman. Apakah cukup dana perawatan itu mengandalkan dari jemaah yang datang. Kalau visa berbayar lantas kita keberatan atau protes, maka sama halnya kita mempertontonkan sikap anti tesis dengan makna apa itu mampu dalam aspek haji dan umrah," kata Affan.

Kata Affan lagi, "Ya janganlah kita alergi jika terkait sesuatu harga naik. Contoh minyak naik kita ribut, sembako naik kita protes. Analisa dulu kenaikan itu apa yang melatarbelakanginya." (ar/ar)

Rabu, 21 September 2016

Reformulasi Kuota: Proyeksi Pertumbuhan Waitinglist Jemaah Haji 2017

Affan Rangkuti
Foto: Silet
Jakarta (WarkopPublik)--Sesuai dengan hasil keputusan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam (KTT-OKI) di Aman Jordania Tahun 1987 memutuskan bahwa jumlah jemaah haji untuk masing-masing negara ditetapkan secara seragam sebesar satu permil dari jumlah penduduk yang beragama Islam suatu negara.

Kuota dasar haji Indonesia sebesar 211.000 pada tahun 2011. Ada tambahan 10.000 pada tahun 2012 hingga menjadi 221.000.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 yang dirilis Badan Pusat Statistik 15 Mei 2010. Jumlah masyarakat Islam sebesar 207.176.162 (87,18%), Kristen 16.528.513 (6,96), Katolik 6.907.873 (2,91), Hindu 4.012.116 (1,69), Buddha 1.703.254 (0,72), Kong Hu Cu 117.091 (0,05), lainnya 299.617 (0,13), tidak terjawab 139.582 (0,06), tidak ditanyakan 757.118 (0,32). Total penduduk Indonesia sebesar 237.641.326.

Jumlah masyarakat Islam sebesar 207.176.162, jika diformulasi sesuai KTT OKI maka jumlah kuota haji Indonesia sebesar 207.176. Namun Arab Saudi memberikan kuota haji Indonesia sebesar 211.000 pada tahun 2010-2011. Bahkan tahun 2012 Arab Saudi memberikan 221.000 kuota.

Berikut ini rincian kuota jemaah haji dalam 12 tahun terakhir:

Kuota haji 2005: 205.000
Kuota haji 2006: 205.000
Kuota haji 2007: 210.000
Kuota haji 2008: 207.000
Kuota haji 2009: 207.000
Kuota haji 2010: 211.000
Kuota haji 2011: 211.000
Kuota haji 2012: 221.000
Kuota haji 2013: 168.800
Kuota haji 2014: 168.800
Kuota haji 2015: 168.800
Kuota haji 2016: 168.800

Pada tahun 2013 hingga saat ini (2016) terjadi pemangkasan kuota dasar sebesar 42.200 karena proyek perluasan Masjidil Haram. Hingga kuota haji Indonesia menjadi 168.800 (211.000-42.200).

Menurut perkiraan-perkiraan belakangan ini (dari berbagai lembaga) Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 255 juta penduduk pada tahun 2016. Jika jumlah penduduk muslim tetap sebesar 87,17% maka kuota haji Indonesia seharusnya menjadi 222.284 ((255.000.000 x 87,17%) x 1/1000)). 222.284 menjadi kuota dasar haji Indonesia tahun 2016. Jika dipangkas 20% karena proyek perluasan masjidil Haram maka menjadi sebesar 177.827 ((222.284 - (222.284 x 20%))

Tahun berikutnya kuota haji Indonesia akan terus bertambah dan akan menurun pada tahun 2050. Hal ini terjadi jika berkaca dari proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menilik populasi absolut Indonesia di masa depan, maka negeri ini akan memiliki penduduk lebih dari 270 juta jiwa pada tahun 2025, lebih dari 285 juta jiwa pada tahun 2035 dan 290 juta jiwa pada tahun 2045. Baru setelah 2050 populasi Indonesia akan berkurang.

Pertumbuhan jemaah haji akan terus mengalami kenaikan berdasarkan 5 indikator minimal, yaitu pertumbuhan perekonomian, peningkatan pendapatan perkapita, kesalehan, aktualisasi diri dan fasilitas pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Proyeksi waitinglist jika tidak terjadi reformulasi perhitungan kuota dan Arab Saudi masih menetapkan kuota dasar haji Indonesia sebesar 211.000:

Waitinglist haji lebih kurang 3.000.000. Hasil pemangkasan kuota haji 168.800. Waitinglist rata-rata 18 tahun  (3.000.000/168.800). Rata-rata pertumbuhan jemaah haji per tahun sebesar 166.667 (3.000.000/18).

