Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Minggu, 26 November 2017

Hayoo Pak Menag Jawab Dong, Daripada Jadi Fitnah

Metro TV dapat penghargaan
Foto: portal-islam.id
Banten (WarkopPublik)--Menteri Agama Beri Penghargaan Metro TV Sebagai Media Dakwah Islam. Itulah judul yang ditayang di satuswara.com pada Jumat (25/11/2017).

Banyak komentar saat akun facebook Halim Murdowo menayang judul dimaksud di akun nya. "Apa gak salah nih Pak...rasanya gimana gitu..." kata Halim Murdowo di wall akun facebooknya.

Menarik dan cukup menyita perhatian warga facebook akan hal ini manakala Metro TV di klaim Menteri Agama Sebagai Media Dakwah Islam.

"Saya baru tau kalo metro tv bisa sebagai tv media dakwah, tapi gak punya acara dakwah," kata Didi Armayanto di akun facebooknya.

Lain lagi tayangan di gardakeadilan pada Jumat (25/11/2017) berjudul Metro TV Raih “Apresiasi Pendidikan Islam 2017”, Pakar Komunikasi: Mati Nalar! Kemenag Lagi Ngigau.

Pakar komunikasi dari UIN Syarief Hidayatullah, Edy A Effendi, mengecam pemberian API award kepada Metro TV. “Metro TV raih Penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam 2017. Yang ngasih @lukmansaifuddin Ini zaman edan. Kemenag lagi ngiggauuuuu. Mati nalar!” tulis Edy di akun Twitter @eae18.

Dari beberapa persepsi di akun media sosial itu, penghargaan yang diberikan kepada Metro TV mengundang tanda tanya apa kriteria hingga itu diberikan.

Jawaban yang paling tepat dalam menyikapi pernyataan warganet di media sosial itu hanya Menag lah yang tahu. Karena dia yang memberikan penghargaan itu. (ar/ar)

Sabtu, 25 November 2017

Hutang Umrah Haji? yang Makmur si Pemberi Hutang lah

Terhina karena hutang
Foto: store.yufid.com
Jakarta (WarkopPublik)--Terperangah, saat membaca tayangan informasi di tribunnews.com pada Jumat (24/11/2017) berjudul "BSM Sediakan Dana Talangan Haji dan Paket Umrah Kompetitif di Umrah Expo 2017."

Sepanjang aku tahu, bahwa umrah itu bukan kewajiban atau berhukum wajib. Tapi pada kenyataannya bank 'berpeci' masif sekali menawarkan hutang untuk ibadah umrah. Bukan kah ini seperti mengeksploitasi ibadah dalam dimensi nilai ekonomis. 

Sepanjang aku tahu, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan atau pun menganjurkan berhutang. Karena namanya hutang suka tidak suka pasti jadi beban. Dan namanya hutang pasti dibayar berlebih dari nilai yang dihutangkan itu. Mana ada satu aktivitas bisnis itu tidak bernuansa profit. Bodoh namanya jika ada pelaku bisnis mengatakan tak ada profit. 

Setidaknya bunga terapan per tahun raya-rata 10%. Misalkan  flat, contoh simulasi: 

Si Polan mengajukan pinjaman sebesar Rp50,000,000 buat umrah jangka waktu kredit 12 bulan, dengan bunga flat 10%, maka berapa angsuran yang harus si Polan bayar setiap bulan? Maka diketahui:

Jumlah pokok pinjaman = Rp50,000,000
Masa tenor = 12 bulan
Bunga flat = 10% per tahun
Jika dihitung secara manual:

Cicilan pokok = Rp50,000,000 : 12 bulan = Rp4,166,667/bulan.
Bunga = (Rp50,000,000 x 10%) : 12 bulan = Rp416,667.
Angsuran per bulan =Rp4,166,667 + Rp416,667 = Rp4,583,334.
Total Rp4,583,334 x 12 = Rp55,000,008
Profit Rp55,000,008 - Rp50,000,000 = Rp5,000,008

Jika seperti si Polan ada 1,870,000 orang (187,000,000 x 1%) dan hutang semua maka profit si bank "berpeci' pertahun sebesar 9,3 triliun rupiah lebih. Mantabkan. Bisa 1,870,000 orang? Ya bisa saja, bisa juga lebih atau kurang. Mengapa? Pertama bank 'berpeci' masif dalam gerakan berhutang. Kedua, pangsa pasar umrah itu kisaran 187,000,000 penduduk Muslim di Indonesia.

Asumsi hitungan itu flat. Beda dengan anuitas atau efektif. Hitungan itu juga asumsi bunga 10 % bagaimana jika lebih tinggi. Hitungan itu jika si Polan tidak menunggak karena tak sanggup bayar, bagaimana dengan dendanya. Hitungan itu asumsi 12 bulan, bagaimana dengan 3 tahun atau 36 bulan. Hitungan itu belum ditambah biaya tetek bengek. Bagaimana jika ditambah.

Itulah hutang. Orang berhutang tidak nyanyak dalam tidur malam. Saat siang bisa berbohong saat ditagih.

Lain kalau haji. Haji ibadah wajib bagi yang mampu. Pun begitu, mampu atau Istithaah perlu ditambah variable nya oleh para ahli agama Islam. Apa itu Istithaah bayar hutang.

Jadi perlu kiranya ada pernyataan tegas dari para ahli agama soal hutang ibadah ini. Baik ibadah umrah atau ibadah haji. Jangan sampai hanya berisi kalimat "Tak selamanya hutang itu baik, tak selamanya hutang itu buruk". 

Kalau hanya kata-kata itu yang keluar ya tak ada ketegasan dong. Memang semua adalah pilihan orang lain, namun harus ada etika, moral dan akhlak baik bagi yang berhutang maupun yang memberikan hutang. Semua harus jelas, tegas dan tidak abu-abu.

Sedih jika terjadi "Pergi pakai Ihram, pulang menanggung hutang. Susah tidur malam, bangun pagi pun bisa berbohong karena ditagih tak bisa bayar". Alah mak oi. 

Kalau kita balik skenarionya, hutang untuk pendidikan dengan suku bunga mendekati 0 persen pertahun. Maka akan ada 1,870,000 sarjana-sarjana Islam apakah S1 atau S2. Mana lebih bermanfaat berhutang umrah yang hukumnya tidak wajib dengan berhutang untuk pendidikan yang hukumnya wajib?

Tapi sayang, bank 'berpeci' itu tidak gencar untuk pembiayaan hutang untuk pendidikan. Tak gencar mungkin karena kuatir tak punya nilai profit. 

Masih mau hutang umrah atau haji? Kalau aku sih "No". Bagus tak usah umrah atau haji daripada jadi beban selepas kembali nanti. Lagi pula agama tidak memaksa orang untuk berhutang kok, apalagi dalam perihal ibadah. Tidak harus umrah atau haji untuk masuk surga. Jadi jangan memaksakan diri apalagi terbuai dengan ayunan-ayunan hutang. (ar/ar)

Jumat, 24 November 2017

Analisis Perubahan (Transformasi Kelompok Bimbingan Menuju Bimbingan Belajar Manasik Haji)

Ilustrasi bimbingan belajar
Foto: netralnews.com
Jakarta (WarkopPublik)--"Pada Hari Guru Nasional ini (25/11/2017) aku persembahkan satu tulisan berjudul Analisis Perubahan (Transformasi Kelompok Bimbingan Menuju Bimbingan Belajar Manasik Haji). Setiap guru memiliki satu tujuan mulia, mengantarkan peserta didiknya untuk tujuan yang mulia juga," Affan Rangkuti, pemerhati haji dan umrah.

Dimensi Regulasi. Perihal pendidikan apapun jenisnya tentu tidak akan terlepas dari UU 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keliru jika sandaran pendidikan dalam hal ini bimbingan manasik haji hanya bersandar pada satu dasar hukum yakni UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Fakta dan Data Kelemahan (Sulit Diukur)

Tolak ukur keberhasilan bimbingan manasik haji yang selama ini dilakukan cenderung bersifat yang sulit diukur. Ada beberapa kendala teknis dan kendala non teknis yang mempegaruhi tingkat keberhasilan proses bimbingan manasik (bimsik) dimaksud. Apa saja faktor tersebut:

1. Struktur Kelembagaan Semu

Kenyataan yang terjadi dalam proses bimsik ada dua lembaga yang melakukannya. Memang kelembagaan ini merupakan mandatori service UU 13/2008. Ada Bimsik yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal ini dilakukan oleh badan hukum yang disebut dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Ada juga yang dilakukan oleh pemerintah melalui unit kerja Kantor Kementerian Agama kabupaten kota dan KUA.

Pada sistem pengorganisasian pelaksanaan tidak terjadi hubungan kelembagaan yang terstruktur dengan baik. KBIH menjalankan program bimsik dengan sistem pengawasan yang lemah. Dalam artian ketiadaan lembaga jaminan mutu pelaksanaan bimsik. Hingga ukuran keberhasilan sulit diukur secara kuantitas. Sama juga halnya dengan pelaksanaan bimbingan yang dilakukan Kemenag kabupaten kota dan KUA. Pada fase pelaksanaan bimbingan pun terkesan ada persaingan. Anggapan ini semakin memperjelas garis kelembagaan ada batas. Tingkat korelasi bisa mendekati numerik 0.

2. Pedoman Bimsik Lemah Terdistribusi

Pedoman sebagai sandaran satuan ukur dalam bertindak dan melakukan sesuatu hal sama dan bersama-sama juga memiliki kelemahan yang curam. Tercatat dalam data jumlah Kemenag kabupaten kota sebanyak 510 dan KUA sebanyak 5.615 (Layanan Kantor Urusan Agama Dasbor Ukur Kementerian Agama RI, http://dulk.erfanresearch.org).

Sedangkan jumlah KBIH tercatat sebanyak 1.596 kelompok bimbingan. Catatan kuantitas yang dapat diukur dan umpan balik distribusi pedoman bimsik tidak dapat dicatat secara kuantitatif. Hingga ada penyumbatan data sebagai dampak kepastian ukuran penerimaan.

3. Rasio Bimsik Tak Terintegrasi

Jumlah jamaah Indonesia yang menjadi dasar kesepakatan OKI adalah 1 permil. Hingga Indonesia memperoleh kuota haji sebesar 211.000. Jumlah ini sudah dapat ditentukan secara spesifik siapa saja yang berhak untuk berangkat dalam waktu yang lebih dini. Karena ada sistem Siskohat.

Rasio bimsik yang diperoleh untuk Kemenag kabupaten kota adalah 1: 414 (211.000/510). Dalam wilayah kabupaten kota terjadi pelayanan bimsik dengan jumlah jamaah yang dilayani sebanyak 414 orang per kabupaten kota. Wilayah KUA berasio 1:38 (211.000/5.615) melayani bimsik jamaah per KUA sebanyak 38 orang. Sedangkan pelayanan bimsik di KBIH berasio 1:132 (211.000/1.596) melayani bimsik jamaah per KBIH sebanyak 132 orang.

Ideal jika, komulatif layanan bimsik terintegrasi berasio 1:32  (211.00/(510+5615+1596)). Pelayanan semesta bimsik akan melayani 32 orang per setiap bimsik.

4. Asumsi Biaya Pelaksanaan Bimsik

Kisaran 15,825 milyar rupiah (Rp.75.000x211.000 orang). Sedangkan KBIH mematok biaya kisaran rata-rata 1,5 juta rupiah per jamaah dengan asumsi biaya kumulatif sebesar 316,5 milyar rupiah (Rp.1.500.000x211.000). Pembiayaan keseluruhan mencapai 332,325 milyar rupiah.

Asumsi biaya bimsik ini kurang berdaya guna dan tepat sasaran. Persoalan waktu pelaksanaan bimsik yang berdekatan dengan pemberangkatan jamaah haji.

Mungkin akan ada beberapa bantahan tentang asumsi biaya ini. Bantahan akan dijawab bahwa pertama hitungan bersifat ceteris paribus karena ukuran haji adalah mampu dalam hal keuangan.

5. Waktu Bimsik Relatif Singkat

Haji adalah ibadah yang dilakukan umat Islam yang dikerjakan sesuai syarat, wajib dan rukun. Ada muda, ada tua, ada yang berpendidikan ada yang tidak, ada wanita dan ada laki-laki, ada yang mengerti bahasa daerah saja dan sebagainya. Banyak ragam dan strata sosial dalam aspek orang yang mengerjakan haji ini.

Persoalan ini tentu tidak dapat disamaratakan jika ditinjau dari sudut pandang alih pengetahuan. Pendidikan apakah itu formal atau non formal memiliki ukuran atas waktu dan kelas. Keliru jika pelaksanaan bimsik bersandar pada keterburuan dan mengabaikan aspek mutu pendidikan bimsik itu sendiri.

6. Seperti Anti Kelas

Pelaksanaan bimsik cenderung dilakukan anti kelas. Pelaksanaan bimsik yang anti kelas dalam hal ini mengelompokkan semua jamaah dalam satu wadah tanpa membagi kelas sesuai ragam yang ada. Hingga bimsik lebih cenderung berkategori ceramah daripada alih pengetahuan. Ada cara, metode, pola dan kesyariatan dalam proses interaksi. Berbeda perlakuan orang muda dengan orang tua, laki-laki dengan perempuan dan sebagainya.

Tranformasi Bimsik Suatu Solusi

Butuh satu inovasi dalam pelaksanaan bimsik. Inovasi yang revolusioner dalam mendayagunakan hubungan kelembagaan dengan orang yang membutuhkan bekal dalam menjalankan syariat Islam yang ke lima ini.

1. Pendayagunaan Pembimbing Bersertifikat

Jumlah pembimbing bersertifikat berasio 1:45 dengan jumlah jamaah haji 211.000. Terbutuhkan 4.689 orang pembimbing sebagai penanggungjawab mutlak berjalannya proses pelaksanaan bimsik sesuai pola dan metode yang ditetapkan. Ada silabus bertematik toharoh, ibadah saat di Tanah Air, saat di perjalanan, saat di Arab Saudi, tuntunan  kesehatan dan saat kembali ke Tanah Air.

Para pembimbing bersertifikat inilah yang menjadi penjamin mutu terlaksananya bimsik. Jaminan mutu yang dapat diukur dengan kuantitas rapor per setiap orang.

Merekalah nantinya yang akan bertangggungjawab atas pelaksanaan bimbingan baik dilembaga pemerintahan maupun di lembaga non formal.

2. Pembentukan Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar adalah suatu proses alih pengetahuan dengan ukuran satuan waktu, materi dan kelembagaan yang dapat diukur dengan pasti. Semisal, Seorang peserta didik Sekolah Dasar (SD) bertujuan dapat lulus dan diterima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri. Ada dua cara yang cenderung dilakukan. Pertama, memperoleh alih pengetahuan formal disekolah dan mengulang dan menekuninya kembali di rumah. Kedua, masuk dalam pendidikan non formal yaitu bimbingan belajar.

Perihal pertama tentu segala hal hambatan dalam hal pemahaman cenderung dipecahkan sendiri (otodidak) atau bertanya ke sana dan kemari. Tanpa ada jaminan apa yang dilakukan terukur dengan baik.

Sedangkan perihal kedua, ada ukuran keberhasilan dan ada lembar penilaian untuk perbaikan untuk semakin lebih memahami dan dapat diterapkan dengan cepat, tepat dan tidak salah. Lembar penilaian inilah sebagai jaminan mutunya. Tentu saat memilih bimbingan belajar akan ada opotuniti cost (biaya) karena memperoleh layanan dan jaminan dalam pelaksanaan bimbingan.

3. Bimbel Nilai Ekonomis

Pembentukan bimbel bimsik sebagaimana pendidikan non formal (bimbingan belajar pada umumnya) akan memberikan kesempatan kepada seluruh umat Islam yang mau dan ingin menjalankan bimsik yang benar dan tepat, bukan hanya jamaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan dan jamaah umrah.

Aspek ekonomis jika perbandingan dengan bimbel pada umumnya selama periode satu tahun akan diperoleh kisaran 10 juta rupiah per setiap peserta selama setahun. Akan diperoleh pendapatan setiap tahunnya sebesar 2,110 trilyun per tahun (211.000 x Rp.10.000.000). Tentu negara juga akan memperoleh pendapatan pajak penghasilan pertahun kisaran 211 milyar rupiah. Asumsi itu dapat lebih kurang, jika kurang dari 211.000 atau bisa juga lebih dari 211.000 karena pangsa ekonomisnya adalah umat Islam.

4. Keterbutuhan Petugas Kloter Terjamin

Selain aspek ekonomis ada juga manfaat kepada pemerintah. Para alumni bimbel bimsik yang sudah terukur melalui kertas penilaian oleh penjamin mutu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah dalam memperkuat pelayanan pada jamaah haji dan umrah. Mereka bisa diberdayakan menjadi Petugas Kloter, Petugas Non Kloter, Karom, Karu dan TPHD. Bisa juga diberdayakan menjadi petugas PPIH di Embarkasi. Banyak faedah yang bisa dimanfaatkan.

5. Asrama Haji Sebagai Kelas

Revitalisasi asrama haji bukan program tanpa biaya. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk memperkuat layanan kepada jamaah haji. Sebagai lembaga Unit Pelaksana Teknis (UPT), asrama haji diperbolehkan untuk profit. Penguatan peningkatan pendapatan tentu perlu dipetakan agar UPT itu dapat mandiri dan berdayaguna, tidak menjadi beban negara tentunya.

Roadmap pendanaan revitalisasi dan pengembangan asrama haji menunjukkan bahwa Kementerian Agama menerima SBSN tahun 2014 sebesar 200 milyar rupiah dan hingga 2017 terima 424,58 milyar rupiah (Khasan Faozi, Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, ditayang di hajiumrahnews.com, 25 April 2017 berjudul Sejak 2014, Biaya Revitalisasi Asrama Haji Habiskan Ratusan Milyar).

Bukan hanya asrama haji, bahwa kurang lebih ada 314 Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia yang dibangun dengan dana haji (proyek berbasis sukuk haji). Tiap KUA diberikan anggaran 900 juta sd 1,2 miliar rupiah. (Ali Rahmat, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Agama RI, ditayang di
Kompas.com, 7 September 2017 berjudul 314 KUA di Indonesia Dibangun dengan Dana Haji).

Ada alokasi biaya infrastruktur haji yang besar dalam memperkuat layanan haji. Alokasi ini tidak hanya untuk asrama haji dan KUA saja namun juga membangun madrasah dan juga perguruan tinggi.

Infrastruktur itu dapat dimanfaatkan dengan melakukan penyewaan kelas bimbel bimsik kepada lembaga pendidikan non formal. Hingga kebermanfaatannya dapat lebih diberdayagunakan dan UPT lebih mandiri dalam kelayakan keuangan. (ar/ar)

Kamis, 23 November 2017

Tengkiu Raja, Akhirnya Kau Larang Anasir Itu di Kakbah

Selfie di Kakbah saat tawaf.
Foto: myrepro.wordpress.com
Jakarta (WarkopPublik)--Pantas kiranya kita yang mengaku umat Islam untuk menyampaikan salam hormat kepada Penjaga Dua Kota Suci, menjaga dari anasir-anasir yang bisa saja mengimpresi Kakbah dalam perspektif lain.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menerbitkan edaran tentang larangan mengambil gambar di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan alat apapun. Surat edaran ini ditujukan kepada seluruh negara pengirim jemaah haji dan umrah melalui nota diplomatik Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.

Surat Edaran yang ditandatangani Menteri Haji dan Umrah, Mohammed Saleh Bin Taher Benten diterima Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh pada 15 November 2017. Mungkin semua negara pengirim jamaah haji dan umrah juga menerima nota diplomatik ditanggal yang sama.

Lihatlah, bagaimana alat-alat itu digunakan dalam proses ibadah. Tak sedikit nada-nada dering bercampur dengan bacaan suci saat manusia melakukan ritual ibadah.

Tak sedikit pula blitz kamera menjadi bagian yang sebenarnya bukan bagian dari prosesi yang diajarkan syariat. Tetapi justru kehadiran alat itu bagai menjadi salah satu syariat. Tengkiu Raja, sudah sangat tepat Kau digelar dengan Penjaga Dua Kota Suci. (ar/ar)

Katanya, Frekuensi Publik Milik Publik

Ilustrasi Frekuensi milik publik?
Foto: jatimpost.com
Jakarta (WarkopPublik)--Semakin berkembangnya stasiun televisi swasta berjaringan semestinya menjadi titik penting bagi pemegang kunci kran regulasi penyiaran untuk melegitimasi bahwa frekuensi publik adalah milik publik.

Penggunaan frekuensi diperuntukan bagi publik bukan untuk kepentingan kelompok atau orang per orang.

Hanya sedikit dari masyarakat Indonesia memahami bahwa frekuensi merupakan milik publik karena untuk mengelola frekuensi menggunakan pajak masyarakat.

Berdasarkan riset (2015) yang dilakukan salah satu lembaga studi dan pemantauan media (Remotivi) terkuak bahwa 57 persen masyarakat Indonesia menganggap frekuensi publik milik perusahaan, 34 persen menganggap milik pemerintah dan hanya 8 persen yang sadar bahwa frekuensi publik milik publik.

Minimnya angka kesadaran publik akan kepemilikan frekuensi publik menyebabkan banyak tayangan tidak layak tetap tersiar minim dilaporkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Sejumlah catatan penyiaran masih menghadang. Seperti tayangan tidak informatif, kurang akurat, tidak objektif, tidak berimbang, tendensius, kurang mendidik, dipenuhi kekerasan, mistik, horor, didominasi tayangan infotainment, sinetron, informasi yang mengutamakan sensasi dan dramatisasi (kpi.go.id).

Memang, banyak publik apalagi yang berada di pedesaan kurang atau sama sekali tidak mengenal apa itu KPI. KPI sendiri juga terkesan kurang melakukan sosialisasi masif kepada publik. Agar KPI akrab dikenal oleh masyarakat dan menjamin setiap ada laporan akan ditindak oleh KPI.

Beberapa praktisi dan pengamat penyiaran menyebutkan terdapat banyak lembaga penyiaran terkontaminasi kepentingan politik yang harus ditata kembali. Penataan ini dengan melakukan revisi UU 32/2002 tentang Penyiaran. Alih-alih revisi ini oleh beberapa kalangan dinilai mengalami kemunduran karena ada indikasi mengubah sejumlah pasal untuk kepentingan lembaga-lembaga penyiaran swasta besar dengan mengabaikan kepentingan publik. Akankah nantinya frekuensi publik adalah benar adalah milik publik? (ar/ar)

Manasik Haji Sosialisme, Umrah Hedonisme

Bimbingan manasik haji
Foto: tribunnews.com
Jakarta (WarkopPublik)--Ada yang berpandangan bahwa bimbingan manasik haji yang dilakukan di KUA dan kabupaten kota adalah manasik haji sosialis. Tidak ada pemisahan antara pria-wanita, tua-muda, pintar-tidak pintar dll. Jadi apa parameter seorang jamaah haji bisa manasik atau tidak, tidak ada ukurannya.

Bagaimana jemaah haji wanita mau bertanya soal kewanitaan, pembimbingnya saja pria. Bagaimana menjawab realitas jemaah tua, tidak pintar pembimbingnya saja tidak dilatih bagaimana cara menangani hal seperti itu. Jadi ada benarnya bahwa manasik haji persis berpaham sosialisme.

Manasik yang dikemas dalam satu tempat, digabungkan, waktunya pun singkat. Mau mengerti apa tidak nantinya ya masa bodoh, mau benar atau tidak ya urusan masing-masing, yang penting jamaah haji sudah dibimbing soal manasik. Titik.

Lain lagi kalau manasik umrah. Materi manasik urusan belakangan alias tak perlu diutamakanlah. Perlu diutamakan adalah penyelenggaraannya di hotel. Kok bisa, ini soal performance travel.

Semakin mewah hotelnya, semakin terkenal si ustaz yang membimbing manasik maka semakin tinggi bandrol travel itu. Jadi mau masuk surga mungkin tergantung layanan wah nya travel. Jadilah manasik umrah yang hedonisme. (ar/ar)

Sabtu, 18 November 2017

PMA 18/2015 SARA: Menag, Anda Harus Adil

Ilustrasi kerusuhan berbau SARA
Foto: Beritasatu.com
Jakarta (WarkopPublik)--Pembangunan Masjid Istiqlal diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno. Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulai pembangunan dilakukannya pada 24 Agustus 1961. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan. Ingat dan catat baik-baik, bahwa Masjid yang kita banggakan itu arsiteknya adalah seorang yang beragama Kristen Protestan.

PMA 18/2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah pada pasal 5 menyebutkan bahwa salah satu syarat wajib mendapat izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) adalah bahwa pemilik dalam akta perusahaan, Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan tidak sebagai pemilik PPIU lain.

Dimaksud Pemilik di sini apakah keseluruh pemegang saham beragama Islam, pemegang saham terbanyak beragama Islam atau salah satu pemegang saham perusahaan bergama Islam. Ini tidak dijelaskan dalam PMA SARA tersebut.

Pertanyaan muncul, mengapa ada pembatasan harus beragama Islam? Apakah lantas jika pemilik adalah Non Muslim lalu tidak becus mengurus ibadah umrah? Persaingan bisnis atau apa?

Ini dinilai syarat SARA. Mengapa karena dalam struktur organisasi perusahaan sekelas Perseroan Terbatas, tidak harus pemilik perusahaan mengurus operasional. Pemilik dapat menunjuk direktur operasional yang beragama Islam. Tidak ada masalah harusnya, lalu mengapa dipersoalkan pemilik harus beragama Islam?

Baiknya Menteri Agama sadar diri bahwa dia adalah menteri dari seluruh agama. Kalau boleh adil maka perjalanan berkaitan dengan soal ibadah harus disesuaikan dengan agama. Jika perjalanan umrah mewajibkan si Pemilik harus bergama Islam, maka Menteri Agama juga sewajibnya mengeluarkan PMA bahwa untuk mendapatkan izin perjalanan ke situs agama di luar Islam maka si Pemilik perusahaan wajib beragama sesuai tujuan tersebut.

Jadi ada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mengurusi perjalanan ibadah umrah dan ada juga Penyelenggara Perjalanan Ibadah Non Muslim (PPINM) yang mengurusi perjalanan ibadah orang-orang Non Muslim.Tapi tidak ada itu dibuat si Menteri.

Saat ini munculnya anggapan bahwa jika kehadiran Non Muslim sebagai pemilik memperoleh PPIU menjadi seperti 'ancaman'. Entah ancaman apa yang dimaksudkan. Kalau demikian, boleh dan menjadi hak orang-orang Non Muslim juga mengatakan bahwa PPIU yang juga biro perjalanan wisata adalah ancaman bagi mereka. Ancaman karena menggerus pasar Non Muslim dan tak paham soal ibadah Non Muslim. (ar/ar)

Jumat, 10 November 2017

Si Pemuda Itu Tidak Munafik

Ilustrasi munafik
Foto: inilah.com
Jakarta (WarkopPublik)--Akisah di Negara Antah Berantah ada seorang pemuda yang tersandung masalah penistaan agama. Kebetulan si pemuda ini merupakan seorang gubernur di salah satu provinsi di negara Antah Berantah itu. Masalahnya menjadi lokus dan memicu gelombang protes agar segera diadili dan di hukum.

Pada saat itu juga kebetulan berdekatan dengan pemilihan gubernur dimana si pemuda itu merupakan petahana, maju kembali untuk menjadi gubernur.

Terlepas dari persoalan pro kontra terhadap si pemuda itu, ada sikap si pemuda tersebut yang menjadi pemikiran tersendiri. Apa itu?

Si pemuda itu tidak munafik. Andai saja si pemuda itu mau memeluk agama yang dinistakan olehnya aku yakin dia akan mendapat simpati yang luar biasa pada saat itu. Apalagi jika dilakukan dengan publikasi yang besar-besaran dengan tematik pencitraan. Tetapi mengapa dia tidak mau, padahal jika dia mau bukan tidak mungkin dia akan menuai suara yang akan memenangkannya. Bahkan dia akan lolos dari jeratan hukum.

Saat aku membaca informasi yang terus terkini di pemberitaan di negara Antah Berantah itu, ada sikap-sikap yang berbeda dengan si pemuda tadi. Sikap yang sepertinya agnostik dan munafik. (ar/ar)

Kisah Haji di Negeri Antah Berantah

Ilustrasi hak asasi dilarang masuk
Foto: ridertua.com
Jakarta (WarkopPublik)--Di negara Antah Berantah orang sakit kronis tak boleh haji. Entah tidak boleh atau tidak mau mengurus, hanya yang buat aturanlah yang tahu. Perlu memperjelas antara tidak boleh dan tidak mau mengurus.

Jangan sampai karena tidak mau mengurus lalu dibuatlah hukum pakai dalil ini itu hingga akhirnya jadi tidak boleh. Pembuat dalil itu juga perlu ditanyakan juga, seluruh ormas Islam atau hanya ormas Islam pilihan saja, alias ormas Islam tertentu. Lagi pula sepertinya kalau pun fatwa sifatnya himbauan kan, bukan paksaan. Oh tidak, ini sudah jadi peraturan. Peraturan ya bisa diubah kok, ada cara ya contohnya di gugat saja (berani gak).

Soal kek gitu soal geleng kok sebenarnya. Gak perlu pakai fatwa atau peraturan segala macam. Jujur aja lebih baik, misalkan mengatakan: Maaf ya Bapak/Ibu, Anda punya penyakit yang harus bolak-balik kontrol ke rumah sakit. Penyakit Bapak/Ibu stadium 4 soalnya.

Kalau Bapak/Ibu pergi nanti siapa yang akan ngurus. Petugas kami sedikit, apalagi kalau sempat ada bayaran ini itu karena menggunakan obat paten, yang menanggung biayanya siapa.

Belum lagi niatan Bapak/Ibu kan mau ibadah. Sayang waktu akan habis hanya untuk ngontrol kesehatan terus. Apalagi domografis di sana beda dengan di sini. Namun itu pun keputusan tergantung sama Bapak/Ibu.

Kalau tetap bersikukuh mau haji juga ya silahkan. Tetapi Bapak/Ibu harus buat surat pernyataan mutlak. Bapak/Ibu di sana ya dengan berat hati ngurus sendirilah penyakitnya. Dan jika terjadi apapun di luar tanggungjawab kami.

Jadi gak perlulah pakai dalil macam-macam. Nanti malah aneh jadinya. (ar/ar)

Sabtu, 04 November 2017

Haji: Warganet, Ketahuilah Bahwa

Interlokusi identifikasi masalah haji 
bersama lemerhati haji 
di Hotel Lumire Jakarta, Jumat (03/11/2017)
melibatkan para Dirjen Haji dan eselon 2
era tahun 1990-an sd sekarang
Foto: haji.kemenag.go.id/Husni Anggoro
Jakarta (WarkopPublik)--Sejarah mencatat banyak orang melakukan kajian tentang perhajian. Semangat berhaji dinilai menjadi pemicu gelombang perubahan baik sosial maupun politik. Bahkan perjuangan merebut kemerdekaan negeri ini tidak lepas dari perubahan pandang dan ketegasan sikap selepas dari penyelenggaraan haji. Seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol dan para pejuang lainnya.

Warganet sekalian,

Bukan hanya itu, penyelenggaraan haji mampu membentuk sikap filantropi, menata kehidupan sosial berkhebinekaan dalam melayani umat dalam pendidikan, sosial, dakwah dan perekonomian. Sebut saja KH Hasyim Ashari, KH Ahmad Dahlan, Syekh Hasan Ma'shum yang membentuk kelembagaan pranata sosial kemasyarakatan. Eksistensinya dirasakan hingga saat ini yang menjadi tiga organisasi besar masyarakat Islam yang menjadi rujukan umat.

Warganet yang berbahagia,

Sekedar mengingatkan, bagaimana struktur dan pola penyelenggaraan haji terus melakukan perubahan berkemajuan melayani. Pada1893, hadir  Agen Herklots dan Firma Alsegoff & co sebagai penyelenggara yang saat itu menjadikan jamaah haji untuk kepentingan bisnis atau pilgrim broker. Transportasi menggunakan kapal dagang dimana jamaah disatukan dengan hewan ternak dagangan. Pada akhirnya terbitlah Pilgrim Ordonasi 1922 yang menjadikan jamaah haji dilayani dengan nilai-nilai kemanusiaan. Inilah awal hukum positif, penginduksi arus perubahan penyelenggaraan melayani.

Warganet sekalian,

Penting untuk kita ketahui bersama, bahwa tidak mudah meletakkan pondasi kokoh dalam struktur managemen penyelenggaraan haji. Tidak mudah juga untuk mengembangkan dan melakukan inovasinya. Realitas dan tantangan disetiap penyelenggaraan terus mengalami perubahan. Perubahan searah dengan majunya peradaban. Ditandai dengan munculnya generasi baru yang disebut generasi milenial ditengah generasi senior dan baby boomers.

Sketsa penyelenggaraan haji pun berubah. Kita pernah memperoleh penghargaan Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 tahun 2010. Pernah juga menerima PR Society Awards 2011 untuk kategori organisasi dan profesional karena kinerjanya dalam bidang kehumasan dan manajemen komunikasi haji. Menyabet medali emas sebagai penyelenggara ibadah haji terbaik sedunia versi World Hajj and Umrah Convention atau WHUC 2013.

Penyelenggaraan haji kita juga menjadi perbincangan dunia. Kita menjadi tujuan studi banding negara lain seperti Tiongkok Pada 2009 yang dipimpin Wakil Duta Besar mereka untuk Indonesia Mrs. Yang Lingzhu. Malaysia, Yordania, Turki, Brunai Darussalam, Mesir dan lainnya. Pegiat haji Mesir pada 2006 membawa buku haji kita berjudul Bunga Rampai Perhajian sebagai komparatif dalam managemen penyelenggaraan haji di sana. Pemberian award juga diperoleh pada setiap penyelanggaraan sejak beberapa tahun terakhir dari pemerintah Arab Saudi atau organ bagian hajinya. Setiap tahun juga Lembaga Tabung Haji Malaysia berdiskusi untuk peningkatan mutu pelayanan haji kepada kita.

Kita jugalah sebagai penggagas ketertiban, kedisiplinan dan kebersihan pada jamaah selama menunaikan ibadah haji. Ada nama baik bangsa dan negara, dan jamaah sebagai duta dan mengemban amanat itu di lingkungan dunia.

Warganet yang berbahagia,

Patut kita syukuri dalam hal keuangan, opini dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap keuangan haji 2016 berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian atau unqualified opinion. Opini tertinggi ini diberikan dan diterbitkan karena laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material?

Kita juga mesti juga bersyukur, disaat Lembaga Survei Indo Barometer merilis hasil surveinya pada Maret 2017 lalu terkait kinerja jajaran Menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Hasil survei menempatkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada posisi kedua setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan kinerja yang paling memuaskan dengan perolehan angka 12.3 persen?

Warganet sekalian,

Banyak pihak di luar negeri mengapresiasi penyelenggaraan haji Indonesia, namun tidak sedikit pihak di dalam negeri justru melakukan kritisi. Kritisi ditengah hadirnya kuatitatif angka Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia yang semakin meningkat sejak perdana dilakukan pada 2010 lalu.

Tahun 2010 kita memperoleh angka indeks kepuasan sebesar 81.45 persen, tahun 2011 sebesar 83.31, tahun 2012 sebesar 81.32, tahun 2013 sebesar 82.69, tahun 2014 sebesar 81.52, tahun 2015 sebesar 82.67, dan tahun 2016 semakin tinggi yaitu sebesar 83.83.

Semakin dalam dan kuatnya fondasi sistem managemen penyelenggaraan haji, hubungan kelembagaan dan semakin masifnya inovasi yang dilakukan, dan akhirnya kami memperoleh angka Indeks Kepuasan Jamaah Haji tahun 2017 sebesar 84.85 persen.

Kami menyadari, bahwa kisah penyelenggaraan haji tidak akan pernah berakhir. Permasalahan yang terjadi akan selalu mengikuti perkembangan arus informasi dan teknologi. Permasalahan yang dipicu oleh obyek dasar penyelenggaraan itu sendiri, yaitu mengelola banyak uang, mengurus banyak orang, banyak pihak yang terlibat, ragam strata sosial jamaah, tempat tujuan satu tempat, pelaksanaannya satu waktu.

Warganet yang berbahagia,

Kami mengajak untuk membangun hubungan kekerabatan profesional. Hubungan saling bertukar pendapat, saling berdiskusi dan saling berwakaf pemikiran untuk realitas dan tantangan penyelenggaraan haji masa mendatang. Tantangan itu tidak lagi bersifat berwujud seperti pemondokan, transportasi, katering dan pesawat. Tantangan kita saat ini berbeda sifatnya, karena sulit dilakukan pengukuran. Seperti masa tunggu yang semakin meningkat sebagai dampak pertumbuhan angka calon jamaah haji yang meningkat, kecerdasan pengetahuan manasik diantara calon jamaah haji yang beragam status sosialnya. Ini ditambah lagi dengan derasnya arus informasi yang sulit dikontrol sehingga terjadinya penyumbatan atau luapan informasi.

Warganet sekalian,

Besar harapan kami, ada pemikiran-pemikiran baru yang membangun. Pemikiran inovatif dan berkemajuan untuk penyelenggaraan haji mendatang. Merangkul seluruh pihak dan kalangan untuk berbagi alih pengetahuan dan spiritual bahwa penyelenggaraan ibadah haji bukan hanya tugas Kementerian Agama, namun merupakan tugas nasional. (ar/ar)

Jumat, 03 November 2017

Budaya Warisan atau Berani Inovatif (Paten)

Ilustrasi jamaah haji
Foto: geotimes.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Era keterkinian tidak lagi berbisik, sudah berubah 360 derajat menjadi interlokusi tanpa batas dan waktu. Milenial kini bicara soal keterbukaan ruang untuk berkreasi dan menapak pola pikir dari sudut pandang berbeda, dan menjadikan diri sebagai jelata dan bukan penguasa. Inilah kenyataan yang niscaya dihadapi, ditengah pertarungan, kompetisi dan perkembangan arus globalisasi teknologi informasi dan komunikasi.

Menutup diri bukan lagi budaya yang harus dipertahankan. Sebab, petaka masalah akan menjadi rapor rutin. Apalagi diketerkinian saat ini sebuah cerita boleh jadi ditentukan oleh biro redaksi atau warganet. Baik bisa jadi buruk dan buruk bisa jadi baik ditengah mulai melunturnya kepercayaan publik kepada pemerintah.

Mulai melunturnya kepercayaan itu akan diwarnai dengan dua warna. Warna pertama adalah warna pujian. Warna yang kedua adalah warna kritik.

Warna pujian ini cenderung emosional yang memiliki kepentingan tertentu. Warna pujian juga dapat diartikan pada realitas atas apa yang ada secara nyata.

Adapun warna kritik cenderung bersuara vokal. Warna ini semestinya tidak lagi dipersepsikan sebagai penentang. Vokal kiranya dapat didudukkan dalam posisi autokritik. Mengapa demikian, kevokalan itu terlahir sebagai dampak dua pisikologis. Pertama, luapan pengetahuan sebagai dampak terbendung tirani budaya warisan. Kedua, ketidaktahuan.

Kedua warna ini adalah aset, tergantung pada bagaimana cara mengelola menjadi harmoni. Dirangkul dan diberdayakan sekaligus diasupi pengetahuan dan bukan untuk dimarginalkan.

Nah tentang itu, aku ingin mengingatkan soal penyelenggaraan haji yang semakin meningkat pelayanannya. Peningkatan ini perlu diwaspadai. Mengapa? Semakin meningkatnya layanan haji pada 2017 dengan angka indeks 84.85 ini berpotensi menjadi ancaman. Dikatakan ancaman karena apabila pada tahun esok terjadi penurunan. Kerja keras dan cerdas untuk mempertahankannya sesuatu yang harus dilakukan. Jika tidak bersiaplah menyambut tajamnya kritik yang akan datang diundang ataupun tidak.

Menyikapi itu, maka butuh program yang terintegrasi. Tak perlu kiranya program banyak namun kecil sasaran. Sedikit program namun luas sasaran. Program dengan strategi terintegrasi diyakini akan mampu mempengaruhi wawasan dan cara pandang perihal penyelenggaraan ibadah haji.

Melalui strategi ini juga akan disasar peran vital Kementerian Agama (Kemenag) dalam mengubah struktur bimbingan jamaah yang selama ini terkesan stagnan dan setiap tahun menjadi perhatian para pihak. Peran vital Kemenag dalam merubah KBIH menjadi kelompok bimbingan belajar (bimbel) sepanjang tahun. Bimbel sebagai operator, regulatornya Kemenag dan Supervisornya adalah lembaga penjamin mutu bimbingan. Targetnya bebas buta manasik haji.

Juga hal lainnya yang dinilai urgen dan esensi untuk dilakukan upaya masif mempengaruhi. Seperti, pemutahiran dan penguatan struktur PPIH Arab Saudi dengan mengembangkan peran kerjanya. Selama ini peran TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu hanya dipusatkan pada masing-masing kloternya dan disebutlah dengan nama petugas kloter dan hanya bertanggungjawab hanya pada kisaran 325-550 jamaah. Sedangkan Sektor harus bertanggungjawab pada kisaran 17.000 jamaah ekuivalen 6 maktab ekuivalen 37 kloter.

Mengapa tidak dijadikan saja gabungan TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu menjadi sub sektor yang akan bertanggungjawab pada kisaran 3.000 jamaah ekuivalen 1 maktab ekuivalen 6 kloter. Predikat atas TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, Karom dan Karu adalah petugas yang terlegalisasi dalam kepanitiaan PPIH Arab Saudi. Tiada lagi nama petugas kloter dan non kloter. Hanya ada satu nama yakni petugas PPIH Arab Saudi.

Peran kelembagaan PPIH ini juga mesti diharmonikan. Ada irisan kuat antara PPIH Arab Saudi, PPIH Embarkasi dan PPIH Pusat. Tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri. Hingga menyimpulkan satu nama kelembagaan yang disebut Petugas PPIH Indonesia. Legalisasinya pun kiranya perlu diubah yang langsung dilegalisasi oleh Presiden. (ar/ar)

Aku atau Kau yang Atur, Kau Penentunya

Ilustrasi selfie
Foto: collection.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) semakin menancapkan kuku panjang tajam dan runcingya di dunia yang dihuni yang namanya manusia. TIK bagai mengatakan, "Aku adalah yang pertama dan terutama. Aku punya dua makna. Bisa kau jadikan manfaat dan bisa juga kau jadikan mudarat. Tergantung kau lah pokoknya."

Transaksi semakin cepat, tepat dan nyaman karena aku. Semua sendi kehidupan aku 'rasuki'. Hanya satu hal yang tidak dapat ku rasuki. Dia adalah orang yang memiliki tingkat takwa dan disiplin yang tinggi. Karena dialah yang mengatur aku. Namun di luar manusia tersebut, aku lah yang mengatur dia.

Lihatlah, bagaimana aku digunakan dalam proses ibadah. Tak sedikit nada ku bercampur dengan bacaan suci saat manusia melakukan ritual ibadah. Tak sedikit pula blitz mata lukis dan visualku menjadi bagian yang sebenarnya bukan bagian dari prosesi yang diajarkan syariat, justru kehadiranku seperti menjadi syariat. Jangan heran blitzku berlatarkan situs-situs suci.

Jangan salahkan aku, karena aku tak tahu apa-apa. Aku hanya alat yang diam dan tak akan pernah melakukan perlawanan. Aku bekerja sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh siapa yang memegang aku. Itulah aku, aku selalu berdoa dan berharap gunakanlah aku sebaik mungkin, tepat waktu dan tepat kondisi. Jika tidak, maka aku dapat menjadi hal nyata yang dapat menghancurkan dirimu, keluargamu, lingkunganmu bahkan negaramu.

Tetapi, jika kau ikuti harapanku agar aku digunakan tepat waktu dan kondisi maka aku adalah hal nyata yang dapat memuliakanmu, mensejahterakanmu, meninggikan derajatmu, keluargamu, lingkunganmu dan negaramu. (ar/ar)