Running Text

ADVOKASI HAJI DARI DAN UNTUK JAMAAH (KLIK DI SINI) PENINGKATAN LAYANAN HAJI 2017 BUKAN CERITA 'DONGENG' (KLIK DISINI) ABDUL DJAMIL, PEMIKIR CERDAS DAN TOKOH PERUBAHAN HAJI INDONESIA (KLIK DISINI) AFFAN RANGKUTI: SELAMAT DATANG JEMAAH HAJI INDONESIA SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-71, NKRI HARGA MATI” AL WASHLIYAH MENGUCAPKAN “SELAMAT JALAN JEMAAH HAJI INDONESIA 2016 SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR” DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI REGULER TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) KEMENAG DAN DPR SEPAKATI BPIH 2016 TURUN 132 USD DAFTAR NAMA BERHAK LUNAS HAJI KHUSUS TAHAP I TAHUN 2016 (KLIK DISINI) SELAMAT ATAS KEMENANGAN MUSA LA ODE ABU HANAFI YANG MERAIH JUARA KETIGA DALAM AJANG MUSABAQAH HIFZIL QURAN (MTQ) INTERNASIONAL DI MESIR SELAMAT ATAS LAHIRNYA CUCU PRESIDEN JOKO WIDODO DASAR HUKUM MENJERAT TRAVEL HAJI DAN UMRAH NAKAL (KLIK DISINI) POTENSI PDB INDUSTRI JASA UMRAH 16 TRILYUN RUPIAH PER TAHUN JOKOWI AJAK TWITTER SEBARKAN PESAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN MENAKAR INDUSTRI JASA HAJI DAN UMRAH NASIONAL DI ERA PASAR BEBAS ASEAN SELAMAT ATAS PELANTIKAN SOETRISNO BACHIR MENJADI KETUA KEIN KAPOLRI BERTEKAD PERANGI AKSI TEROR

Selasa, 31 Oktober 2017

Akankah Reklamasi Berpolemik Hukum Berkepanjangan?

Presiden Joko Widodo
memberikan ucapan selamat usai melantik
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno
 sebagai 
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta
periode 2017-2022 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017)
Foto: Antara Foto/wahyu Putro A
Jakarta (WarkopPublik)--Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahudin Uno, tegas untuk menghentikan mega proyek reklamasi. Tidak ada tawar menawar. Ia ingin menunaikan 23 Program kerja yang dijanjikan selama masa kampanye Pilkada DKI 2017 kemarin.

"Pandangan sudah jelas buat kami, tertulis jelas di rencana kerja, bahwa kami mengambil posisi menghentikan reklamasi. Sudah final," kata Sandiaga saat diskusi bertema 'Untung Rugi Reklamasi' di DPD Partai Golkar DKI Jakarta Minggu, (29/10/2017).

Apakah pandangan Sandiaga ini merefrensikan pandangan Ahok? "Dalam UU khusus ibukota Gubernur DKI sejajar dengan Menteri," ujarnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (18/09/2015).

Entah UU yang mana yang dimaksud oleh Ahok. Mungkin UU 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atau mungkin juga UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dengan demikian apakah Peraturan Menteri sudah tidak dapat dijadikan dasar hukum? Bagaimana sebenarnya kedudukan Peraturan Menteri setelah UU ini dikeluarkan, baik Peraturan Menteri yang dikeluarkan sebelum dan setelah Undang-Undang ini dikeluarkan?

Di sisi lain, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman menegaskan tak ada alasan reklamasi harus dihentikan. Moratorium telah dicabut. Ini dipertegas Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati yang mengatakan Kementerian Koordinator Kemaritiman sudah mencabut moratorium reklamasi Teluk Jakarta.
Pencabutan moratorium tersebut secara resmi disahkan Kamis, (05/10/2017).

"Moratorium dari Pak Menko Maritim, Alhamdulillah sudah ditandatangani pada 5 Oktober, malam," ujar Tuty di Balai Kota Jakarta, Jumat (06/10/2017).

Menurut Tuty, surat tersebut sekaligus mencabut surat penghentian moratorium reklamasi Nomor 27.1/Menko/MaritIm/IV/2016 pada 19 April 2016. Surat tersebut, kata Tuty, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Ini karena sudah keluarnya Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pada 5 Oktober 2017. Surat ini otomatis menggugurkan surat keputusan yang pernah dikeluarkan Menko Kemaritiman sebelumnya.

Apakah nantinya Gubernur DKI Jakarta akan mengeluarkan peraturan daerah untuk menghentikan proyek reklamasi? Hingga akhirnya terjadi debat regulasi yang berakhir dalam sebuah keputusan di lembaga yang mengurusi proses judicial review? Atau akan dikeluarkan keputusan atau peraturan presiden untuk menyelesaikan polemik reklamasi ini? Kita simak saja kisah berikutnya. (ar/ar)

Minggu, 29 Oktober 2017

Sumpah Pemuda: Para Abang 'Lupa' Para Adik (Sumut Wilayah Para Ketua)

Sampah pemuda vs sumpah pemuda
Foto: voa-islam.com
Jakarta (WarkopPublik)--Siapa yang tak kenal Sumatera Utara (Sumut). Wilayah yang dikenal tempat lahirnya para tokoh utama inisiator dan pendiri pergerakan dan organisasi kepemudaan di republik ini. Sebagai penyegar ingatan bersama dan terlepas dari soal pro kontra, sudah puluhan tahun hari keramat para pemuda (28/10/1928) kita peringati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Hari sakral pemuda itu perlu untuk selalu dipatri dalam sanubari pemuda. Tak terkecuali para pemuda Sumut, yang semakin menuanya zaman semakin meredup dalam panggung pergerakan organisasi kepemudaan. Entah mengapa sebab keredupan ini, yang jelas 17 tahun berlalu Anak Sumut tak lagi menduduki kursi paska Bang Akbar Tanjung dan Bang Mahadi Sinambela purna tugas sebagai Menpora.

Tak hanya itu, kiprah Anak Sumut juga meredup dalam panggung lainnya. Semangat wilayah yang sempat diangkat dalam tulisan bertema "Kota Para Ketua" melempem dan nyaris tak terdengar. Tak heran, mungkin karena para pemuda nya sudah mulai pesimis karena jabatan tangan erat dan pelukan abang-abangnya saat ini kurang hangat. Semakin kecil harapan anak muda Sumut untuk dapat mengisi kedudukan dan jabatan di kepemerintahan. Bagaimana tidak, Para Abang bingung dan Para Abang sibuk dengan urusannya masing-masing. Agaknya ingat Para Adik disaat dekat pemilihan atau punya mau saja. Jangan kaget ya Bang, jika suatu saat Para Adik akan melupakan Para Abang.

Sebagai refleksi dan bangga sebagai Anak Sumut, berikut beberapa nama tokoh utama pergerakan yang dilakukan yang dikutip dari berbagai sumber:

Jong Sumatranen Bond (JSB), adalah perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatera, mendidik pemuda Sumatera untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada 9 Desember 1917 oleh Tengku Mansoer, Putra Tanjung Balai.

Jong Batak atau yang juga dikenal dengan nama Jong Bataks Bond (JBB), berdiri dan digagas oleh Amir Sjarifoeddin Harahap Putra Medan dan Sanusi Pane Putra Muara Sipongi, pada 24 Oktober 1926 di Bandung.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), adalah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada 5 Februari 1947 atas prakarsa Putra Padang Sidempuan Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia).

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), organisasi kepemudaan yang awalanya merupakan gabungan dari kelompok Cipayung, binaan kader Golkar dan tentara melalui deklarasi yang dipimpin oleh Putra Batak yang lahir di Jambi David Napitulu pada tanggal 23 Juli 1973.

Pemuda Pancasila (PP) adalah sebuah organisasi paramiliter Indonesia yang didirikan oleh Putra Kotanopan, Jenderal Abdul Haris Nasution pada 28 Oktober 1959.

Ikatan Pemuda Karya (IPK), didirikan Putra Tarutung, Sahara Oloan Panggabean. Bang Olo mendirikan IPK bersama Samsul Samah pada 28 Agustus 1969.

Dan organisasi kepemudaan lainnya yang tidak sedikit jumlahnya diinisiator dan dibentuk oleh Anak Sumut. (ar/ar)

UU Haji Umrah: Menanti 'Tembang' Terbaru Senayan

Ilustrasi group 'paduan suara' rakyat
Foto: berdikarionline.com
Jakarta (WarkopPublik)--Saat duit haji beralih ke Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Akan kah Kementerian Agama (Kemenag) akan 'memetamorfosis' kan penyelenggaraan umrah?

Selintas, bagi para pemerhati perjalanan suci haji umrah akan memuarakan pandangannya disaat duit haji yang mencapai 100 triliun rupiah akan dikelola BPKH. Duit haji ini akan terus mengalami peningkatan searah dengan pertumbuhan angka pendaftar peserta haji. Duit yang sebelumnya dikelola Kemenag, namun sudah berganti 'Tuan' yakni BPKH.

Tidak ada cerita yang menarik untuk diperbincangkan dan membahagiakan selain cerita 'Parfum Cap BI'. Aroma parfum yang khas yang menjadi tujuan manusia di bumi ini bangun pagi dan bergegas beraktivitas. Persoalan pun sulit dilepaskan dari aroma parfum yang satu ini.

Masih anyar dalam perbincangan soal berpindahnya urusan jaminan produk halal. Sertifikasi halal akan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang kewenangannya di bawah Kemenag.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) agaknya harus ikhlas. Lembaganya para alim ulama itu harus menyerahkan kewenangan menerbitkan sertifikasi halal kepada BPJPH. Namun, MUI masih dilibatkan dalam pemberian fatwa halal maupun haram. Mau bagaimana lagi, BPJPH merupakan lembaga yang pembentukannya merupakan mandat UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Begitu juga dengan Kemenag yang harus ikhlas melepas duit lebih kurang 100 triliun rupiah. Karena BPKH adalah lembaga yang wajib dibentuk sesuai UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Siapa inisiator UU itu tak perlu dikulik, pastinya UU itu sudah disahkan.

Memang ikhlas adalah suatu sikap yang mesti berjalan. Apakah ikhlas itu sungguh-sungguh atau hanya ikhlas yang terbungkus dengan senyum manis, hanya diri sendiri dan Pemilik diri itulah yang tahu.

Tetapi, masih ada harapan di luar sana. Harapan untuk lebih intervensi soal urusan perjalanan umrah. Duitnya tidak sedikit, lebih kurang 17 triliun belanja masyarakat tersedot di usaha perjalanan suci ini. Akan semakin tinggi jika lembaga keuangan bank dan non bank masif memainkan perannya dengan produk pembiayaan. Bagaimana Kemenag memainkan peran nya, ditunggu saja dalam episode dan lembar-lembarnya esok lusa.

Tak pernah ada teori ekonomi yang mengatakan aktivitas ekonomi industri itu murni charity. Tidak ada itu, namanya industri apakah jasa atau barang pasti tujuannya duit. Ekonomi arus dua sektor, tiga sektor dan empat sektor pasti bicara duit. 17 triliun rupiah itu duit, dan jika Kemenag hanya menjadi 'penonton' itu sangat disayangkan. Urusan pendidikan yang tercatat sebagai urusan yang menguasai hajat hidup orang banyak saja ada yang diselenggarakan pemerintah dan tidak sedikit yang diselenggarakan swasta. Kecuali, jika perjalanan suci umrah ini disepakati bukan hal yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Tersiar kabar, katanya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sedang menggodok sampai tuntas perubahan UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dewan yang terhormat ini semoga tidak menjadi tempat 'paduan suara' wakil rakyat. 'Paduan suara' yang bisa saja 'memekak kan' telinga rakyat karena suaranya yang 'sumbang'. Group 'paduan suara' itu beberapa waktu lalu telah 'merilis tembang terbarunya' hingga Perppu 2/2017 menjadi Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Semoga lah mereka yang punya suara di sana memposisikan sedikit saja diri dan hatinya sebagai rakyat, akan diyakini revisi UU 13/2008 akan mewujudkan impian rakyat untuk dapat melakukan perjalanan suci dengan benar dan bebas 'kepentingan'. Tentu juga, Kemenag sendiri mesti melewati masa 'remaja' nya menuju 'pendewasaan' diri. Dewasa untuk lebih berinovasi dalam urusan manasik misalnya. Kasihan kan rakyat, jika melakukan perjalanan suci lebih disuguhkan 'traveling' ketimbang ibadah. Karena ilmu dalam beribadah adalah kunci pintu gerbang surga.

Ada isu penyelenggaraan haji umrah akan dilakukan satu badan tersendiri di luar Kemenag. Sekiranya nanti, peran urusan haji dan umrah dikelola badan itu, maka hilanglah harapan Kemenag yang menjadi simbol penyelenggara selama puluhan tahun. Hilang juga harapan Kemenag untuk lebih intervensi soal urusan umrah. Bisa itu terjadi, ya bisa saja. Semua tergantung ketuk palu sidang di Gedung Senayan. (ar/ar)

Senin, 16 Oktober 2017

Ada Label Halal ya Aku Santap Saja

100 persen halal
Foto: goukm.id
Jakarta (WarkopPublik)--Babi haram. Haram bagi umat tertentu untuk dikonsumsi digunakan sekalipun itu zat yang mengandung unsur babi. Haram bagi umat tertentu itu belum tentu haram bagi umat lainnya.

Nah, apa yang menentukan suatu produk makanan minuman kosmetika dan obat-obatan haram atau halal? Yang menentukannya adalah sebuah pengakuan. Pengakuan dalam bentuk kertas yang disebut sertifikat.

Namanya saja sertifikat, nama ini tidak asing bagi kita. Ada sertifikat asli dan jangan heran ada juga sertifikat palsu. Ada juga sertifikat asli tapi palsu. Lalu bagaimana menentukan sertifikat asli atau palsu.

Menentukannya adalah, jika ada satu perkara terjadi barulah diusut sertifikat asli atau palsu. Setelah zat haram babi masuk ke dalam tubuh dan bercampur dengan darah barulah akan diusut sertifikat asli atau palsu.

Telat ya? Memang. Bisa masalah besar dong? Tergantung. Eng ing eng ada transaksi bisa? Bisa saja. Kalau jual beli serifikat gimana? Bisa terjadi.

Jadi bagaimana dong agar umat tertentu itu tidak mengkonsumsi unsur yang mengandung babi? Ya gak tahu, tanya saja para ahli agama umat tertentu itu bagaimana-bagaimananya.

Kalau aku sih berfikir sederhana saja. Ada tulisan halal ya aku santap saja. Masalah itu sertifikatnya asli kek, palsu kek tidak ada urusan samaku. Karena yang aku tahu ada label hahal, titik. Jika ternyata nanti yang aku dan keluargaku santap itu mengandung unsur babi maka mereka para ahli agama umat tertentu itulah yang harus bertanggungjawab.

Oh tidak bisa begitu dong, sertifikat halal bukan urusan para ahli agama umat tertentu di organisasi itu lagi, tetapi sudah menjadi urusan badan gitu katanya. Walah, ini bisa menambah meriahnya 'panggung' dan 'kreatif' sertifikat, mantab itu.

Berbagi mata air dikala satu mata air telah ditutup itu memang sangat penting. Tetapi air dalam arti sesungguhnya. (ar/ar)

Minggu, 15 Oktober 2017

Pertentangan Antar Kelas Dimulai

Karl Marx in 1875.
Foto: Wikipedia
Jakarta (WarkopPublik)--Menarik, saat menghadiri resepsi perkawinan sanak saudara, si Polan bertemu dengan salah satu kerabatnya.

"Hai, apa kabar? Doakan saya ya. Saya ikut seleksi jadi pejabat nih," kata kerabat si Polan.

Si Polan tidak kaget dengan kabar itu. Dengan tegas dia mengatakan, "Kalau mau jadi harus ada sesuatu yang penting. Tanpa itu, percuma," kata si Polan.

"Oh ya, apa itu," selidik kerabat si Polan.

Si Polan pun menjawab, "Mau tahu apa itu? Nekad. Doa, usaha, ikhtiar dan nekad."

Lanjutnya, dengan nekad akan ada kepuasan tersendiri saat kalah dalam seleksi. "Mau jadi pejabat ya harus sadar diri. Seleksi itukan cuma ecek-ecek. Nepotisme yang dibungkus dengan kata seleksi. Pemenang seleksi sudah ditentukan kok," kata si Polan.

"Lalu bagaimana merubah yang sudah ditentukan itu?" Kata kerabatnya lagi.

Dengan serius si Polan menjawab, "Lakukan aksi massa. Lakukan keributan. Tuntut keadilan, keseimbangan antar kelas. Jangan kelas-kelas itu saja yang dapat."

Kalau pun tetap kalah ya setidaknya ada kepuasan dan keberanian menentukan sikap. Daripada jadi keset kaki sepanjang hayat.

Lebih baik kalah tapi puas daripada menang tapi tersandera. "Ada sikap bahwa dalam struktur harus ada keseimbangan. Jangan kelas-kelas itu saja yang jadi," kata si Polan.

Lanjut si Polan, kalau mau hayo kita gelar aksi. Kita buat keributan agar menjadi perhatian bahwa ada ketidakberesan dalam keseimbangan. "Kalau tidak mau maka gantung baju saja, tidak usah ikut seleksi. Sudah muak kita dengan itu. Harus ada perubahan, harus ada keseimbangan," tegas si Polan. (ar/ar)

TIK ! Perubahan Itu Pasti Datang

Ilustrasi bentrok
transportasi online dan konvensional.
Foto: Republika.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Kalau takut diterpa ombak, jangan berumah dipinggir pantai. Awak yang tak pandai menari dikatakan lantai terjungkit.

Perubahan arus Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan searah dengan semakin menuanya dunia. Terus akan berkembang dan ini adalah keniscayaan.

Kericuhan yang terjadi antara sopir angkot dan pengendara ojek dalam jaringan (online) diisinyalir karena unsur pendapatan. Terjadi Tangerang, Bogor, sebelumnya di Jakarta pada 2016 lalu. Kericuhan menimbulkan kerugian baik moril maupu materil.

Mungkin ini salah satu potret mulai tergerusnya nilai kemanusiaan, musyawarah dan mufakat. Kalau boleh jujur, mungkin tak satu pun diantara kita yang memiliki cita-cita menjadi pengendara ojek, sopir angkot atau sopir taksi, apakah itu online atau tidak.

Keseimbangan dan toleransi kuat yang semestinya dibangun. Pengendara angkutan online menghargai yang non online, begitu juga sebaliknya. Pada prinsipnya penumpang akan memilih jenis layanan, cara melayani, harga dan kondisi. Empat hal itu akan menjadi indikator pilihan bagi penumpang.

Cara menghargai mungkin lebih bersifat pada pertemuan dalam memberikan dan bertukar informasi, ilmu pengetahuan untuk pelayanan, silaturrahim antara pengandara angkutan online dan non online dengan media Serikat Tolong-Menolong (STM) untuk saling membantu. Menguatkan sisi kearifan lokal, berbagi ilmu pengetahuan, dan menonjolkan nilai kemanusiaan dengan STM.

Para tokoh agama juga kiranya penting untuk turun tangan dan menjelaskan tentang rezeki dan bagaimana mendapatkannya. Ini pada dimensi agama. Pada dimensi pemerintah dibutuhkan evaluasi dan inovasi. Seperti pembentukan wadah satu atap proses perizinan, menggratiskan izin, mempermudah pinjaman di bank, dan memberikan pelatihan-pelatihan bagi rakyatnya.

Pemerintah juga perlu menganalisis dengan detil skema bisnis angkutan online dan yang tidak. Semisal yang tidak online harus mengeluarkan biaya ini dan itu dalam berusaha, yang online mengeluarkan biaya ini dan itu dalam berusaha. Online layanannya seperti apa, yang tidak online layanannya bagaimana. Ada titik keseimbangan. Apa yang perlu dilakukan pemerintah dan apa yang perlu dilaksanakan oleh usaha angkutan online dan tidak online. (ar/ar)

Senin, 09 Oktober 2017

Ungkap Rasa Terimakasih, Karangan Bunga Untuk Ahok Datang Lagi

Karangan bunga untuk Ahok.
Foto: Kompas.com
Jakarta (WarkopPublik)--Kinerja mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memang banyak menuai simpati. Tidak sedikit orang yang mengapresiasinya. Namun sayang, ia tersandung kasus hukum yang tidak semua orang menerima kesalahan yang dituduhkan padanya. Entah ini soal hukum murni, politik atau apa hanya waktulah yang bisa menjawab.

Pastinya, kiriman karangan bunga mulai berdatangan lagi di Balai Kota DKI Jakarta seiring dengan periode pemerintahan 2012-2017 yang akan segera berakhir. Pagi ini, Senin (09/10/2017), beberapa karangan bunga mulai dijajar di kompleks Balai Kota.


Isi karangan bunga itu adalah ucapan terima kasih kepada Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

"Pak Ahok & Pak Djarot terima kasih atas pelayanannya" isi pesan di karangan bunga yang dikirim oleh Haryanto Hidayat.

"Terima kasih Bp Basuki & Bp Djarot telah melayani kota Jakarta dengab super baik" bunyi pesan karangan bunga dari alumni Sanfransisco Group.

"Dear Pak Ahok & Pak Djarot saya dan Jakarta sangat kehilangan kalian berdua. Terima kasih atas pengabdian Bapak kepada warga DKI selama ini," tulis Jane Suryanto dalam karangan bunganya.

Kejadian ini mengingatkan pada beberapa bulan lalu ketika Balai Kota DKI dibanjiri kiriman karangan bunga.

Dulu, warga Jakarta mengirim karangan bunga setelah pasangan Ahok dan Djarot kalah dalam Pilkada. Setelah Ahok divonis 2 tahun penjara atas kasus penodaan agama, kiriman karangan bunga semakin banyak. (ar/ar)

(News ini telah tayang di Kompas.com pada 9 Oktober 2017 berjudul Karangan Bunga untuk Ahok-Djarot Kembali Berdatangan ke Balai Kota)

Bilang Kemenag Ceroboh, Pendek Akalnya

Komisi pengawas haji.
Foto: Kerabola.net
Jakarta (WarkopPublik)--Jumlah jamaah haji yang meninggal tahun ini lebih kurang 658 orang. Jumlah ini diklaim meningkat sebanyak 90 persen dibanding tahun lalu. Bahkan ada pihak yang menuding bahwa Kementerian Agama (Kemenag) ceroboh atas naiknya angka kematian itu.

Bagi saya pendek akal orang yang mengatakan bahwa itu adalah kecerobohan Kemenag.

Mengapa saya katakan pendek akal. Pertama, bahwa jumlah kuota haji tahun ini meningkat dari 168.800 menjadi 221.000 orang (profil beragam). Kedua, Istithaah kesehatan haji itu tidak jelas dan detil uraiannya. Sosialisasinya juga sumbu pendek, ini belum lagi soal terwakili tidak suara Islam saat membuat Isthithaah itu. Memang bisa suara Islam dikuasai beberapa Ormas Islam. Ketiga, urusan mati itu urusan Yang Maha Kuasa. Keempat, belum ada penyerahan perwakilan yang sah secara hukum.

Tidak bisa main klaim bahwa ini kecerobohan Kemenag. Harus dudukan terlebih dahulu dan cermati situasi, kondisi, sosial dan hukum. Kok ya main bilang ceroboh saja.

Orang dalam konteks mati itu seperti buah kelapa. Mau bunganya, pentilnya, buah kecil, buah besar atau buah tua tidak ada yang dapat memprediksi mana yang akan jatuh lebih dahulu.

Memang dalam beribadah, antisipasi perlu. Tapi antisipasi ini bukan dalam hal melarang. Keliru jika ada larangan bersifat memaksa dalam kaitan ibadah. Kecuali karena memang jelas larangan secara hukum agama, penyakit yang menular, gangguan jiwa, atau hal lain yang dianggap membahayakan bagi orang lain dan lingkungan.

Soal badal haji harus dibadalkan orang lain. Ini lebih parah pandangannya. Kalau mau membadalkan ya seharusnya tanya keluarganya dahulu apakah bersedia dibadalkan orang lain atau tidak. Jika tidak bersedia ya semestinya dapat digantikan oleh keluarga jamaah yang sudah haji. Keputusan keluarga itu dibuat bernota hukum bersama, ada konsekuensinya. Jadi adil, jangan menghegemoni.

Kaitan beribadah harus hati-hati menyikapinya. Tidak bisa kaitan ibadah hanya menanyakan pendapat dari suara Islam ormas-ormas Islam tertentu. Aturan itu dibuat pasti dilembarnegarakan. Jadi kalau sudah dilembarnegarakan wajib ditaati, walaupun dibuat segelintir orang, ini kan tidak adil.

Buatlah aturan terkait ibadah itu aturan yang meneduhkan, detil serta melibatkan semua pihak. Agar orang senang. Jangan buat aturan yang menghegemoni. Kalau hegemoni pasti orang akan menentang bahkan melawan. (ar/ar)

Sabtu, 07 Oktober 2017

Negeri Pecandu Isu

Ilustrasi berfikir isu
Foto: chirpstory.com
Jakarta (WarkopPublik)--Entah mengapa, sejak proses sampai dengan pemilihan 'itu' selesai banyak sekali persoalan yang dikedepankan untuk ditanggapi terjadi. Mau betul atau tidak itu belakangan. Bahkan bermunculan 'kampus-kampus' dan 'sarjana-sarjana' baru yang mengupas, menguliti, mengeruk persoalan. Hasilnya mau jadi persialan, perselisihan, perislahan itu belakangan.

Para 'dosen' dan 'mahasiswa' nya pun beragam. Ada yang terkesan alim, jujur, penuh kasih, tegas, berani. Ada juga yang masa bodoh, bodoh atau pura-pura bodoh.

Akhirnya jadilah persoalan itu menjadi persoalan yang buta lagi liar. Bagaimana tidak, para 'dosen' dan 'mahasiswa' nya seperti itu, manis tutur kata dan terbungkus norma-norma, keras kata dan kesampingkan norma-norma serta tak berkata-kata samasekali.

Ada militan, ada oportunis dan ada pasrah. Situasi seperti itu adalah situasi memilih. Jangan pernah bermimpi hadirnya kata seimbang atau adil. Karena adil adalah kata yang diciptakan dan dibentuk tergantung. Tak keliru jika seorang tokoh kontraversi yang selalu menjadi perbincangan mengatakan "ada pertentangan kelas".

Pertentangan kelas, banyak yang bisa dimaknai dari kata ini. Tidak ada orang yang bisa mentafsirkan kata itu dengan kebenaran tunggal, kecuali si pembuat kata itu sendiri.

Lalu mengapa ada penghakiman sosial salah-benar. Inilah potret negeri isu, negeri yang dibangun dengan isu, berpenduduk dan berkepemimpinan candu. Karena isu itu seperti candu, makin bersahabat dengan isu maka suatu negeri akan nenjadi negeri pemimpi. Mundur pasti, maju hal yang mustahil. (ar/ar)

Jumat, 06 Oktober 2017

Pak, Anda Angkat Soal Tapi Miskin Solusi

Ilustrasi dokumen perjalanan haji dan umrah.
Foto: gomuslim.co.id
Jakarta (WarkopPublik)--Menurut Konsul Jenderal RI Jeddah, M Hery Saripudinada 245 orang Warga Indonesia (WNI) yang ditangkap karena Mereka haji dengan menggunakan visa umrah atau ziarah.

Pernyataanya ini disampaikan usai melepas jemaah haji kelompok terbang (kloter) 10 Embarkasi Lombok atau LOP 10 di Hotel Al Wada Madinah, Kamis (05/10/2017).

Menjadi pertanyaan besar dalam hal ini adalah, "Siapakah yang mengurus visa umrah itu? "

Bahkan katanya lagi WNI yang melakukan tindakan ilegal menurut Saudi itu bisa jadi lebih dari 245 orang. Angka itu berdasarkan permintaan dokumen SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) ke pihak konsul.

Walaupun ke-245 orang tersebut sudah dipulangkan ke Tanah Air. Mereka tidak diproses pidana karena tidak ada laporan kepolisian. Namun anehnya mengapa mereka tetap disanksi. Sanksinya 6-7 tahun di-blakclist (berkunjung ke Arab Saudi).

Bicara pergi ke Arab Saudi dalam beribadah bukan perjalanan yang gampang. Orang pergi ke sana itu bukan mengerti semua. Mesti ada dalang, apakah dalang dalam artian positif atau negatif. Orang yang berangkat ke sana dalam posisi mengikut saja.

Ini sangat aneh.

Aneh pertama, mereka yang berhaji mengggunakan visa umrah adalah bukan orang yang mengerti tentunya. Lalu siapa yang bertanggungjawab agar mereka menjadi mengerti?

Aneh kedua, mengapa mereka disanksi manakala visa umrah terbit. Apakah pihak pengurus visa tidak bertanggungjawab dalam hal ini? Karena jelas dalam pembuatan visa ada biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan, entah itu biaya yang dikeluarkan itu resmi atau biaya tidak resmi alias liar.

Aneh ketiga, mengapa persoalan ini terus terjadi. Karena menurut Konsul ini bukan hal baru. Tahun-tahun sebelumnya juga ada. Konsul mengeluh bahwa hal itu merepotkan pemerintah Indonesia dan merugikan jemaah sendiri.

Agar tidak menjadi keanehan bagi masyarakat maka mestinya ini diusut tuntas dan sekaligus solusi masif agar tidak terulang. Biar jelas semua siapa yang harus bertanggungjawab dan bagaimana usaha pencegahannya. Jangan biarkan masyarakat main tebak-tebak isi buah manggis.

Jadi pernyataan Konsul ini sangat berbahaya. Berbahaya bagi Kementerian Agama (Kemenag) khususnya. Orang hanya mengetahui bahwa urusan haji atau umrah adalah urusan Kemenag. Jadi apapun yang berhubungan dengan itu maka Kemenaglah yang jadi sasaran empuk. Pak, Anda angkat soal tapi Anda miskin solusi. (ar/ar)

Senin, 02 Oktober 2017

Barzanji, Semoga Saja Masih Ada

Ibu-ibu sedang membaca Barjanzi.
Foto: youtube.com
Jakarta (WarkopPublik)--Pembacaan Berzanji umumnya dilakukan pada acara kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan, maulid. Dilaksanakan di masjid, surau, rumah sebagai pengantar dan sekaligus pembuka acara. Kini Barzanji sudah sangat jarang dilakukan.

Padahal Barzanji menceritakan tentang kehidupan Nabi Saw. Baik tentang silsilah keturunannya, masa kanak-kanaknya, remajanya, hingga beliau menjadi Nabi akhir zaman. Barzanji juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Saw, serta berbagai kisah dan peristiwa yang menjadi teladan bagi umat Islam.

Nama Berzanji sendiri diambil dari nama pengarangnya yaitu Syekh Ja'far al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim. Ia lahir di Madinah (1690). Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Murdistan, Barzinj.

Karyanya seni sastra itu masyur pada masyarakat Islam Sumatera Utara (Sumut). Sampai dengan tahun 1990-an mungkin tidak ada masyarakat Islam Sumut yang tidak mengetahui apa itu Barjanzi. Namun kini, Barzanji bagai karya seni yang nyaris tenggelam ditengah karya seni keduniawian.

Ada pro kontra dalam karya Barzanji ini. Terserahlah bagi mereka yang pro dan kontra sesuai dengan pandangannya masing-masing. Jelasnya, Barzanji adalah bagian dari syiar Islam. Bagian dari seni untuk mengingatkan sekaligus lebih meningkatkan kecintaan kita kepada Nabi Saw.

Sebagai pengobat rindu, pengingat dan sekaligus menghidupkan kembali syiar Islam melalui seni itu ada baiknya kita kembali mendengarkan Barzanji.  Semoga saja masih ada yang membacakan, memperdengarkan dan mengajarkanya pada generasi selanjutnya. (ar/ar)

Minggu, 01 Oktober 2017

Merenungi Tiga Catatan si Polan

Ilustrasi politik
Foto: kompasiana.com
Jakarta (WarkopPublik)--"Bang, abang anggota dewan ya," kata seseorang kepada si Polan. Dia jawab "Oh bukan, aku hanya seorang penulis yang menulis sesuatu yang aku anggap pantas untuk ditulis."

Entah kenapa orang itu beranggapan si Polan adalah anggota dewan. Sejak si Polan hijrah dan meninggalkan pemikiran kepartaian sejak itu juga dia meninggalkan hubungan yang berbau dengan partai. Dia lebih gemar menulis sesuatu yang nyata dalam kehidupan.

Belakangan, banyak sekali orang disekelilingnya mengarahkan untuk kembali masuk dalam sebuah partai. Dia katakan begini, "Aku akan masuk dalam sebuah partai dan akan maju untuk menjadi anggota dewan. Namun ada tiga catatan. Pertama, ada seleksi ketat dalam proses rekruitmen. Kedua, ada proses pelatihan dan pendidikan moral yang tersilabus. Ketiga, ada bealegislatif bagi yang berprestasi."

Ongkos politik adalah satu dari beberapa bagian yang mendasari seseorang untuk maju dalam sebuah pemilihan. Karena kenyataanya tidak ada yang gratis dalam pemilihan untuk menjadi anggota dewan. Menghilangkan ongkos politik dalam pemilihan mungkin pemikiran atau ide 'orang sakit'.

Mungkin akan ada yang mengatakan "Tidak ada yang gratis bung di dunia ini. Bahkan oksigen pun berbayar." Jika segala sesuatu untuk kepentingan pemilihan adalah berbayar maka selama itu juga akan ada persoalan. Bukan berarti yang gratisan juga tidak menuai persoalan nantinya.

Menjalani hidup perlu empat hal besar yang mesti dilakukan. Doa, usaha, ikhtiar dan keberanian atau nekad. Belakangan empat besar ini seperti bertambah dengan ada restu. Jadilah menjadi lima hal besar yang mesti dilakukan.

Memang tidak ada redaksi uang, namun aktivitas adalah biaya dan biaya harus ditebus dengan uang. Jadilah uang sebagai faktor penentu. Disinilah kemungkinan besar letak persoalan yang nantinya akan terjadi.

"Jadi artinya abang tidak ingin jadi anggota dewan," katanya. "Tidak, jika ada uang banyak lebih baik aku berdagang daripada menjadi anggota dewan. Kecuali ada partai yang memberikan tiga hal yang aku sampaikan tadi," kata si Polan. (ar/ar)

Akar Masalah Itu "Hati"

Ilustrasi penyakit hati
Foto: moeslema.com
Jakarta (WarkopPublik)--Persoalan dari semua persoalan yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan melawan hati, melawan diri sendiri. Menurut saya kalimat ini memang mengena. Mengena dalam keniscayaan manusia.

Siapa sih yang mau bercita-cita untuk hidup miskin dan serba kekurangan?

Siapa juga yang tidak akan iri hati melihat prilaku hidup mewah?

Siapa juga yang menyukai terjadinya ketimpangan hidup dalam interaksi sosial?

Siapa yang tidak senang dengan pujian kemewahan?

Siapa yang tidak mau kaya dan terhormat?

Siapa yang tidak akan memposisikan strata sosial saat berinteraksi?

Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang hinggap dalam hati manusia yang 'mengotori' hatinya dengan itu semua.

Inilah akar dari segala akar persoalan yang terjadi. Jadi jangan heran jika pribadi-pribadi akan membentuk pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidupnya.

Inilah pertarungan yang hebat, pertarungan melawan hati. Kalah dan menang itulah yang menjadi pilihan. Tidak akan menjadi masalah dalam kehidupan berinteraksi apabila pilihan itu hanya untuk pribadi masing-masing.

Akan menjadi permasalahan apabila hasil pilihan itu dijadikan kerangka acuan hidup dirinya dan dipaksakan juga kepada orang lain tanpa memandang orang lain setuju atau tidak.

Setuju dan tidak akan menghasilkan tiga pilihan lagi. Setuju dan tidak dalam kesemuan. Setuju dan tidak dalam kesamaan. Setuju dan tidak dalam kebimbangan. Bagi yang membaca tulisan ini, juga akan memilih salah satu dari tiga pilihan itu. (ar/ar)