Angka waitinglist lebih kurang 3.000.000 diperkirakan akan tetap setiap tahun jika indikator pertumbuhan jemaah haji tidak naik. Namun apabila indikator pertumbuhan naik maka akan terjadi trend waitinglist yang terus meningkat. Kemungkinan angka pertumbuhan turun sangat kecil. Akan terjadi jika dalam kondisi hyper inflasi atau pindah ke lain agama secara massal.

Pengembalian kuota asal (sebelum proyek perluasan Masjidil Haram) kembali menjadi 211.000 tidak akan merubah trend secara signifikan:

Waitinglist haji lebih kurang 3.000.000. Kuota dasar haji 211.000. Waitinglist rata-rata 14 tahun (3.000.000/211.000). Pertumbuhan jemaah haji per tahun mengalami kenaikan menjadi rata-rata 214.000 akibat sentimen positif pasar sebagai dampak kuota dasar 211.000 dikembalikan (3.000.000/14).

Lalu bagaimana jika Arab Saudi bersedia melakukan reformulasi penetapan kuota dasar. Kuota dasar jika ditinjau dari proyeksi pertumbuhan penduduk dari  lembaga lain dan PBB dengan kondisi jumlah persentase masyarakat Islam sebesar 87,17% maka akan diperoleh kuota dasar sebesar 222.284, tanpa ada pemangkasan kuota 20% untuk tahun 2017, tanpa ada kenaikan 5 indikator pertumbuhan, maka proyeksi pertumbuhan jemaah haji akan menjadi:

Waitinglist haji lebih kurang 3.000.000. Hasil reformulasi kuota haji 222.284. Waitinglist rata-rata 13,5 tahun  (3.000.000/222.284). Rata-rata pertumbuhan jemaah haji per tahun sebesar 222.222 (3.000.000/13,5).

Jika 5 indikator pertumbuhan naik dapat diproyeksikan waitinglist akan dapat ditekan lebih signifikan. (ar/Affan Rangkuti, Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah)

Senin, 19 September 2016

Arab Saudi Tahan 54 Terduga Teroris Saat Musim Haji

Jemaah haji saat di Muzdalifah
Foto: kabarmakkah.com
Jakarta (WarkopPublik)--Selama sembilan hari pertama penyelenggaraan ibadah haji dijalankan di Makkah, pemerintah Arab Saudi telah menahan sedikitnya 54 terduga teroris. Mereka berasal dari sejumlah negara di Timur Tengah, meliputi 30 orang dari dalam negeri, 13 orang berkebangsaan Bahrain, empat orang Yaman dan lain-lain.

Salah seorang tahanan diketahui berasal dari Brunei. Ini merupakan pertama kalinya ada terduga teroris dari negara Asia Tenggara. Otoritas keamanan setempat sejauh ini masih menolak membeberkan identitas narapidana yang satu ini. Hanya dijelaskan dia ditangkap di Riyadh tanpa perlawanan berarti.

Dilansir dari Al Araby, Minggu (18/09/2016), pemerintah setempat saat ini tengah menyelidiki perihal keterlibatan mereka dengan operasi teror di negaranya. Penyidik juga berusaha mencari tahu adanya kemungkinan mereka tergabung dalam jaringan teroris di dalam negeri maupun internasional.
Kapten Tareq al Azam berujar, tahun ini Saudi memang menerapkan langkah-langkah pengamanan yang lebih ketat dibandingkan sebelumnya. Tim keamanannya juga ditugaskan untuk selalu berpatroli mengawasi keselamatan sedikitnya 1,8 juta jemaah.

Lebih dari 5.000 kamera pengawas dipasang di seluruh Makkah dengan jarak kisaran 10 kilometer mengelilingi Masjid. Puluhan tentara juga dikerahkan untuk mengamankan lokasi ibadah.

Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dimulai pada Jumat 9 September dan berakhir lima hari kemudian, yakni Rabu 14 September. Jemaah haji terbanyak berasal dari Indonesia. (ar/ar)

Jumat, 16 September 2016

Tujuh Kecederaan Pengelolaan Keuangan Haji Dalam Prespektif Ekonomi Syariah

Perdana Menteri Malaysia
Datok Tun Dr Mahathir Mohammad
dan Bendahara Umum PB Al Washliyah
menjelang acara Seminar Internasional
di hotel JW Marriott Medan, Senin (18/07/2016)
Foto: PB AW
Jakarta (WarkopPublik)--Uang setoran awal haji hingga saat ini berjumlah 80 trilyunan rupiah. Pengelolaannya hingga saat ini diklaim dikelola secara syariah dengan menunjuk bank syariah sebagai Bank Penerima Setoran Haji. Menarik jika membahas tentang dana setoran haji tersebut. Mengapa menarik, karena masih terdapat cidera terkait akad dalam implementasinya.

Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.

Cidera kedua, Kementerian Agama dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kementerian Agama belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.

Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.

Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).

Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.

Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.

Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu.  Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.

Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.

Untuk itu, ada baiknya pengelolaan dana haji ini dibahas bersama dengan para pakar fiqh muamallah. Bahas dari a-z agar tidak ada lagi cidera dalam pengelolaannya. Ini pun jika disepakati bahwa pengelolaannya secara syariah. Jika tidak ya tidak masalah, sah-sah saja. Tetapi apakah calon jemaah haji mau dikelola bukan syariah.

Pemahaman keuangan dalam kajian perekonomian empat sektor bukan ilmu yang gampang untuk diserap oleh masyarakat. Kita menyadari bahwa ilmu fiskal dan moneter tidak dapat dengan mudah untuk diajarkan pada calon jemaah haji. Rata-rata jemaah haji hanya bersandar pada niat dan tulus ikhlas, yang penting dapat menunaikan ibadah haji.

Tugas kita bersama yang semestinya untuk membangun dan menambal kecideraan itu dengan etika dan moral dalam menjalankan prinsip syariah pengelolaan keuangan haji. Itupun jika disepakati bahwa pengelolaanya berprinsip syariah. Jika tidak, maka tidak perlu kita berbicara dan membangun skema akad sesuai syariah. (ar/Raditya Perwira, Bendahara Umum Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah)

Kamis, 15 September 2016

Setoran Dana Haji: Stimulus Ekonomi Dalam Nilai Uang Masa Depan

Ilustrasi dana haji
Foto: www.wajibbaca.com
Jakarta (WarkopPublik)--Masih banyak masyarakat yang bertanya-tanya apakah keuntungan yang diperoleh peserta haji dalam setoran awal haji. Ada juga yang bertanya kemana dana itu diputar dan dikelola. Berikut stimulus setoran awal dana haji dalam kajian deposito, reksadana saham atau MLM. Setoran dana haji tidak lepas dari namanya bunga, konsep syariah masih dalam zona keabuan. Berikut stimulus apabila setoran dana haji di stimulus dalam konsep perekonomian pasar skunder. Stimulus disajikan dengan sederhana agar dapat dipahami.

Tuan A ingin pergi haji. Tuan A menyetorkan uangnya sebesar Rp. 25.000.000. Karena keterbatasan kuota, maka Tuan A harus mengantri selama 20 tahun untuk dapat berangkat haji. Apa manfaat yang diperoleh Tuan A atas seoran awal Rp. 25.000.000 tersebut selama menunggu selama 20 tahun?

- A tidak dapat nilai waktu uang
- Tuan A tidak dapat asuransi
- Tuan A membatalkan diri, uang Tuan A kembali Rp. 25.000.000

Rugikah Tuan A jika dilihat dari stimulus dalam analisa nilai waktu uang?

Jika Deposito

Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu

Diketahui
- Setoran awal Tuan A Rp. 25.000.000 (nilai sekarang (Pv)
- Tingkat suku bunga deposito pertahun diasumsikan rata-rata 7% (suku bunga (i)/tahun)
- Masa menunggu 20 tahun (jumlah periode (n)

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php

Tuan A memiliki uang sebesar Rp. 60.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Jika Reksadana Saham

Bagaimana jika uang Tuan A tersebut diinvestasikan pada saham?

Return atau imbal hasil reksa dana saham setiap tahunnya rata-rata mencapai di atas 17%, bahkan bisa di atas 20%. Ini tentu jauh dari bunga deposito dan kenaikan angka inflasi.

Mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu

Diketahui
- Setoran awal Tuan A Rp. 25.000.000 (nilai sekarang (Pv)
- Tingkat suku bunga reksa dana saham pertahun diasumsikan rata-rata 20% (suku bunga (i)/tahun)
- Masa menunggu 20 tahun (jumlah periode (n)

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php

Tuan A memiliki uang sebesar Rp. 125.000.000 pada 20 tahun mendatang.

Jika MLM

Karena masih belum jelasnya kesyariahan dana haji, terbukti dengan masih menggunakan bunga, maka jika Tuan A memasukkan uangnya pada lembaga keuangan/koperasi/MLM/Ponzi yang memberikan bunga 10% perbulan maka mari kita hitung nilai waktu uang atas uang Tuan A pada 20 tahun selama Tuan A menunggu

Diketahui:
- Setoran awal Tuan A Rp. 25.000.000 (nilai sekarang (Pv)
- Tingkat suku bunga perbulan lembaga keuangan/koperasi/MLM/Ponzi 10% perbulan diasumsikan rata-rata 120% pertahun (suku bunga (i)/tahun)
 - Masa menunggu 20 tahun (jumlah periode (n)

Masukkan angka itu ke dalam rumus nilai waktu uang di https://www.indopremier.com/ipotku/calc-timevalue.php

Tuan A memiliki uang sebesar Rp. 625.000.000 pada 20 tahun mendatang. (ar/ar)

Senin, 12 September 2016

Al Washliyah Desak Pemerintah Lakukan Gugatan Hukum ke Arab Saudi

Al Washliyah
Bogor (WarkopPublik)--Muassasah Asia Tenggara meminta maaf karena telah mendistribusikan makanan dalam kotak berlabel Kementerian Agama kepada jemaah haji furoda atau yang tidak termasuk dalam kuota haji di Maktab 51.

"Kami minta maaf sama Kemenag. Itu kekeliruan kami," kata Ketua Muassasah Asia Tenggara Mohammad Amin Indragiri saat jumpa pers di Kantor Satgas Arafah, Minggu (11/09/2016) petang, seperti dikutip dari situs resmi kemenag.go.id.

Menyikapi hal ini, salah satu pengurus besar Ormas Islam Al Washliyah Affan Rangkuti meminta agar pemerintah melakukan gugatan hukum kepada pemerintah Arab Saudi.

Darimana Muassasah Asia Tenggara mendapatkan label itu dan siapa yang mengizinkannya. Pemakaian label tanpa izin adalah salag karena ada hak cipta di sana. Pemerintah Indonesia harus melakukan tuntutan hukum, tidak sekedar hanya minta maaf lantas persoalan selesai, tidak sesederhana itu," kata Affan melalui pesan tertulisnya, Senin (12/09/2016).

Lanjut aktivis Islam yang terkenal vocal ini mengatakan hukum harus ditegakkan agar Arab Saudi tidak seenaknya saja. Apakah mau lebel hak cipta Arab Saudi kita pakai, lalu karena ketahuan lalu kita minta maaf dan persoalan selesai? "Belum tentukan," katanya. (ar/rilis)

Selasa, 06 September 2016

Syair Cinta' Keuangan Haji Kementerian Agama

Ilustrasi
Foto: tempo
Bogor (WarkopPublik)--Salah satu inisiator terbitnya UU 34/2015 tentang Pengelolaan Keuangan Haji Ramadhan Harisman mengatakan bahwa tahun depan Badan Pengeleloaan Keuangan Haji (BPKH) terbentuk. Sepertinya sang inisiator ini sering buat pernyataan yang tidak jauh panggang dari api.

Kalau kita baca di media, ini orang yang katanya ahli keuangan sering buat pernyataan yang hampa. Dulu pernah mengatakan akan memberikan sanksi pada bank penerima setoran jika melakukan praktek dana talangan haji. Lalu pernah juga mengatakan pengembalian dana pembatalan haji 7 hari kerja. Nyatanya masih banyak yang mengeluh proses pengembalian tidak seperti 'syair' yang dikatakannya itu.

Baca di media juga, dia mengatakan bahwa buku manasik akan dicetak dan didistribusikan oleh bank penerima setoran haji.

Entah benar apa tidak, entah janji apa tidak. Kalaupun benar maka mana ada makan siang yang gratis. Apakah mau, perbankan itu bagi-bagi buku manasik gratis?

Sudah capek mungkin masyarakat mendengar janji-janji manis si inisiator ini. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan laporan keuangan haji 2015 lalu yang dipersoalkan DPR saja tidak jelas akhir ceritanya.

Laporan keuangan haji 2015 lalu yang sempat heboh kini masuk angin, gak jelas akhir ceritanya.

Tentang optimalisasi, selalu didengungkan bahwa ongkos haji turun dan layanan haji meningkat.

Mau dihitung pakai ilmu apapun namanya biaya pasti naik. Ongkos haji turun karena ada subsidi dari dana optimalisasi outsatanding dana haji yang sudah mencapai 80 trilyun rupiah.

Apakah subsisi jemaah haji setiap tahun sama. Jika tidak sama maka artinya ada disparitas, ada perbedaan perlakukan dan ini jelas tidak berkeadilan. Bahkan bisa dikategorikan MLM.

Jadi ya tidak usalah buat pernyataan dan janji-janji seperti 'syair cinta'. Masyarakat sudah cerdas sekarang ini. Globalisasi informasi sudah tanpa batas. (mamoed)

Senin, 05 September 2016

Kuota Haji dan 'Desakan Nafsu'

Ilustrasi jemaah haji
Foto: palapanews
Palembang (WarkopPublik)--Pasca kejadian ditahannya 177 calon jemaah haji Indonesia yang berangkat melalui Filipina dan di duga menggunakan paspor palsu menyisakan tanggapan, opini dan saran masukan berkembang terutama pada sisi kuota.

Bahkan ada usulan penyelenggaraan haji otonom, urutan berdasarkan usia, meminta tambahan kuota, reformulasi kuota hasil OKI 1987.

Semua usulan, masukan prinsipnya baik. Baik untuk solusi agar persoalan daftar tunggu yang lama dapat diminimalisir. Namun, kadangkala kita melupakan fundamental haji adalah istithaah. Dibalik itu semua, ada beberapa pertanyaan yang akan muncul apakah hal itu dapat menjadi solusi di tengah:

1. Makkah, sebagai centrum penyelenggaraan ibadah haji dari dulu sampai sekarang kotanya statis. Jika pun dibesarkan maka akan menelan biaya yang tidak sedikit dan tentunya biaya dibebankan kepada pemerintah Arab Saudi. Atau, penduduk Makkah selama musim haji harus hijrah ke kota lain guna memberikan tempat agar mengurangi tingkat kepadatan. Ini juga tidak adil bagi Arab Saudi dan teutama penduduk Makkah.

2. Bukankah haji dituntut isthitaah, jika istithaah dibungkus dengan nafsu maka akan menghilangkan makna haji itu sendiri. Inilah tuntutan ujian yang sebenarnya bahwa haji bukan hanya butuh sehat, butuh uang, namun butuh istithaah secara komprehenship.

3. Andaikata ditambah, apakah akan menghentikan atau menekan jumlah daftar tunggu. Ditengah peningkatan pertumbuhan ekonomi dan natalitas maka mustahil jumlah daftar tunggu dapat ditekan.

4. Di Indonesia sendiri, jumlah masyarakat miskin masih pada kisaran 27 jutaan. Apakah tidak lebih baik biaya haji disalurkan pada masyarakat miskin. Butuh tingkat keimanan yang tinggi untuk mau melakukan itu ditengah nafsu dan egosektoral yang berkecamuk. Bahkan Baznas sendiri saja sudah banting tulang melalui syiar dakwah ZIS nya hanya mampu mengumpulkan kisaran 5 triltunan dari ratusan trilyunan potensi ZIS yang ada.

5. Menyerap kuota negara lain untuk dipakai maka ada hak yang harus dilepaskan, apakah negara tersebut mau melepaskan haknya ditengah geliat politik internasional dengan segala sisi baik dan buruk. Kalaupun bisa maka kemungkinan barter akan terjadi. Apakah kita siap dengan hal itu.

Jadi hemat saya, perlu pengorbanan dan penguatan keimanan dalam memahami haji agar tidak terkesan pada sisi kenafsuan saja. Hanya dengan 168.800 kuota, Kementerian Agama tak lepas dari cibiran dan cemoohan. Sedikit saja ada problem, maka akan menjadi cerita yang tak habis-habisnya. Bahkan usulan dibentuknya Badan Haji pun masuk dalam RUU tentang penyelenggaraan haji, walaupun belum ada jaminan badan ini akan lebih baik daripada dikelola Kementerian Agama. Pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan Haji pun melatahkan diri, bahwa diyakini akan lebih maksimum optimalisasinya ketimbang dari optimalisasi haji saat ini. Jika tidak berhasil maka siapa yang akan dikorbankan?

Haji adalah ibadah yang mengusung istithaah secara komprehenship. Ini yang harus diurai, dimaknai dan disosialisasikan melalui dakwah. Apapun cara yang dilakukan untuk menekan daftar tunggu, saya pesimis dapat mengendalikan pertumbuhan daftar tunggu. Apalagi ada campurtangan lembaga keuangan dengan cara dan skema perolehan dana untuk biaya setoran awal.

Jika Indonesia meminta tambahan kuota atau meminta kuota dikembalikan saat sebelum proyek perluasan Masjdil Haram dan negara lainnya meminta hal yang sama, maka apa yang terjadi? Dapat diprediksi ledakan kedatangan jemaah haji di Arab Saudi akan semakin tinggi. Jika Arab Saudi cacat sedikit saja dalam memberikan pelayanan maka reputasi Arab Saudi yang dipertaruhkan. (Affan Rangkuti, Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah)