Jakarta (WarkopPublik)--Pemerintah dan DPR sedang mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk menerapkan kebijakan melibatkan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIHJ) dalam unsur Tim Petugas Haji Daerah (TPHD). Sebab, peran KBIH di daerah sangat besar membantu peningkatan ibadah jemaah.
“Banyak pihak yang mengkritik tentang tumpang tindihnya peran Tim Petugas Haji Daerah (TPHD) dan Tim Petugas Haji Indonesia (TPHI). Wakil rakyat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyampaikan kritik terhadap keberadaan TPHD tersebut. Meski dijamin oleh Undang Undang, namun setiap tahun fungsi TPHD terus menjadi kritikan masyarakat,” ungkap Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, di Jakarta, Kamis sore (25/02/2016).
Lanjut dia, kalau dulu begitu, tidak apa apa. Tapi, sekarang dengan indirect cost untuk satu jemaah ditopang kisaran 17 juta rupiah, maka itu menjadi persoalan. Sebab, kalau ada seseorang menjadi TPHD, kemudian disetujui kepala daerah setempat, maka orang itu dianggap telah menyerobot kuota seseorang dibawahnya. Dan orang itu dibiayai 17 juta tanpa antri sedikitpun,” imbuhnya.
Meski ini diatur Undang-Undang, namun ini dirasa tidak adil oleh sebagian besar masyarakat dan wakil rakyat di DPD. “Sehingga setiap tahun ini selalu muncul menjadi persoalan dan sering dikritik masyarakat dan anggota dewan. Oleh sebab itu, ke depan, ini akan dibenahi Kementerian Agama. Salah satunya dengan mengajak KBIH sebagai THPD. Karena merekalah yang secara riil punya peranan membantu dan membimbing jemaah di daerahnya masing-masing,” ujarnya. (rio/ar)
“Banyak pihak yang mengkritik tentang tumpang tindihnya peran Tim Petugas Haji Daerah (TPHD) dan Tim Petugas Haji Indonesia (TPHI). Wakil rakyat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyampaikan kritik terhadap keberadaan TPHD tersebut. Meski dijamin oleh Undang Undang, namun setiap tahun fungsi TPHD terus menjadi kritikan masyarakat,” ungkap Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, di Jakarta, Kamis sore (25/02/2016).
Lanjut dia, kalau dulu begitu, tidak apa apa. Tapi, sekarang dengan indirect cost untuk satu jemaah ditopang kisaran 17 juta rupiah, maka itu menjadi persoalan. Sebab, kalau ada seseorang menjadi TPHD, kemudian disetujui kepala daerah setempat, maka orang itu dianggap telah menyerobot kuota seseorang dibawahnya. Dan orang itu dibiayai 17 juta tanpa antri sedikitpun,” imbuhnya.
Meski ini diatur Undang-Undang, namun ini dirasa tidak adil oleh sebagian besar masyarakat dan wakil rakyat di DPD. “Sehingga setiap tahun ini selalu muncul menjadi persoalan dan sering dikritik masyarakat dan anggota dewan. Oleh sebab itu, ke depan, ini akan dibenahi Kementerian Agama. Salah satunya dengan mengajak KBIH sebagai THPD. Karena merekalah yang secara riil punya peranan membantu dan membimbing jemaah di daerahnya masing-masing,” ujarnya. (rio/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar