![]() |
Ilustrasi bermuka dua Foto: ziripress.com |
Lomba pidato tidak membuat angka kemiskinan menurun signifikan. Lomba pidato tidak menjadikan pengangguran jadi persoalan berkesudahan. Namanya juga direcoki. Bagaimana sistem berjalan dengan bagus jika terus direcoki.
Boleh lah direcoki tapi berikan solusi, jangan hanya sekedar recok dan cuap-cuap tidak jelas. Berani merecoki berani juga memberikan solusi dengan kajian dan analisa lalu dipaparkan. Tidak hanya lomba pidato saja.
Hidup miskin itu tidak mengenakkan, hidup menganggur itu juga sama. Pribadi-pribadi ini berpotensi untuk menjadi kufur. Pribadi-pribadi ini merasa terasingkan dalam berinteraksi. Pribadi-pribadi ini juga bisa akan melakukan perbuatan melawan hukum. Serta pribadi-pribadi ini juga dapat menjadi alat untuk kanal tujuan dan kepentingan tertentu.
Umumnya, siapa pun orangnya tidak terkecuali akan memposisikan diri menjadi orang yang berbeda manakala ada perubahan kedudukan sosialnya. Entah itu dari miskin menjadi kaya, entah itu dari pengangguran jadi berkedudukan atau yang semula bukan apa-apa menjadi penentu. Pendek kata menurut penulis kata-kata mutiara, emas, intan berlian disebut "nothing to something". Ada perubahan sikap dan sifat, itu kenyataan. Persoalan matarantai sosial yang nyaris tidak dapat diputus.
Tak heran kata sombong, angkuh dan sejenisnya akan menjadi kata yang terbentuk setidaknya dalam hati. Jangankan meminta bantuan, menjumpainya saja perlu waktu dan menunggu. Jawaban klasik akan diperoleh, maaf lagi sibuk. Lantas kadangkala muncul pertanyaan siapa yang dipersalahkan atas ini semua, entahlah.
Matarantai interaksi sosial ini nyata. Contoh saja, suatu ketika si polan ingin bertemu salah satu 'orang besar'. Sudah janjian, sudah juga diagendakan oleh staf pribadinya akan bertemu pada tempat dan pukul yang ditentukan. Tiba di sana malah si polan harus menunggu seperti orang bego berjam-jam lamanya. Akhirnya si polan pun memutuskan untuk pulang saja. Buat apa urusan sama orang model begini.
Perihal interaksi sosial seperti ini juga akan membentuk satu karakter pribadi yang memiliki sikap tegas yang berpotensi keras dan 'vocal' bahkan akan dikecam sebagai penentang. Ya mau apa lagi, kondisi yang menciptakan itu.
Saat luka terjadi itu ada rasa sakit. Pun jika sembuh juga akan tetap menimbulkan bekas yang tidak akan bisa dihilangkan. Walaupun sembuh juga akan berpotensi luka itu akan sakit kembali.
Semoga saja sketsa buram sosial ini dapat sedikit demi sedikit di 'cling' kan dengan hadirnya kembali 1 Muharram. Tidak ada perbedaan antara kita, yang berbeda hanyalah cara kita berfikir, cara kita menyikapi, cara kita dalam menyakini. Kita sama, sama-sama makhluk yang punya segumpal daging hati. Perasaan adalah salurannya dan saling menjaga dan menghargai adalah muaranya. (ar/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar